c

Selamat

Kamis, 25 April 2024

NASIONAL

12 November 2021

21:00 WIB

Cerita Perempuan Pelindung Hewan

Keberadaan shelter sejatinya membantu pemerintah dan melindungi manusia dari penularan penyakit dari hewan liar

Penulis: Gisesya Ranggawari

Editor: Leo Wisnu Susapto

Cerita Perempuan Pelindung Hewan
Cerita Perempuan Pelindung Hewan
Hesti Yusuf (37) sedang menggendong anjingnya yang berada di Green House, Tenjolaya, Kabupaten Bogor . Dok. Pribadi Hesti

BOGOR – "Sayangilah seluruh makhluk yang ada di bumi maka penduduk langit pun akan menyayangimu".

Tulisan di spanduk yang mengutip Hadis Riwayat Abu Dawud dan Attirmidzi itu terpampang di pintu masuk sebuah tempat, di Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Di atas tulisan kutipan itu, tertera tulisan ‘Green House’.

Tak ramai suara manusia di tempat itu yang terdengar dominan adalah suara anjing yang menyalak nyaring di balik tembok pembatas. Si empunya rumah, Hesti Yusuf (37), menata tempat itu menjadi tempat pemeliharaan anjing dan kucing tak bertuan.

“Ini tempat tinggal anjing liar,” urai Hesti ramah saat berbincang dengan Validnews, Kamis (11/11). Meski menampung ratusan anjing liar, Hesti menolak tempat itu sebagai penampungan atau yang biasa disebut shelter.

Saat ada orang asing masuk ke Green House, ratusan anjing di tempat itu lalu beradu menyalak. Riuhnya gonggongan itu tentu menggetarkan hati siapapun yang mendengarnya. Apalagi, buat mereka yang tak pernah dekat dengan hewan bergigi runcing tersebut. 

Tenang! Mayoritas anjing di Green House sudah friendly jika bertemu manusia. Untuk melatih hewan-hewan ini ramah, bukanlah hal mudah dan cepat, tetapi Hesti bisa melakukannya dengan sabar.

Bermula Dari ‘John’
Satu dari anjing itu bernama John. Penghuni paling lama di Green House ini adalah ras anjing lokal yang diselamatkan Hesti dari amukan warga Pamulang pada 2017.

Sebelum diselamatkan, John menjadi sasaran batu atau benda apapun dari warga sekitar. Alasan warga, karena John sering membuat sampah warga jadi berantakan. Kekesalan warga diterjemahkan dengan melempari John agar menjauh dari sampah warga. 

Iba menghampiri Hesti. Wanita berhijab ini tergerak untuk mengasuh John. Namun, sebelum niat itu sirna, dia bertanya pada ulama dan gurunya mengaji. 

“Setelah mendapat penjelasan, saya putuskan menolong John," cerita Hesti akan aksi pertama menolong anjing liar.

Setelah menyelamatkan John, dia menampungnya di kediamannya, Pamulang. Setelah itu, iba di hati Hesti justru bertambah kepada hewan yang kerap dijuluki ‘teman terbaik manusia’ itu. Dia malah menyelamatkan 10 ekor anjing lain dari beberapa tempat dan menampungnya. Padahal Hesti mengaku bukan dog lovers. Pun, setelah menyelamatkan banyak anjing liar, perempuan paruh baya ini mengaku kadang masih takut.

Seiring berjalan waktu, anjing liar di rumah Hesti di Pamulang kian banyak. Warga tak suka. Beberapa ada yang memaki dan memfitnah Hesti secara langsung maupun lewat gunjingan tetangga. 

Hesti mengalah, tetapi semangat tak padam. Seakan menjadi pelecut, perempuan bercadar ini berjanji pada Tuhan bahwa jika diberi kemudahan, dia akan mengurusi anjing-anjing liar lebih banyak lagi.

Keajaiban itu datang, pada tahun 2019 menuju 2020, Hesti punya kesempatan membeli lahan kosong 1.000 meter persegi (m2) di Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Rumah itu dekat dengan rumah ibunya. Dengan modal sekitar Rp5 juta, Hesti nekat mencicil lahan itu untuk dijadikan Green House.

"Allah beri kemudahan untuk saya, berarti Allah ingin saya merawat makhluknya (anjing dan kucing). Jadi sebenarnya ini murni janji saya kepada Allah untuk merawat makhluk yang telantar di jalanan," beber ibu tiga anak ini.

Perjuangan dan tetes air mata tercurah. Akan tetapi, Hesti tetap tekun memelihara banyak anjing itu bermodalkan berjualan rempeyek dan keripik singkong buatannya sendiri. Peyek kacang ‘R'Muk Bunda’ namanya. 

Tetap Berakidah
Dia menolak menyebutkan berapa rupiah yang harus dia keluarkan untuk makan hewan saban bulannya. Hesti hanya mengungkapkan, satu hari ia menghabiskan dog food 20kg, beras 20 liter dan ayam 10 kilogram (kg) untuk ratusan anjing.

Semula dia bersikukuh tak ingin membuka donasi untuk kegiatan Green House. Belakangan, dia tak kuasa sendirian karena harus membangun Green House 2. Akun Instagram miliknya @hestiyusuf2009 digunakan untuk mengetuk kebaikan masyarakat. Kerja keras tak pernah menjauhkan hasil positif bagi dia.  

Bahkan, dari donasi tersebut, Hesti kini sudah dibantu tujuh orang untuk mengurusi ratusan anjing liar dan puluhan kucing di Green House. 

Sebagai muslimah, Hesti tetap menjaga kesucian dirinya dari najis anjing. Hesti menetapkan, paling tidak hanya dua kali dalam satu bulan bermain bersama anjing-anjing yang mayoritas berjenis Labrador itu. Selain karena punya kesibukan sendiri berjualan dan bekerja, ia memang lebih sering memilih berdiam di kamar.

"Saya enggak main setiap hari sama anjing. Kan mereka ada tempatnya sendiri. Kalau mau salat juga dari dulu saya mandi, jadi sehari saya lima kali mandinya," jelas Hesti sambil tertawa.

Meski sudah empat tahun lebih menekuni aktivitas ini, mereka yang tak suka akan kepedulian Hesti tak kunjung henti. Beragam fitnah dan caci terus menghujani perempuan ini. Namun, lagi-lagi ia diam dan sabar menghadapi.

"Ini semua karena Allah. Saya akan terus merawat anjing selama saya masih bisa. Saya menyelamatkan anjing dari sikap manusia yang kasar dan menyelamatkan saudara semuslim saya agar tidak menzalimi hewan," ucap Hesti.

Hesti yang awalnya bukan pecinta binatang, kini justru merasa sayang, dibalut ikatan vertikal kepada Tuhan. Kini Green House milik Hesti sudah menampung dan merawat ratusan anjing liar dan 59 ekor kucing. Jumlah tersebut terbilang banyak untuk Hesti yang tidak mencari sendiri anjing-anjing itu. Banyak orang yang mengantarkan hewan-hewan telantar itu ke tempatnya.

Pada saat sama, Hesti juga punya perhatian kepada sesama manusia. Dia rutin menyantuni anak yatim dan piatu. Ia berharap ke depannya biaa membangun pesantren gratis untuk anak yatim dan piatu. Ada belasan anak yatim piatu yang kini disantuni oleh Hesti.


Kata-kata mutiara di depan gerbang Green House milik Hesti Yusuf (37) di kawasan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Validnews/Gisesya Ranggawari 

 


Kiriman Tuhan
Dita Agusta (47) punya kepedulian sama dengan Hesti. Namun, Dita berfokus memelihara kucing. 

Pemilik Rumah Kucing Parung (RKP) ini juga menganggap Tuhan telah menuntun kucing-kucing itu datang ke shelter Dita. Kini, sudah ada lebih dari 500 ekor kucing di tempat seluas 700 m2 yang berada di kawasan Parung, Kota Bogor itu.

Dita memang pecinta kucing sejak lama. Sudah sejak tahun 2000-an dia memelihara kucing. Namun, pada saat itu kucing-kucing yang dimiliki merupakan kucing yang 'mahal'. Sampai satu waktu hantinya trenyuh melihat nasib kucing kampung di jalanan. 

Dia mencoba beranikan diri meminta izin untuk merawat kucing tersebut. Kali pertama, suami menolak. Niat Dita diurungkan sementara.

Saking kasihannya melihat kucing telantar, Dita rajin memberi makan seadanya kepada kucing-kucing itu. Jatah makan kucing di rumah dia bagi ke kucing liar yang ada di jalanan. Akan tetapi, Dita masih takut untuk membawanya pulang ke rumah.

Belakangan, hati sang suami melunak. Apalagi, pada saat ada dua ekor kucing yang terjebak dan masuk ke selokan depan rumah. Naluri pencinta binatang terpanggil untuk menolong. Kemudian, sang suami meluluskan niat Dita memelihara kucing lebih banyak lagi. Dari restu ini, Dita lalu merawat 30 ekor kucing liar.

"Atas dasar kasihan saja melihatnya. Kadang banyak yang dikasarin juga kan. Karena pada dasarnya hobi dan suka kucing, ya sudah saya bawa ke rumah," ucap Dita kepada Validnews, Kamis (11/11).

Puluhan kucing itu tidak membuat Dita puas. Dita berencana membuat shelter khusus kucing. Setelah mendapatkan tempat luas di daerah Parung, Kota Bogor, Dita berpikir tempat tersebut bisa digunakan untuk menampung kucing telantar lainnya yang kurang perhatian. Akhirnya, Dita, suami dan anak-anaknya sepakat menjadikan shelter kucingnya bisa digunakan untuk kucing terlantar.

Setelah resmi dinamakan RKP, jumlah kucing Dita juga kian bertambah.  "Kucingnya dari rescue, laporan orang atau memang ada yang menyerahkan kucingnya. Tiap hari ada saja. Kalau dulu saya rescue sendiri tapi sekarang sibuk ngurus di shelter," urai Dita.

Dita tak sekadar menampung. Dia juga memperhatikan kesehatan kucing tersebut. Biasanya Dita bekerja sama melibatkan dokter hewan di klinik hewan terdekat dengan biaya diskon dan dicicil.

Untuk urusan biaya, ibu ini tak begitu pusing.  Banyak donatur yang mendukung RKP ini. Dari mulai sterilisasi ke klinik dokter hewan, sampai biaya listrik, dan pakan serta perawatan setiap kucing, ditambah gaji karyawan delapan orang, bisa tertutupi.

Jika dihitung-hitung secara kasar, Dita setiap bulannya bisa mengeluarkan biaya operasional sebesar Rp60 juta yang dikumpulkan dari para donatur. 

Fenomena hubungan hewan peliharaan, baik anjing atau kucing dengan manusia memang berjalan sejak lama. The American Pet Products Manufactures Association menemukan fakta bahwa hewan kesayangan bisa memberikan banyak pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan fisik dan mental manusia.

Sementara, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB-PDHI), Muhammad Munawaroh menyebutkan bahwa memiliki tempat penampungan hewan memang tidak menyalahi aturan. Hal ini sebaliknya bisa membantu menghindari penularan penyakit.

"Itu upaya dan usaha yang luar biasa kalau ada masyarakat seperti itu. Harus didukung karena ini sebuah bentuk kepedulian terhadap hewan agar tidak berkeliaran dan terlantar," kata Munawaroh kepada Validnews, Jumat (12/11).

Meskipun tidak ada aturan yang jelas soal kepengurusan dan perizinan penampungan hewan-hewan itu, Munawaroh berpesan setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Di antaranya adalah menyediakan kebutuhan pakan hewan berupa makanan dan minuman, memberikan tempat teduh hewan, dan wajib melakukan sterilisasi dan vaksinasi terhadap yang dipelihara. 

Juga, pemilik harus memberikan ruang untuk hewan mengekspresikan tingkah alaminya hewan, serta wajib mempunyai relasi dokter hewan untuk konsultasi.

"Tapi yang terpenting tidak mengganggu lingkungan dan jangan sampai melebihi populasi. Kalau mampunya dua, ya sudah dua ekor saja," ucap Munawaroh.

Ke depannya, ia meminta pemerintah baik pusat maupun daerah lebih sering lagi memperhatikan adanya shelter-shelter ini. Keberadaan para penyayang binatang ini justru membantu pemerintah.

“Jadi harusnya didukung oleh pemerintah misalkan berupa keringanan biaya, atau bantuan lainnya," tutur Munawaroh.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar