24 Juli 2025
13:49 WIB
Butuh 2 Hal Ini Untuk Transfer Data Indonesia-AS
Kedua syarat tersebut termaktub dakam UU namun belum juga realisasi.
Penulis: Gisesya Ranggawari
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi peretasan data pribadi. Shutterstock/Gorodenkoff.tra
JAKARTA - Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC, Pratama Persadha menyarankan, kerja sama transfer data pribadi Indonesia dengan Amerika Serikat kehadiran mesti dibarengi dengan pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) Pelindungan Data Pribadi (PDP) dan Lembaga PDP sebagai turunan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang PDP.
Menurut dia, butuh dua hal itu untuk mewujudkan komitmen pemerintah Indonesia melindungi hak warga di era digital. tanpa kedua hal itu, pemerintah akan sulit menerjemahkan kebijakan profesional dan efektif.
“Kerja sama ini sejatinya bisa berdampak positif untuk mempercepat penguatan tata kelola data nasional yang berdaulat, modern, dan adaptif terhadap tantangan global,” urai Pratama dalam keterangan tertulis, Kamis (24/7) di Jakarta.
UU PDP menjadi fondasi relevan terkait transfer data pribadi ke luar negeri. Pada Pasal 56 UU PDP memberikan ruang legal untuk transfer data lintas batas, dengan syarat bahwa negara tujuan memiliki standar pelindungan data yang setara atau lebih tinggi daripada Indonesia, atau jika telah ada perjanjian internasional yang mengikat.
Baca juga: Kesepakatan Transfer Data Indonesia AS Mesti Sesuai UU PDP
Menurut dia, sebagai negara demokratis yang tengah membangun pilar-pilar transformasi digital, Indonesia memiliki kepentingan untuk membuka diri terhadap arus data global. Namun, keterbukaan ini tidak boleh mengorbankan prinsip kedaulatan digital. Yaitu, hak negara untuk mengatur, melindungi, dan memastikan aktivitas digital, termasuk pengelolaan data pribadi warga negaranya, berada dalam kendali hukum nasional.
Di sisi lain, Pratama mengimbau agar Indonesia tidak menutup mata terhadap potensi risiko yang menyertai aliran data lintas batas. Di era ketika data telah menjadi komoditas strategis setara dengan energi atau mineral, negara-negara besar telah menjadikan penguasaan data sebagai instrumen pengaruh global.
Ketika data pribadi warga Indonesia ditransfer ke luar negeri, khususnya ke negara seperti AS. Apalagi, AS belum memiliki undang-undang pelindungan data federal. Sehingga, potensi akses oleh entitas asing, termasuk korporasi teknologi dan lembaga keamanan, menjadi perhatian serius.
Namun tantangan tersebut tidak mesti menjadi alasan untuk menutup diri. Dia menilai justru Indonesia perlu mengambil kepemimpinan normatif dengan merumuskan standar evaluasi objektif terhadap negara tujuan transfer data.
Secara geopolitik, keterlibatan Indonesia dalam kerja sama transfer data harus tetap menjaga prinsip non-blok digital yang selama ini menjadi ciri khas diplomasi siber Indonesia.
Di tengah rivalitas global antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Indonesia harus tetap menjadi jangkar stabilitas digital kawasan ASEAN, dengan menawarkan model tata kelola data yang menjunjung inklusivitas, kedaulatan, dan keadilan lintas batas.
Dia juga mengingatkan, pengelolaan data yang terkontrol juga berkaitan langsung dengan nilai tambah ekonomi digital. Data pribadi dan perilaku digital warga Indonesia adalah bahan baku penting bagi pengembangan kecerdasan buatan, layanan berbasis algoritma, dan inovasi teknologi.
"Jika tidak dikelola dengan baik, data tersebut hanya akan menjadi komoditas mentah yang dimanfaatkan oleh pihak asing untuk membangun produk dan layanan yang kembali dijual ke pasar Indonesia," tutur Pratama.
Pratama melanjutkan, penguatan infrastruktur digital nasional, riset teknologi domestik, dan pengembangan talenta digital lokal harus menjadi prioritas. Transfer data lintas batas tidak boleh melumpuhkan upaya kemandirian teknologi dalam negeri.
Sebaliknya, kerja sama internasional dapat diarahkan untuk mempercepat alih teknologi, kolaborasi riset, dan investasi yang memperkuat ekosistem digital Indonesia.
Kesepakatan terkait transfer data bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari konsolidasi nasional yang lebih kokoh dalam bidang tata kelola data.