21 Maret 2025
19:53 WIB
DKI Pastikan Tak Gelar Operasi Yustisi Usai Mudik Lebaran
Pramono lebih memilih untuk menggunakan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Jika ada warga yang tidak mempunyai KTP, harus ada yang menjamin
Penumpang kereta api Sawunggalih menuju pintu keluar saat tiba di Stasiun Pasar Senen, Jakarta, Ming gu (30/4/2023). Antara Foto/ Sigid Kurniawan
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo, melarang adanya operasi yustisi yang merupakan serangkaian tindakan hukum oleh pemerintah daerah, dalam rangka pemeliharaan ketertiban umum usai mudik Lebaran 2025 atau Idulfitri 1446 Hijriah. Pramono mengatakan, umumnya setelah mudik lebaran, banyak pendatang-pendatang yang akan mengadu nasib di Jakarta.
“Karena bagaimanapun dengan kondisi ekonomi yang seperti ini pasti akan ada kelompok masyarakat yang mencari harapan baru bertarung di Jakarta. Itulah yang terjadi," kata Pramono di Jakarta, Jumat (21/3).
Dia pun sudah menyampaikan hal itu dalam rapat dengan pihak terkait di Balai Kota. "Satu, kita tidak boleh tidak memanusiakan orang sehingga nggak ada operasi yustisi yang dulu pernah ada, saya melarang untuk itu," tuturnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pramono lebih memilih untuk menggunakan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Jika ada warga yang tidak mempunyai KTP tentunya harus ada yang menjamin.
“Dia mau pergi kemana. Maka itulah yang akan diterapkan. Lebih manusiawi, lebih terbuka, lebih transparan dan bagi siapapun mau datang ke Jakarta monggo aja, karena kami tahu Jakarta tetap menjadi tempat untuk siapa saja, mempertaruhkan harapannya," ujarnya.
"Tapi sekali lagi kami tentunya sebagai pemerintah Jakarta mengharapkan orang yang datang ke Jakarta bisa capable untuk bekerja dengan baik karena kita akan membuka job fair,” lanjutnya.
Dia menjelaskan, Jakarta akan membuka balai latihan kerja. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga akan mempersiapkan perbaikan kualitas kerja. Bahkan, di dalam balai latihan kerja, dia juga sudah meminta agar ada pelatihan bahasa. Misalnya Bahasa Korea, Bahasa Jepang, Bahasa China.
"Sebab, salah satu persoalan yang dihadapi Jakarta paling utama adalah terkait bahasa," ucapnya.
Strategi Khusus
Sebelumnya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) DKI Jakarta telah menyiapkan strategi khusus dalam mengantisipasi pendatang baru saat arus balik Lebaran tahun 2025. Kepala Disdukcapil DKI Jakarta, Budi Awaluddin di Jakarta, Jumat, menegaskan hal itu dilakukan sebagai upaya menjaga perpindahan penduduk atau migrasi di Jakarta tetap tertata.
Budi juga mengatakan, pihaknya terus berkomitmen mengawal pertumbuhan penduduk melalui Program Penataan Administrasi Kependudukan. Program ini telah berhasil dilakukan pada waktu sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan menurunnya angka perpindahan penduduk atau migrasi pada tahun 2024 sekitar 37,47 persen dari tahun sebelumnya.
Budi memaparkan, pertumbuhan penduduk di Jakarta setiap bulan berasal dari kelahiran rata-rata sebesar 8.796 jiwa. Sementara itu, pertumbuhan penduduk dalam satu momentum, seperti pasca-Lebaran, dalam periode 2021-2024, rata-rata jumlah pendatang di Jakarta sebanyak 22.412 jiwa.
Data tersebut menunjukkan terjadi lonjakan kenaikan jumlah penduduk di Jakarta dalam satu momentum tertentu.
"Jakarta tetap ramah terhadap warga dan pendatang. Jakarta tetap berlaku adil, tetap menarik dan memberikan kebahagiaan pada setiap orang," katanya.
Namun, harus tetap terukur sehingga perwujudan menjadi kota global bisa tercapai. "Karena itu, tahun ini operasi yustisi tidak kami lakukan seperti tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Dalam Program Penataan Administrasi Kependudukan, Disdukcapil DKI Jakarta akan menata dan memastikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) hanya diberikan kepada penduduk dalam suatu wilayah sesuai domisili. Sehingga, kata dia, dalam kurun waktu maksimal satu tahun, setiap penduduk harus menyesuaikan identitas kependudukan sesuai domisili.
Hal ini sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Dengan demikian, diharapkan tercipta kualitas pelayanan masyarakat yang baik, menjamin akurasi data kependudukan dan memberikan kepastian hukum.
Pada kesempatan terpisah, pengamat perkotaan Yayat Supriatna mengungkapkan, Jakarta harus bertindak cepat dalam pengelolaan penduduk. Ia berharap, kota ini tidak sampai terdegradasi karena permasalahan yang tidak kunjung selesai.
Harus ada regulasi, misalnya, minimal sepuluh tahun menetap dan ber-KTP Jakarta baru bisa mendapatkan fasilitas bantuan sosial, karena Jakarta sampai hari ini masih menjadi magnet bagi warga Indonesia. Kota ini memiliki infrastruktur lengkap serta fasilitas bantuan sosial yang beragam bagi warga. "Maka, perlu regulasi yang dampaknya efektif untuk menangani para pendatang," ujar Yayat.