c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

29 Oktober 2024

18:50 WIB

Dirjen Gakkum Mesti Ada Di KLH Dan Kementerian Kehutanan

Ditjen Gakkum di KLH dan Kementerian Kehutanan diperlukan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran yang ada di sektornya masing-masing

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>Dirjen Gakkum Mesti Ada Di KLH Dan Kementerian Kehutanan</p>
<p>Dirjen Gakkum Mesti Ada Di KLH Dan Kementerian Kehutanan</p>

Ilustrasi - Petugas dari Balai Gakkum KLHK Wilayah Sumatera mengukur panjang barang bukti kulit Harimau Sumatera, beberapa waktu lalu. ANTARAFOTO/Riza Juanda

JAKARTA - Prabowo Subianto memisah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menjadi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) maupun Kementerian Kehutanan. Meski begitu, Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) dinilai mesti tetap ada di masing-masing kementerian.

“Harusnya begitu. Kementerian harus memiliki perangkat penegakan hukum,” jelas Manajer Kampanye Tambang dan Energi Eknas Walhi, Rere Christanto, kepada Validnews, Selasa (29/10).

Rere mengatakan, Ditjen Gakkum di KLH dan Kementerian Kehutanan diperlukan untuk menangani pelanggaran-pelanggaran yang ada di sektornya masing-masing.

Hal yang menjadi aturan Ditjen Gakkum dalam penegakan hukum, kata dia, sesuai dengan kementeriannya bernaung, misalnya, Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

“Setiap UU kan diatur juga apa saja pelanggaran-pelanggaran yang ada di setiap sektor. Nah untuk memastikan bahwa ada penegakan hukum di setiap pelanggaran, setiap kementerian harusnya juga memiliki Gakkum-nya sendiri,” paparnya,

Sebelum dipisah, KLHK pernah mengunggah UU dan instrumen penegakan hukum KLHK dalam media sosial Ditjen Gakkum KLHK. UU itu antara lain, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH, UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, UU Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Kemudian UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Rere mengatakan, setelah UU Cipta Kerja terbit kewenangan KLHK sampai ke daerah berkurang banyak. Pembentukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) sebagai reinkarnasi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (Bapedal) belum jelas arah dan tujuannya.

“Apabila pembentukan BPLH tidak dibarengi dengan instrumen penindakan dan kaki sampai di daerah maka badan ini hanya akan menjadi macan ompong saja,” katanya.

Sampai hari ini, kata Rere, belum ada kejelasan sejauh mana kewenangan, organisasi dan struktur dari BPLH. 

“Ketika ada Bapedal struktur perizinan, pengawasan dan penindakan sangat berbeda dengan saat ini dimana rezim Omnibus/OSS telah banyak memangkas kewenangan dan kendali perizinan yang dulu dimiliki oleh Bapedal,” ucapnya.

Pemisahan antara Kementerian Kehutanan dan KLH menurut Rere sudah tepat. Satu hal yang membuat dia heran dua kementerian ini di bawah Kemenko Bidang Pangan. 

“Kami melihat ada tendensi, ada dugaan bahwa upaya ini dilakukan justru untuk mempermudah proyek-proyek di skala besar seperti food estate kemudian meluas,” katanya.

Semestinya, KLH menjadi Kemenko Lingkungan Hidup agar bisa menjalankan tugasnya mengawasi pekerjaan kementerian lain, seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertanian, dan kementerian Kelautan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar