20 Mei 2025
18:45 WIB
2025, Diprediksi 280 Ribu Pekerja Kena PHK
Pada tahun 2024, tercatat sekitar 78 ribu korban PHK, sementara pada tahun 2025 diprediksi ada 280 ribu pekerja yang terkena PHK
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Nofanolo Zagoto
Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Srite x) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). AntaraFoto/Mohammad Ayudha
JAKARTA - Ketua Dewan Pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan, Muhammad Zuhri memprediksi akan ada 280 ribu pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)) pada tahun 2025. Angka prediksi ini berdasarkan tren PHK yang terjadi sejak tahun lalu.
Pada tahun 2024 ada sekitar 78 ribu korban PHK yang tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan. Sementara pada tahun 2025 sampai bulan April sudah ada 24,36 ribu korban PHK.
"Prediksi potensi korban PHK yang akan terjadi untuk tahun 2025 ada sekitar 280 ribu. Ini baru prediksi," kata Zuhri di Ruang Rapat Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (20/5).
Atas dasar itu, maka pihaknya mendorong direksi untuk mengkaji dampak terhadap beberapa aspek dalam perencanaan strategis, seperti strategi peningkatan kepesertaan, asumsi penyusunan target kepesertaan, keuangan dan investasi.
Menurutnya, dua perusahaan besar yang pailit pada tahun 2024, yaitu Sritex Group dan Danbi International memberikan pembelajaran dan evaluasi untuk tahun 2025 ini. Pasalnya, pada kasus Sritex Group jumlah klaim mencapai 9.893 orang dengan nilai klaim Rp223,9 miliar dan Danbi Internasional sejumlah 2.077 orang dengan nilai Rp44 miliar.
"Dari kasus ini kami mendorong direksi untuk terus memberikan pelayanan terbaik terutama pada kasus PHK massal," beber dia.
Dewas BPJS Ketenagakerjaan, kata Zuhri, terus mendorong agar BPJS Ketenagakerjaan terus memaksimalkan beragam layanan. Misalnya, layanan on the spot, optimalisasi layanan digital, koordinasi pihak terkait dan sosialisasi edukasi.
"Sejauh kami, perbaikan dan evaluasi terhadap poin-poin tersebut bisa diantisipasi, khususnya pada isu terkait layanan, termasuk pencairan klaim," ucap Zuhri.
Anggota Komisi IX DPR RI, Obon Tabroni, meminta BPJS Ketenagakerjaan memantau masih banyaknya PHK sepihak yang dilakukan oleh perusahaan yang belum pailit. Menurut dia, peserta penerima upah paling rajin membayar iuran melalui perusahaan.
Namun, pada saat terjadi PHK sepihak sistem pekerjanya ditutup dan kesempatan pencairan klaim BPJS Ketenagakerjaan pun sulit. Padahal, proses PHK berjalan panjang sampai akhirnya disepakati dua belah pihak.
"Maka perlu solusi dan perhatian bagi peserta yang di PHK sepihak, tapi perusahaannya belum tutup. Kalau yang sudah tutup sejauh ini sudah bagus, tapi yang perusahaannya masih ada di PHK sepihak dengan SIPP, itu banyak masalah," tutur Obon.