c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

28 Oktober 2022

20:40 WIB

Asyik Mengaji Dengan Bahasa Isyarat

Metode mengajar mengaji anak penyandang disabilitas sensorik pendengaran dengan guru yang memiliki keterbatasan yang sama, dinilai lebih efektif

Penulis: Muhammad Farhan Adhantyo

Editor: Nofanolo Zagoto

Asyik Mengaji Dengan Bahasa Isyarat
Asyik Mengaji Dengan Bahasa Isyarat
Murid-murid sedang menyimak pelajaran dari guru. ValidNewsID/Muhammad Farhan Adhantyo

JAKARTA – Tepat pukul delapan pagi puluhan anak di Yayasan Ibtisamah Mulia ramai-ramai masuk ruang kelas. Di sana, sama sekali tak ada terdengar bel tanda masuk kelas. Satu-satunya penanda masuk hanyalah isyarat tangan guru.

Anak-anak yang berusia 2 hingga 8 tahun langsung berkumpul di tengah ruangan. Dua orang pengajar, Basiimah dan Flafirsty, yang berdiri di hadapan mereka, cepat-cepat memberikan isyarat tangan. Seluruh anak paham, sesaat lagi senam pagi dimulai. 

Sejurus kemudian, senam bersama dimulai. Semua anak menikmati sampai berkeringat, meski tak ada musik yang mengiringi. Ini pemandangan rutin yang terlihat saban hari di yayasan tersebut. 

Anak-anak yang belajar di Ibtisamah Mulia semuanya merupakan penyandang disabilitas sensorik pendengaran atau yang biasa disebut disabilitas tuli. Bahkan guru-guru yang mengajar juga memiliki kondisi yang sama.  

Namun, keterbatasan pendengaran satu sama lain tak sampai membuat tujuan berdirinya yayasan terhambat. Guru-guru masih mampu berbagi pengetahuan mengenai Al-Qur'an, pun anak-anak mudah memahaminya. 

Sama halnya yang terjadi saat anak-anak secara berkala coba diasah bakatnya melalui kegiatan menjahit, bermain puzzle, atau berhitung. Semua komunikasi lancar karena bisindo (bahasa isyarat Indonesia).

Pendirian Ibtisamah Mulia pada tahun 2019 memang berangkat dari keprihatinan terhadap anak penyandang disabilitas pendengaran. 

Pihak Yayasan ingin masa depan anak-anak penyandang disabilitas pendengaran memiliki kesempatan yang sama seperti anak lainnya. Pada masa depan, anak-anak ini dihadapkan dapat bekerja juga.

Ketua Yayasan sekaligus guru Ibtisamah Mulia, Basiimah, menyebut ada perbedaan antara Ibtisamah Mulia dan sekolah luar biasa (SLB). Kalau semua guru di SLB umumnya adalah orang yang bisa mendengar, di Ibtisamah Mulia sebaliknya.

Pengajar di Ibtisamah Mulia bernasib sama dengan anak-anak yang diajarinya. Keberadaan guru yang memiliki keterbatasan sama diharap Yayasan dapat menginspirasi. Ini ditujukan agar anak-anak yakin bisa orang yang berhasil saat dewasa nanti. 

Selain itu, komunikasi dengan anak-anak juga diyakini lebih intens karena menggunakan isyarat serupa. Hal ini diyakini akan berguna, karena hal utama yang diajarkan pada anak-anak adalah Al-Qur'an dan juga mengaji. 

Ibtisamah Mulia sendiri memiliki metode sendiri yang dinamai bahasa isyarat Qur'an dalam pembelajaran. 

Bahasa Isyarat Quran
Menurut pengakuan Basiimah, bahasa isyarat Qur'an memudahkannya mengajar. Metode seperti ini tidak didapatnya saat kecil dulu.

“Kalau dulu saat saya kecil menggunakan verbal itu suaranya tidak sempurna. Kemudian banyak kemiripan yang membuat saya bingung. Malah sulit itu dulu saat membaca beberapa huruf. Contohnya, seperti 'ta' dan 'ja', terlihat mirip,” ujar Basiimah.

Kini, berdasarkan pengalaman Basiimah tiga tahun terakhir, anak-anak yang terkendala pendengarannya dapat memahami Al Qur'an lebih mudah karena bahasa isyarat Qur'an. Mereka bisa mendaras kitab suci dengan lancar, tanpa kendala. 

Membaca Qur'an di Ibtisamah Mulia merupakan kegiatan rutin yang akan dilalui anak-anak setelah melaksanakan salat duha. Anak-anak biasanya akan secara bergantian dipanggil oleh Basiimah dan Flafirsty. 

Saat dapat giliran, setiap anak akan menggerakkan jari-jarinya ketika guru menunjuk huruf hijaiyah yang mesti dibaca. Kegiatan mengaji ini sudah menerapkan bahasa isyarat Qur'an. 

“Metode Isyarat Qur'an itu mengeja huruf demi huruf hijaiyah dengan isyarat jari. Kemudian ketika ada harakat, digerakkan ke samping, ke bawah, atau melengkung tergantung harakatnya. Itu sudah ada pedomannya ya dari Kementerian Agama. Insyaallah akan segera disebar,” kata Basiimah.

Saat anak-anak belajar Iqro atau membaca Al Qur'an, dengan bahasa isyarat itu pun terlihat lebih mudah memahami. Mereka dapat membaca dengan baik huruf yang ditunjuk oleh pengajar.


Guru sedang mengajari membaca Al Qu'ran di Ibtisamah Mulia, Jatiluhur, Kota Bekasi. ValidNewsID/Muhammad Farhan Adhantyo 


Metode bahasa isyarat, kata Basiimah, juga berguna buat orang tua siswa. Sebab selama ini dia banyak mendapati orang tua siswa yang belum memahami bahasa isyarat. 

Efeknya, banyak orang tua kesulitan berkomunikasi, dan anak-anaknya mengalami keterlambatan dalam berbahasa.  Di yayasan ini. Disediakan pula pelatihan bahasa isyarat untuk orang tua setiap hari Jumat. Contohnya, orang tua diajari bahasa isyarat tentang warna dan hewan. 

“Waktu mereka daftar ke sini, umumnya orang tua banyak yang baru kenal bahasa isyarat. Kemudian baru mempelajarinya,” terang Basiimah.

Soal métode pengajaran, pendiri Ibtisamah Mulia, Nur Indah Harahap menceritakan, di Indonesia saat ini belum ada pedoman bahasa isyarat Qur'an. 

Karena itu, dia bersama dengan beberapa komunitas penyandang disabilitas pendengaran pada sekitar akhir 2020 mengusulkan penyusunan pedoman bahasa isyarat itu ke Kementerian Agama.

Bahasa isyarat yang digunakan kata dia terinspirasi dari bahasa isyarat Qur'an yang digunakan di Arab. Sebab bahasa isyarat itu harus universal dan bisa dimengerti di seluruh dunia.

Di Indonesia, bahasa isyarat Quran disesuaikan sedikit. Perbedaan itu terletak pada isyarat jika terdapat tanda baca atau biasa disebut harakat. Di Arab, bahasa isyarat hanya untuk mengeja huruf hijaiyah secara satu per satu, tidak ada isyarat untuk harakat.

Sementara di Indonesia, harakat diisyaratkan dengan menggunakan gerakan tangan. Penyesuaian ini untuk membedakan beberapa tanda baca seperti fathah, kasrah, dhammah, fathatain, dan lain sebagainya.

Indah menyebutkan, Ibtisamah Mulia sudah menggunakan bahasa isyarat Qur'an ini saat mengajari anak-anak penyandang disabilitas pendengaran. 

Kebetulan pula Ibtisamah Mulia ditunjuk sebagai tim penyusun pedoman bahasa isyarat Qur'an oleh Kemenag.

Guru mengaji lainnya, Flafirsty, yang juga penyandang disabilitas pendengaran, mengaku mulanya kesulitan saat pertama kali bahasa isyarat Qur'an digunakan. 

“Saat bahasa isyarat Qur'an sudah muncul, saya mengetahuinya dan merasa kesulitan belajar isyarat Qur'an karena baru pertama kali lihat bahasa isyarat Qur'an,” katanya kepada Validnews, Selasa (25/10).

Namun, karena juga berharap anak-anak disabilitas pendengaran punya masa depan cerah, Flafirsty beradaptasi cepat.  

“Alasan saya bergabung menjadi guru di Ibtisamah Mulia adalah ingin membantu perkembangan anak-anak demi masa depan mereka,” ujar Flafirsty kepada Validnews, Selasa (25/10).

Demi Komunikasi
Salah satu orang tua murid, Nurhidayati, mengaku sempat kesulitan mencari tempat belajar untuk anaknya setelah mengetahui ada gangguan pada telinga anaknya.

“Waktu itu pernah saya masukkan ke TK. Tetapi karena dia tidak bisa ngomong, tidak bisa dengar, dan dipanggil juga tidak mau. Jadi bingung mesti bagaimana. Alhamdulillah ada teman yang sarankan ke sini dan saya langsung menghubungi ummi-nya,” begitu cerita Nurhidayati kepada Validnews, Selasa (25/10).

Nurhidayati sendiri mengaku baru belajar isyarat saat anaknya belajar di Ibtisamah Mulia. “Belajar bahasa isyaratnya itu seperti belajar alfabet untuk permulaan,” jelasnya.

Dia yakin pembelajaran yang didapat dirinya dan anak berdampak besar pada komunikasi. Karenanya, saat di rumah, dia juga mengajari suaminya hal yang sama. Dengan demikian, mereka bisa berkomunikasi lancar bersama.

“Suami saya juga saya ajari bagaimana cara untuk berkomunikasi dengan anak saya,” ucapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar