11 Mei 2021
12:54 WIB
Penulis: James Fernando
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA – Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono mengatakan, tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri akan menahan Bupati Nganjuk, Novi Rahman Hidayat di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba cabang Bareskrim Polri. Alasannya, untuk memudahkan tim penyidik melakukan pemeriksaan lanjutan.
Diketahui, Bupati Nganjuk itu ditangkap oleh penyidik Bareskrim bersama Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Senin (10/5). Dia diduga menerima hadiah atau janji terkait jual beli jabatan di Pemerintahan Kabupaten Nganjuk.
“Iya dibawa ke Bareskrim Polri hari ini dan betul ditahan di Rutan Salemba Cabang Bareskrim Polri,” kata Argo, di Mabes Polri, Selasa (11/5).
Argo menjelaskan, penangkapan itu, berawal dari laporan ke Polri dan KPK. Karena itu, Polri dan KPK melakukan koordinasi untuk menindaklanjuti adanya laporan terkait dugaan suap di Pemkab Kabupaten Nganjuk.
“Jadi, intinya, koordinasi yang kita lakukan penyidik Tipikor Bareskrim Polri dan penyidik KPK ada empat kalilah. Kita koordinasi untuk menganalisa yang berkaitan dengan sasaran kegiatan Bupati Nganjuk ini,” jelas Argo.
Sebelum menangkap Novi Rahman, penyidik lebih dulu menangkap sejumlah camat. Mereka adalah Dupriono (DR) selaku Camat Pace, Edie Srijato (ES) selalu Camat Tanjunganom dan sebagai Plt Camat Sukomoro, Haryanto (HY) Camat Berbek, dan Bambang Subagio (BS) selaku Camat Loceret.
Selain itu, penyidik juga menangkap Tri Basuki Widodo (TBW) selaku Mantan Camat Sukomoro dan M Izza Muhtadin (MIM) selalu ajudan Bupati Nganjuk
Argo menjelaskan, mereka yang berstatus camat dan mantan camat itu diduga merupakan pihak yang memberikan hadiah atau janji kepada Bupati Nganjuk itu. Sementara, ajudan Bupati Nganjuk berperan sebagai perantara.
“Jadi, kita menangkap dari bawah dulu. Karena informasinya juga dari bawah. Kemudian meningkat ke atas, ke Bupati Nganjuk,” lanjut Argo.
Dari penangkapan ini, tim penyidik menyita sejumlah barang bukti, di antaranya uang tunai senilai Rp647 juta. Uang ratusan juta itu disita penyidik dari sebuah brankas di kediaman Novi Rahman.
Selain itu, penyidik juga menyita delapan telepon genggam. Kemudian, buku tabungan. Kemudian, beberapa dokumen yang berkaitan dengan jual beli jabatan.
Argo menyebut, penyidik telah memeriksa 18 orang saksi. Pemeriksaan itu dilakukan untuk mengumpulkan sejumlah keterangan terkait praktik jual beli jabatan itu. Hasilnya, diketahui, Bupati Nganjuk itu mematok harga bervariasi saat melelang jabatan.
Misalnya, untuk jabatan kepala desa, Novi Rahman membandrolnya paling sedikit Rp2 juta. Untuk jabatan camat, Novi meminta uang sedikitnya Rp15–50 juta.
“Jadi sedang kita dalami. Nanti pemeriksaan bupati dan juga tersangka lain kita tanyakan sudah berapa lama ini berlangsung. Setorannya berapa, kemudian ada beberapa kali, berlangsung lama atau tidak, nanti akan kami tanyakan kepada para tersangka,” tutur Argo.
Atas perbuatannya, Novi Rahman dijerat Pasal 5 ayat 2 dan/atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12b Undang-undang (UU Tipikor) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara, mereka yang berstatus camat dan mantan camat dijerat Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan/atau Pasal 13 UU Tipikor Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara, MIM dijerat Pasal 11 dan/atau Pasal 12b UU Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.