05 Mei 2021
20:27 WIB
Penulis: Seruni Rara Jingga
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA - Peneliti dari The International Council on Clean Transportation, Aditya Mahalana mengatakan, selain menetapkan standar emisi mesin bagi kendaraan, pemerintah juga perlu memperbaiki kualitas bahan bakar yang digunakan di Indonesia. Hal ini diperlukan untuk memenuhi standar emisi Euro IV guna mengurangi produksi gas rumah kaca.
"Kalau kendaraannya sudah di desain untuk mengeluarkan emisi yang rendah, tapi bahan bakarnya belum di-improve, maka ini akan tidak efektif," kata Aditya dalam telekonferensi, Rabu (5/5).
Aditya mengatakan, bahan bakar yang digunakan di Indonesia, baik itu bensin maupun solar masih belum memenuhi standar emisi Euro IV. Standar emisi tersebut menetapkan bahwa kandungan sulfur dalam bahan bakar tidak boleh melebihi 10 parts per million (ppm).
Adapun bahan bakar seperti bensin dengan nilai oktan atau Research Octane Number (RON) 88 dan Pertalite (RON 91) memiliki kandungan sulfur maksimal 500 ppm. Kemudian, Pertamax Turbo (RON 98) memiliki kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Begitu pula dengan Solar (CN 51), memiliki kandungan sulfur maksimal 500 ppm dan Bio Solar (CN 48) memiliki kandungan sulfur maksimal 2.500 ppm.
"Jadi ini juga menjadi PR untuk pemerintah bagaimana kita bisa meningkatkan standar kualitas bahan bakar kita, supaya bisa memenuhi teknologi rendah emisi," urai dia.
Selain itu, pemerintah juga perlu memperbaiki regulasi kualitas bahan bakar nasional terkait kandungan sulfur pada bahan bakar bensin dan solar agar tidak melebihi 10 ppm.
Sebagai informasi, standar emisi Euro IV ini berlaku bagi kendaraan roda empat berbahan bakar bensin sejak Oktober 2020 lalu. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O.
Sementara, standar emisi Euro IV untuk kendaraan roda empat berbahan bakar diesel direncanakan akan mulai diberlakukan tahun depan.