07 Agustus 2024
13:44 WIB
Bentuk Tim Khusus, Pemkot Tangsel Sisir Warung Yang Jual Rokok Eceran
Tim khusus yang dibentuk akan memberikan imbauan warung yang menjual rokok eceran, dan melakukan pendataan. Jika imbauan tidak dipatuhi, tim khusus akan memindahkan lokasi tempat dagangan tersebut
Dua pelajar melintas didepan spanduk larangan dan hukuman bila ketahuan merokok yang dipasang digerb ang sebuah sekolah dikawasan Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (29/8/2012). Antara Foto/Muhammad Deffa
TANGERANG - Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel), Provinsi Banten membentuk tim khusus, untuk menyisir warung yang menjual rokok secara eceran, terutama di kawasan pendidikan. Wali Kota Tangsel Benyamin Davnie di Tangerang, Rabu (7/8) menyampaikan, tim khusus ini terdiri atas personel gabungan dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Lingkungan Hidup, dan Satpol PP.
"Tim khusus itu sedang dalam proses. Tentunya nanti akan berkoordinasi dengan perangkat wilayah seperti kecamatan dan kelurahan untuk pemetaannya," ucapnya.
Tim khusus tersebut, difungsikan untuk memberikan imbauan dan penyisiran, dengan melakukan pendataan terhadap pedagang atau warung rokok di kawasan pendidikan.
"Apabila imbauan tersebut tidak dipatuhi, lanjutnya, tim khusus akan mengambil langkah persuasif lainnya dengan memindahkan lokasi tempat dagangan itu," ujarnya.
Menurutnya, hal ini pihaknya lakukan agar seluruh pemilik warung dapat mematuhi peraturan pemerintah yang telah ditetapkan.
Tak hanya warung menjual rokok, Benyamin menambahkan, tim khusus tersebut juga turut mengantisipasi peredaran minuman keras dan obat terlarang.
"Tentu saja bukan hanya sekedar larangan merokok, konsumsi minuman keras kemudian juga obat-obat terlarang yang menyasar ke kalangan muda patut diantisipasi," tuturnya.
Sekadar mengingatkan, Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 terkait kesehatan. Beleid tersebut salah satunya mengatur larangan penjualan produk tembakau (rokok) secara eceran satuan per batang, kecuali cerutu atau rokok elektronik.
Ketentuan itu tertera dalam pasal 434 ayat (1) poin c dalam PP tersebut, sebagaimana salinan PP yang dilihat dalam laman jdih.setneg.go.id di Jakarta, Selasa. Dalam pasal 434 tertulis Ayat (1) setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik, jika poin (a) disebutkan menggunakan mesin layan diri, poin (b) kepada setiap orang di bawah usia 21 (dua puluh satu) tahun dan perempuan hamil, (c) secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik.
Sedangkan poin (d) dengan menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui, (e) dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, dan (f) menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.
Sementara pada pasal 434 ayat (2), ketentuan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f bagi jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dikecualikan jika terdapat verifikasi umur. PP tersebut merupakan aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, pengesahan Peraturan Pemerintah ini merupakan salah satu langkah dari transformasi kesehatan guna membangun arsitektur kesehatan Indonesia yang tangguh, mandiri, dan inklusif.
“Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri,” ujar Budi.
Dia menjelaskan, dengan penerbitan PP ini, ada 26 Peraturan Pemerintah dan 5 Peraturan Presiden yang tidak lagi berlaku. Antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2014 tentang Sistem Informasi Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja.
UMKM Terdampak
Sementara itu, Ketua Umum Komite Ekonomi Rakyat Indonesia (KERIS) Ali Mahsun Atmo menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 atau PP Kesehatan, yang baru disahkan, akan mempunyai dampak serius terhadap sektor UMKM di Indonesia. Hal yang disorot, kata Ali, salah satunya ialah aturan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
Dia menganggap kebijakan itu akan menyebabkan penurunan yang cukup besar dalam perputaran ekonomi masyarakat. Hal tersebut mempertimbangkan, penjualan rokok bisa mencapai separuh dari keseluruhan omzet pedagang kecil.
"Imbas larangan ini, tentunya akan menyebabkan penurunan omzet yang signifikan di warung kelontong dan pedagang kaki lima, yang pada akhirnya akan memicu lonjakan pengangguran dan penurunan pendapatan rakyat," ujar dia dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Ali menyebut, hal yang paling terimbas, yaitu masyarakat miskin dan UMKM yang menggantungkan roda ekonominya pada kelompok masyarakat berpenghasilan rendah. "Kebijakan ini akan sangat merugikan usaha kecil yang mengandalkan penjualan rokok sebagai bagian dari pendapatan mereka," tuturnya.
Lebih lanjut, dia menilai regulasi itu disinyalir berpotensi mematikan sektor UMKM, khususnya pelaku usaha asongan, pedagang kaki lima, warung kelontong, dan sektor ekonomi rakyat lainnya. Padahal, pelaku UMKM merupakan tulang punggung ekonomi dan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan.
"Kita ditunjuk mencetak 100 juta UMKM andal dan unggul, tetapi ini malah digerus lewat regulasi ini," kata Ali.
Jika nantinya UMKM harus tergulung oleh kebijakan tersebut, Ali menyebut hal itu justru akan menyebabkan masalah baru. Pasalmnya, akan terjadi potensi penurunan kontribusi ekonomi bagi negara serta meningkatnya jumlah pengangguran hingga kemiskinan. Padahal, dua isu tersebut sering disebut sebagai prioritas pemerintah untuk ditanggulangi.
"Kebijakan ini bertentangan dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang mengharuskan negara melindungi dan memajukan kesejahteraan umum," ucapnya.