c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

12 Februari 2024

17:23 WIB

BRIN: Agama Mampu Pengaruhi Rasionalitas Para Pemilih

Seluruh kandidat yang ikut Pemilihan Presiden diamati berlomba-lomba menunjukkan kedekatannya dengan para kiai di Indonesia melalui berbagai kegiatan silaturahim ke pondok pesantren

Editor: Nofanolo Zagoto

BRIN: Agama Mampu Pengaruhi Rasionalitas Para Pemilih
BRIN: Agama Mampu Pengaruhi Rasionalitas Para Pemilih
Warga memasukkan surat suara saat simulasi pemungutan dan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pemilu 2024 di halaman KPU Jombang, Jawa Timur, Rabu (31/1/2024). Antara Foto/Syaiful Arif

JAKARTA - Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Karman menyebutkan, variabel agama mampu menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi rasionalitas para pemilih dalam Pemilu 2024.

"Orang (aktor politik yang) membawa agama itu menjadi dasar orang untuk memilih. Faktor rasionalitas tidak terlalu berpengaruh kuat ketika ada variabel agama," katanya dalam diskusi budaya yang diikuti secara daring di Jakarta, seperti dilansir Antara, Senin (12/2).

Karman menilai hal ini menjadi salah satu variabel yang dimaksimalkan oleh para calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang menjadi kontestan dalam setiap pemilihan presiden (pilpres).

Dia mencontohkan upaya seluruh kandidat yang berlomba-lomba untuk menunjukkan variabel agama yang ditawarkan, dengan menunjukkan kedekatannya dengan para kiai di Indonesia melalui berbagai kegiatan silaturahmi ke pondok pesantren.

"Artinya di situ dia memanfaatkan, dengan politik memanfaatkan kedekatan dengan kiai, karena kiai itu memiliki magnet untuk santri dan orang tua santri," ujarnya.

"Kemudian, pasti basisnya adalah pesantren yang notabene adalah kebanyakan yang tradisional, seperti dari kelompok Nahdlatul Ulama (NU). Dengan jumlah yang begitu besar, artinya secara jumlah voter ini strategis sekali," tambahnya.

Selain kedekatan dengan para kiai, Karman juga mengemukakan para kontestan berupaya menonjolkan variabel agama melalui kedekatan dengan para ulama dan habib yang memiliki garis keturunan Timur Tengah.

Selama struktur demografi dan kultur demografi tidak mengalami perubahan, maka selama itu pula agama, khususnya agama Islam menjadi instrumen politik pada kontestasi politik seperti Pilpres, Pilgub, dan lain-lain," ujarnya.

Meskipun ada kontestan yang menyasar pemilih muda sebagai targetnya, kata Karman, pemilih muda bukan menjadi satu-satunya sasaran, karena kontestan tersebut juga melakukan upaya silaturahmi dengan para kiai dan ulama.

"Agama itu memiliki daya tarik, sehingga orang yang melakukan kontestasi merasa perlu untuk menggunakan simbol-simbol keislaman, bahkan mereka yang tidak menjadi bagian dari agama Islam pun berusaha menonjolkan sisi-sisi atribut-atribut kultural seperti yang digunakan oleh muslim," ujarnya.

"Walaupun mereka (para aktor politik) tidak berharap mendapatkan dukungan politik bagi muslim, tetapi itu mengurangi resistensi atau penolakan dari muslim terhadap pencalonan mereka," kata Karman.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar