14 November 2025
12:19 WIB
BPOM Beri Persetujuan Uji Klinis Vaksin TB Inhalasi
Vaksin TB inhalasi sebagai upaya untuk mengatasi tuberkolosis, penyakit yang paling menular di dunia.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar di Jakarta, Kamis (13/11/2025). ANTARA/HO - BPOM.
JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) resmi menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik Fase I untuk Vaksin Tuberkulosis (TB) inhalasi AdTB105K, sebagai langkah penting dalam pengembangan vaksin TB inovatif.
Kepala BPOM Taruna Ikrar mengatakan di Jakarta, Jumat (14/11) bahwa inovasi penting untuk mengatasi tuberkulosis, yang masih menjadi penyakit menular paling mematikan di dunia. Mengutip data 2024 WHO, terjadi lebih dari 10,6 juta kasus baru dan lebih dari sejuta kematian setiap tahun.
"Indonesia saat ini menempati peringkat kedua dengan beban TB tertinggi di dunia setelah India, dengan estimasi lebih dari sejuta kasus dan 125 ribu kematian per tahun," kata Taruna dikutip dari Antara di Jakarta, Jumat (14/11).
Oleh karena itu, BPOM berkomitmen mendukung dan mengawal seluruh proses pengembangan vaksin TB sebagai upaya pencegahan penyakit tersebut.
“Kami memastikan bahwa seluruh proses dilakukan sesuai standar keamanan, mutu, dan etika penelitian,” lanjut dia.
Adapun vaksin AdTB105K merupakan vaksin berbasis vektor adenovirus tipe 5 (Ad5) yang direkayasa untuk mengekspresikan protein fusi 105K dari Mycobacterium tuberculosis dan mengandung tiga antigen penting, yaitu Mtb32A, Mtb39A, dan Ag85A.
Vaksin ini diberikan dengan cara dihirup, atau inhalasi, yang diharapkan mampu menginduksi respons imun mukosa dan sistemik yang lebih optimal pada saluran pernapasan sehingga memberikan perlindungan lebih kuat terhadap infeksi TB.
BPOM menerbitkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) Fase I pada 14 Mei 2025 sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan vaksin inovatif ini.
Sebelum uji klinik dimulai, BPOM juga melakukan inspeksi kesiapan pada 6–7 Oktober 2025 untuk memastikan fasilitas, sumber daya, dan prosedur telah memenuhi standar mutu dan keamanan. Terutama, karena vaksin ini merupakan produk dicoba pertama kali ke manusia atau first-in-human.
Pada Fase I, katanya, uji klinik akan melibatkan 36 subjek dewasa sehat berusia 18–49 tahun untuk menilai keamanan dan imunogenisitas vaksin, dengan masa pemantauan selama enam bulan setelah satu kali pemberian.
“Kami berharap uji klinik ini menghasilkan data yang kuat dan menjadi tonggak penting menuju kemandirian Indonesia dalam inovasi vaksin TB. Semoga upaya ini membawa manfaat besar bagi masyarakat Indonesia dan dunia,” lanjut dia.
Senada, Wakil Menteri Kesehatan Benjamin Paulus Octavianus menyampaikan komitmen kuat untuk menyelesaikan permasalahan TB di Indonesia.
“Saya mendapatkan mandat khusus dari Presiden Prabowo untuk menuntaskan persoalan TB di Indonesia. Dan sebagai ahli paru, saya merasa tertantang untuk menjalankan misi ini,” kata Benny.
Dia juga menyampaikan apresiasi atas kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan vaksin TB.
“Pengembangan vaksin TB dengan pendekatan inhalasi adalah sebuah lompatan penting bagi Indonesia. Kami sangat mengapresiasi kerja sama antara industri, akademisi, dan regulator. Pemerintah berkomitmen mempercepat inovasi yang dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa,” ujarnya.
Adapun uji klinik ini merupakan langkah penting dalam pengembangan vaksin TB inovatif oleh CanSino Biologics Inc. bekerja sama dengan PT Etana Biotechnologies Indonesia.