10 Januari 2022
15:11 WIB
Penulis: Wandha Nur Hidayat
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito mengumumkan, lima produk vaksin covid-19 yang telah mendapat izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk diberikan kepada masyarakat sebagai dosis ketiga (booster).
"Sampai saat ini, karena ada juga beberapa uji klinis booster yang masih berlangsung dan dalam waktu beberapa hari akan bisa kami putuskan EUA, kami melaporkan ada lima vaksin yang telah mendapat EUA," jelas Penny saat konferensi pers secara daring, Senin (10/1).
Produk vaksin yang pertama yakni Coronavac yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Persero). Vaksin ini diberikan untuk usia 18 tahun ke atas secara homolog, atau jenis yang sama dengan vaksin dosis pertama dan kedua, sebanyak satu dosis setelah enam bulan vaksinasi dosis kedua.
Berdasarkan hasil uji klinis, dia menjelaskan, Coronavac aman digunakan untuk booster dengan kejadian tidak diinginkan dan sering terjadi berupa reaksi lokal seperti nyeri di tempat suntikan dan kemerahan. Umumnya, tingkat keparahannya tingkat satu dan dua.
"Imunogenisitas menunjukkan peningkatan titer antibodi netralisasi hingga 21-35 kali setelah 28 hari pemberian vaksin booster ini pada subjek dewasa," ungkap Penny.
Kemudian yang kedua adalah vaksin Pfizer yang juga diberikan secara homolog untuk usia 18 tahun ke atas sebanyak satu dosis minimal setelah enam bulan dari vaksinasi primer. Peningkatan nilai rata-rata imunogenisitas titer antibodi setelah satu bulan 3,3 kali.
Data-data hasil uji klinis menunjukkan vaksin Pfizer aman digunakan sebagai dosis booster dengan kejadian tak diinginkan bersifat lokal. Umumnya adalah nyeri di tempat suntikan, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan demam tingkat satu dan dua.
Ketiga ialah AstraZeneca yang juga diberikan secara homolog dengan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi sekitar 3,5 kali. Efek sampingnya disimpulkan dapat ditoleransi dengan baik, sebab kejadian tidak diinginkan bersifat ringan 55% dan sedang 37%.
Produk vaksin selanjutnya yang mendapat EUA sebagai booster adalah Moderna. Vaksin ini diberikan setengah dosis secara homolog maupun heterolog. Untuk diberikan secara heterolog, maka vaksin primernya hanya AstraZeneca, Pfizer, dan Johnson & Johnson.
"Ini menunjukkan respons imun antibodi netralisasi sebesar 13 kalinya setelah pemberian dosis booster pada subjek dewasa 18 tahun ke atas," urai dia.
Sementara yang terakhir adalah vaksin Zifivax yang dapat diberikan sebagai booster secara heterolog dengan vaksin primernya Sinovac atau Sinopharm. Diberikan minimal enam bulan setelah dosis kedua, dengan peningkatan nilai rata-rata titer antibodi lebih dari 30 kali.
Penny menuturkan produk vaksin dari Anhui Zhifei Longcom itu akan bisa diproduksi di dalam negeri bekerja sama dengan PT Jakarta Biopharmaceutical Industry (JBIO). Namun, masih terbatas pada tahap proses fill and finish, belum sampai produksi bibit vaksinnya.
"Nanti akan membangun proses upstream dan downstream. Jadi mulai dari bahan baku sampai fill and finish. Sekarang dalam proses. Diharapkan fill and finish untuk Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) selesai sekitar Agustus," ucap dia.
Dia menegaskan semua vaksin yang mendapat EUA sebagai booster telah melalui proses evaluasi bersama tim ahli Komite Nasional Penilai Obat atau Vaksin dan mendapat rekomendasi dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
"Sejak November 2021, BPOM bersama pihak-pihak terkait secara bertahap telah melakukan pengkajian keamanan, khasiat, dan mutu terhadap beberapa vaksin covid-19 yang telah memeroleh EUA sebagai vaksin primer untuk dievaluasi sebagai vaksin booster," urai dia.
Dosis booster vaksin covid-19 diperlukan karena hasil pengamatan uji klinis yang dilakukan di berbagai negara termasuk Indonesia menunjukkan bahwa respons imun yang dihasilkan oleh dua dosis vaksin covid-19 telah menurun seiring dengan waktu.
Interval penurunan berbeda tergantung jenis vaksin yang disuntikkan. Data imunogenisitas dari pengamatan uji klinis menunjukkan adanya penurunan signifikan kadar antibodi sampai di bawah 30% yang terjadi setelah enam bulan pemberian vaksin dosis kedua.
"Oleh karena itu, diperlukan pemberian vaksin booster atau dosis lanjutan untuk meningkatkan kembali imunogenisitas yang telah menurun," kata Penny.