c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

22 November 2024

19:30 WIB

Bertukar Baju Menekan Limbah Fesyen

Gerakan bertukar pakaian dan donasi pakaian merupakan langkah yang baik untuk menyelamatkan lingkungan, lantaran dapat menekan jumlah limbah fesyen.

Penulis: Aldiansyah Nurrahman

Editor: Nofanolo Zagoto

<p><span id="isPasted">Bertukar Baju Menekan Limbah&nbsp;</span>Fesyen</p>
<p><span id="isPasted">Bertukar Baju Menekan Limbah&nbsp;</span>Fesyen</p>

Kegiatan Tukar Baju oleh Zero Waste Indonesia di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (13/11). Validnews/Aldiansyah Nurrahman

JAKARTA - Kebiasaan membeli pakaian tanpa menimbang manfaat dan kebutuhan, nyatanya bisa memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Barang yang dibeli, mungkin ujungnya cuman dipakai sekali, lalu dibuang. 

Situasi seperti ini riskan terjadi, lantaran data Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan bahwa tiga dari 10 orang Indonesia membuang bajunya setelah menggunakannya sekali saja. Sementara itu, YouGov mencatat, 66% masyarakat dewasa di Indonesia membuang sedikitnya satu pakaian mereka dalam setahun.

Kondisi ini diperjelas dengan survei Tinkerlust yang membeberkan alasan masyarakat membuang pakaian. Survei terkait mendapati sebanyak 37,2% responden beralasan sudah bosan; 22% merasa sudah harus berganti gaya; 21,3% mengaku pakaiannya sudah rusak; serta 19,4% responden yang membuang pakaian mereka karena sudah tidak muat.

Tak hanya itu, kebanyakan dari responden juga mengaku tidak mengetahui di mana mereka bisa menjual atau menyumbangkan pakaiannya. 

Kondisi ini terang akan berpengaruh terhadap penumpukan limbah pakaian di Indonesia. Padahal, alih-alih dibuang, barang yang sudah terlanjur dibeli sebenarnya masih bisa dimanfaatkan orang lain. 

Dampak buruk yang belum disadari banyak masyarakat akibat tren fast fashion ini pada akhirnya direspons oleh Zero Waste Indonesia dengan membuat gerakan ‘Tukar Baju’.

Communication and Social Media Coordinator Zero Waste Indonesia, Naomi Gitashania menjelaskan, gerakan Tukar Baju mengajak orang untuk menukarkan pakaian layak pakai dengan orang lain.

Masyarakat atau pengunjung hanya tinggal membawa pakaiannya, baik baju atau celana, ke tempat yang disediakan Zero Waste Indonesia. Nantinya, pakaian mereka akan dikurasi relawan Tukar Baju. 

Kalau lolos kurasi, setiap satu pakaian boleh ditukar dengan satu pakaian milik orang lain yang dipajang oleh Zero Waste Indonesia. Di sisi lain, pakaian yang baru saja ditukar akan dipajang agar bisa diambil oleh orang lain. Tidak ada satupun pakaian yang terbuang. Dengan begini, kata Naomi, pakaian yang biasanya menumpuk di lemari menjadi bermanfaat untuk orang lain.

“Kita tukar bajunya, kita dapat baju baru. Walaupun itu bekas dari orang, tapi baru untuk kita. Jadi memperpanjang usia baju yang kita punya, untuk orang lain juga lebih bermanfaat daripada di rumah menumpuk jadi rusak,” jelasnya, kepada Validnews di sela kegiatan Tukar Baju di kawasan Cikini, Jakarta, Rabu (13/11).

Donasi Pakaian
Naomi menegaskan, aksi yang mereka lakukan sangat berbeda dengan thrifting yang ada proses jual-beli. Hal itu akan tetap menambah tumpukan pakaian yang ujungnya bisa menyebabkan limbah.

Selain itu, Zero Waste Indonesia juga membuka donasi pakaian layak pakai maupun tidak layak pakai. Biasanya, sepekan sebelum diadakan Tukar Baju, Zero Waste Indonesia akan meninggalkan drop box donasi pakaian di tempat diadakan Tukar Baju. 

Pakaian yang didonasikan itu akan dikurasi kembali. Jika masih layak pakai, akan dipamerkan dalam kegiatan Tukar Baju. Tapi, kalau sudah tidak layak pakai, pakaian itu akan diserahkan ke komunitas lain untuk diolah menjadi peredam suara, kartu nama, atau barang lainnya, sehingga tidak menjadi limbah.

Saat hari kegiatan Tukar Baju pun, setiap pengunjung juga tetap bisa mendonasikan pakaiannya, terutama ketika pakaian yang dibawanya dinyatakan tidak lolos kurasi untuk ikutan Tukar Baju.

Aksi Tukar Baju ini tercatat berhasil menyelamatkan ratusan kilogram (kg) sampah pakaian atau tekstil ke tempat pembuangan akhir (TPA). Misalnya, Tukar Baju pada 3-5 Juli 2024 yang diikuti 190 peserta, aksi tukar baju melibatkan sebanyak 368 baju atau celana. Jumlah ini setara dengan menyelamatkan 147,2 kg sampah tekstil selamat dari pembuangan ke TPA.

Sementara itu, pada agenda 5 November 2023 yang diikuti 153 peserta, ada 674 baju atau celana yang ditukar. Jumlah ini sama dengan menyelamatkan 270 kg sampah pakaian. Selain itu, tertampung 44,65 kg pakaian tidak layak pakai yang nantinya akan didaur ulang.

Kurasi Ketat
Zero Waste Indonesia mengadakan kegiatan Tukar Baju setiap beberapa bulan sekali di tempat-tempat berbeda, baik di Jakarta maupun di luar Jakarta. Setiap orang yang ingin ikut Tukar Baju diingatkan Naomi untuk memerhatikan pakaian yang dibawa. 

Untuk atasan, yang boleh ditukar adalah kemeja, blus, outer, jaket, cardigan, dan kaos trendi (khusus pria). Kemudian, untuk bawahan, adalah jin, rok, celana panjang, dan celana pendek. Khusus terusan, berupa dress dan jumpsuit.

Selain membawa jenis pakaian dengan benar, setiap orang yang ingin terlibat tukar baju juga perlu memperhatikan kualitas pakaian agar lolos kurasi. Pakaian yang bawa haruslah bukan seragam instansi, tidak bernoda, tidak bolong, tidak ada jahitan lepas, kancing dan resleting juga dalam keadaan baik.

“Banyak juga yang datang sama sekali tidak ada yang keterima bajunya. Makanya kita share delapan poin kurasi supaya orang dari rumah sudah siap-siap,” ungkapnya.

Naomi mengatakan, kurasi ini begitu selektif, bahkan bisa memakan waktu 5 menit untuk satu pakaian yang banyak coraknya. Hal ini dilakukan agar peserta bisa merasa nyaman bertukar pakaian.

“Noda setitik saja harus dipermasalahkan, enggak bisa. Kalau misalnya noda itu masih bisa dikucek air sedikit mungkin masih oke lah. Tapi kalau misalnya memang mengganggu, biarpun cuma kayak nyaru tetap enggak lolos,” katanya.

Pentingnya ketelitian memeriksa baju ini diamini oleh Relawan Tukar Baju, Filzha. Kelalaian saat memeriksa bisa menimbulkan protes. Dia pernah menghadapi kejadian peserta menemukan benang bagian dalam pada pakaian yang dipajang terbuka. Si peserta itu langsung membandingkan pakaian itu dengan pakaian miliknya yang tidak lolos kurasi. 

“’Kok ini bisa lolos, ini enggak bisa’. Akhirnya kita minta maaf, kita kurang ngeh,” katanya bercerita.

Kejadian itu membuatnya lebih teliti. Bahkan, untuk mengecek pakaian tertentu, dia tidak sungkan menggunakan senter agar lebih terlihat noda maupun aspek lainnya.

Dia mengakui hasil kurasi tidak selalu diterima baik semua peserta. Pernah ada peserta ngotot bahwa pakaiannya layak. Akibatnya, antrean proses kurasi sempat mengular. Peserta lain juga sampai ikut menjelaskan bahwa pakaian yang dibawa peserta itu benar-benar tak layak untuk ditukar.

Sebetulnya, tak semua kekurangan pasti tak lolos kurasi. Kalau kekurangannya terletak pada benang yang terbuka sedikit, relawan masih bisa mengguntingnya.

“Ada yang ternyata kancing copot. Baju laki-laki itu kan posisi kancing tertutup, enggak kelihatan. Pas dicek kayak normal, tapi pas digantung kancingnya copot. Untungnya, kita memang persiapkan benang jahit, kita jahit kancingnya,” papar Filzha.

Dia bercerita, sebelum mengenal aktivitas Tukar Baju, ditambah kala itu masih bekerja, tiap gajian selalu ia belanja membeli baju baru. Begitu mengenal gerakan Tukar Baju disadari kebiasaan itu mubazir. Kini, Filzha selalu memanajemen isi lemarinya. Setiap ada pakaian yang masuk, maka harus ada pakaian yang keluar.  Hal ini juga diterapkan untuk pakaian anak dan suaminya.

Semangat minim sampah pakaian ini membuatnya bergabung sebagai relawan Tukar Baju sejak 2019. Sebab, ia ingin ikut menularkan hal positif ini kepada orang lain.

Hal serupa dirasakan relawan lainnya, Tika. Mahasiswa Ilmu Komunikasi Bina Nusantara ini ikut bergabung lantaran memang menyukai hal terkait sustainability atau keberlanjutan.

Dia berpesan, masyarakat tidak perlu malu melakukan aktivitas menukar pakaian. “Menukar itu bisa di mana saja dan dengan siapa saja, bisa dengan teman sendiri,” katanya.

Satu hal yang membuatnya semakin senang aktif di Tukar Baju adalah ketika bertemu dengan orang-orang mempunyai jiwa sosial tinggi. Tak jarang ia bertemu dengan orang yang membawa pakaian sekoper untuk didonasikan dan semuanya bermerek yang bagus sekali.

“Bisa kita langsung gantung. Itu yang salah satu senangnya kurator itu kayak ‘wow’. Ternyata sampai sebaik itu, mendonasikan bajunya memang benar-benar itu layak pakai semua,” katanya.

Kontrol Beli Baju
Kurasi ketat yang disampaikan Zero Waste Indonesia benar adanya. Salah satu pengunjung Tukar Baju yang berlangsung pada 12-27 November 2024, Sabrina, mengaku satu dari lima baju yang dibawanya tidak lolos kurasi. Empat baju yang lolos kurasi akhirnya ditukar dengan satu celana dan tiga baju.

Siang itu, relawan Tukar Baju yang bertugas sebagai kurator memang terlihat sangat teliti memperhatikan tiap bagian pakaian yang diserahkan pengunjung, termasuk Sabrina. Mereka bahkan akan tahu bisa ada noda sedikit saja pada baju.

“Satu baju enggak lolos karena ada noda. Padahal sudah dicek di rumah, tapi ternyata ada noda. Kurang ngeh,” katanya saat berbincang dengan Validnews, Rabu (12/11).

Sabrina ikut agenda ini karena ingin mengganti model pakaian. Dia mengaku senang mendapat model yang diharapkan. Dengan pakaian yang didapat ini, kebiasaannya membeli pakaian baru tiap ikut suatu acara bisa direm.

Begitu pun Anti, yang sudah dua kali ikut Tukar Baju. Deretan foto atau video pakaian yang dijual di e-commerce diakuinya memang selalu menggoda untuk dibeli. Namun, Anti selalu khawatir kualitasnya tidak sesuai harapan.

Kini, dengan mengikuti Tukar Baju, selain bisa menghemat uang, Anti juga bisa secara langsung mengetahui kualitas pakaiannya. “Mengurangi limbah tekstil karena pakaian tidak dibuang. Ini juga lebih motivasi juga bahwa ternyata menukar pakaian itu tidak buruk,” jelasnya.

Perpanjang Manfaat Barang Bekas
Di lokasi lain, Life With Less juga menyediakan ruang menukar pakaian bekas layak pakai. Nama gerakannya Bersaling Silang.

Pendiri Life With Less, Cynthia Suci Lestari mengatakan, tujuan diadakannya Bersaling Silang adalah ingin mengajak masyarakat memperpanjang usia manfaat barang bekas. Konsep Bersaling Silang serupa dengan Tukar Baju, hanya saja di sini tak hanya pakaian yang bisa ditukar, tapi juga buku, tas, dan sepatu.

“Dengan memperpanjang usia manfaat barang bekas, kita bisa mengurangi barang-barang yang tidak termanfaatkan di rumah, bisa perpanjang usia manfaat barang bekas yang mungkin kita butuhkan milik orang lain, bisa mengurangi pembelian barang baru secara inklusif,” paparnya, Jumat (15/11).

Komunitas pegiat gaya hidup minimalis dan juga bijak berkonsumsi ini mendapatkan pakaian untuk dipajang selain dari mereka yang membawa pakaiannya untuk ditukar, juga mencari donasi dari para influencer yang ingin menyumbangkan pakaian layak pakainya.

Cynthia menjelaskan, sasaran dari Bersaling Silang adalah masyarakat perkotaan. Sebab, perilaku konsumsi berlebih lebih banyak terjadi di perkotaan.

Meski begitu, untuk menggelar acara ini tak mudah. Mengingat acara ini tak dikenakan biaya sepeserpun kepada peserta, maka Life With Less harus mencari dana terlebih dahulu.

“Harus butuh dukungan dari brand atau dari sponsor untuk bisa mengadakan ini,” ujar Cynthia.

Sampah pakaian di Indonesia memang perlu menjadi perhatian. Sebab, berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 2021 sekitar 2,3 juta ton limbah sampah tekstil dihasilkan, sementara yang didaur ulang hanya 0,3 juta ton.

Direktur Eksekutif Sustain, Tata Mustasya mengatakan, gerakan bertukar pakaian dan donasi pakaian merupakan langkah yang baik untuk meningkatkan kesadaran dan sebagai langkah awal menyelamatkan lingkungan dengan menekan jumlah sampah pakaian dan memperpanjang masa pakaian.

“Kita bisa mendorong misalnya penggunaan aplikasi untuk donasi pakaian bekas dan bertukar pakaian,” jelasnya, Senin (18/11).

Untuk langkah lebih jauh, agar masalah sampah pakaian teratasi, maka harus dilakukan secara sistemik penerapan ekonomi hijau di semua industri, termasuk industri tekstil.

Hal yang harus dilakukan adalah mengurangi emisi dan jejak karbon. Salah satunya dengan penggunaan energi terbarukan dan penggunaan bahan baku lokal semaksimal mungkin.

Lalu, penggunaan sumber daya secara efisien dengan menggunakan bahan yang mudah didaur ulang dan mendaur ulang pakaian bekas, juga produsen didorong menggunakan sumber daya secara efisien. Pada saat yang sama dari sisi permintaan, konsumen bisa disadarkan untuk menerapkan slow fashion. Pada akhirnya, kata dia, yang menentukan dari sisi penawaran atau produksi adalah penerapan insentif untuk produksi yang ramah lingkungan dan disinsentif untuk produksi yang mencemari.

Tata mengamati, fenomena fast fashion (model bisnis dalam industri pakaian yang memproduksi pakaian dengan cepat, murah, dan mengikuti tren terkini) dimanfaatkan betul industri tekstil hingga mengakibatkan dua dampak buruk terhadap lingkungan.

“Pertama dalam proses pembuatannya yang menghasilkan emisi dalam jumlah signifikan serta polusi udara dan polusi air,” kata Tata.

Kedua, menyebabkan sampah tekstil. Dampaknya adalah peningkatan emisi karbon dan permasalahan lingkungan lokal, seperti polusi udara, polusi air, dan sampah.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar