c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

15 Oktober 2025

11:41 WIB

Cegah Hukuman Dua Kali, DPR Akan Sinkronkan Qanun Dengan RKUHAP

Di Aceh, ada 18 perkara tindak pidana ringan yang bisa diselesaikan oleh lembaga peradilan adat tingkat kampung atau desa

Editor: Nofanolo Zagoto

<p>Cegah Hukuman Dua Kali, DPR Akan Sinkronkan Qanun Dengan RKUHAP</p>
<p>Cegah Hukuman Dua Kali, DPR Akan Sinkronkan Qanun Dengan RKUHAP</p>

Komisi III DPR RI menggelar rapat audiensi dengan Aliansi Mahasiswa Nusantara di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu (15/10/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi

JAKARTA - Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman mengatakan pihaknya bakal menyinkronkan Qanun atau aturan hukum yang berlaku di Aceh dengan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP). Langkah ini akan dilakukan untuk mencegah penghukuman dua kali terhadap orang yang sama atas peristiwa hukum yang sama.

Hal itu disampaikannya untuk merespons aspirasi yang disampaikan oleh Aliansi Mahasiswa Nusantara (Aman) terkait fenomena adanya warga Aceh yang tetap dipidana setelah menjalani hukuman dari Qanun. Habiburokhman menyebut aspirasi tersebut menarik untuk dicermati.

"Nanti bisa diformulasikan norma pasal yang secara rinci mengatur bagaimana sinkronisasi Qanun dengan RKUHAP yang akan datang," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (15/10), seperti dilansir Antara.

Pada prinsipnya, kata dia, ada azas ne bis in idem yang menyatakan bahwa terhadap satu masalah yang sama tidak bisa diadili dua kali, baik oleh Qanun dengan kekhususan Aceh atau dengan hukum nasional.

Dia menilai konsep penyelesaian 18 tindak pidana ringan yang dipraktikkan di Aceh melalui Qanun sudah mendahului konsep restorative justice yang baru akan diimplementasikan dalam RKUHAP. Jadi, Qanun dan KUHAP hanya tinggal disinergikan saja.

Restorative justice, kata dia, sebenarnya bukan hanya berasal nilai-nilai dari luar saja, melainkan bangsa Indonesia juga sudah mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari sejak masa lampau.

"Kalau kita ingat dari jaman dulu kita terbiasa menyelesaikan masalah secara kekeluargaan, terutama masalah yang tidak berakibat fatal, tidak berakibat kematian," kata dia.

Sementara itu, perwakilan dari Aliansi Mahasiswa Nusantara Muhammad Fadli mengatakan, di Aceh ada 18 perkara tindak pidana ringan yang bisa diselesaikan oleh lembaga peradilan adat tingkat kampung atau desa.

Namun, kata dia, muncul beberapa kasus di Aceh ketika ada salah satu pihak yang terlibat permasalahan tidak berkomitmen dengan keputusan lembaga peradilan adat dan melaporkan masalah tersebut ke aparat penegak hukum.

"Di sini kan konsepnya aparat penegak hukum tidak bisa menolak laporan, tapi di satu sisi lembaga peradilan adat sudah memutuskan, sehingga terjadinya ketidakpastian hukum," kata Fadli.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar