30 Juni 2023
16:35 WIB
JAKARTA – Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mendesak penegak hukum, mengusut tuntas dugaan penyelundupan jutaan ton ore nikel ilegal yang dikirim ke China.
“Praktik pengiriman ore nikel secara ilegal ke China ini tak hanya merugikan negara, tetapi juga merugikan kami para pelaku industri yang taat pada aturan pemerintah. Kami minta aparat penegak hukum termasuk KPK untuk menyelidiki dan mengusut tuntas praktik-praktik culas macam ini," kata Ketua Umum Aspebindo Anggawira, Jumat (30/06).
Pemerintah sendiri telah melarang ekspor nikel secara mentah ke luar negeri sejak Januari 2020 silam. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) nomor 4 tahun 2009.
Anggawira mengaku, selaku pelaku industri mineral dan batubara, pihaknya mendukung penuh kebijakan pemerintah soal larangan ekspor mineral mentah demi menambah value added.
”Penyelundupan ini, apalagi dalam jumlah yang sangat besar 5 juta ton, harus diselidiki apakah ada praktik ‘main mata’ antara pengusaha dan juga instansi pemerintah yang lain. Jutaan ton itu bukan jumlah yang kecil," ujar pria yang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) ini.
Anggawira pun meminta penyelidikan yang menyeluruh dan seluruh pihak yang terbukti bersalah, harus dijatuhi hukuman yang setimpal. "Ini mencederai semangat hilirisasi yang menjadi mimpi besar presiden Joko Widodo," ujar Anggawira lagi.
Sebelumnya, Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria menyebut, tengah menyelidiki kasus dugaan penyelundupan 5 juta ton ore nikel yang dikirim tanpa sah dari Indonesia ke China.
Kegiatan ini diduga telah berlangsung sejak tahun 2020 hingga 2022. KPK menyebut ada selisih nilai ekspor ore nikel ilegal ke China sebesar Rp14,5 triliun.
Sumber informasi sendiri didapat dari website Bea Cukai China. Berdasarkan data yang dikirimkan KPK, selisih nilai ekspor pada 2020 senilai Rp8.640.774.767.712,11 (Rp8,6 triliun).
Kemudian, pada 2021 sebesar Rp2.720.539.323.778,94 (Rp2,7 triliun) dan Rp3.152.224.595.488,55 (Rp3,1 triliun) selama Januari hingga Juni 2022.
Data itu memaparkan China mengimpor biji nikel seberat 5.318.087.941 atau 5,3 juta ton sejak 2020 hingga Juni 2022. Rinciannya, pada 2020 China menerima impor ore nikel sebesar 3.393.251.356 kilogram.
Kemudian, China kembali mengimpor ore nikel seberat 839.161.249 kilogram dan 1.085.675.336 kilogram pada 2022.
Meski data dari Bea Cukai China itu tidak menyertakan informasi yang rinci terkait daerah asal ekspor, ada dugaan kuat Nikel tersebut berasal dari wilayah timur Indonesia sebagai pengekspor nikel terbesarnya.
Saat ini hasil kajian satgas yang dipimpinnya itu sudah dilimpahkan ke Direktorat Monitoring di bawah Kedeputian Monitoring dan Pencegahan KPK. Temuan itu akan dikaji lebih lanjut guna menghasilkan rekomendasi untuk langkah KPK selanjutnya.
Hak Hilirisasi
Di sisi lain, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan Indonesia akan tetap memperjuangkan hak negara untuk melakukan hilirisasi.
Hal ini ditegaskan sekalipun Dana Moneter Internasional (IMF) meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan penghapusan kebijakan larangan ekspor nikel.
“Itu bukan hanya rekomendasi IMF, tapi juga keputusan dari WTO (Organisasi Perdagangan Dunia). Tapi, kita akan terus banding. Karena yang kita ekspor bukan Tanah Air, tapi nilai tambah,” kata Airlangga.
Airlangga menambahkan, sikap tersebut bukan hanya untuk memperjuangkan hak hilirisasi tetapi juga untuk membebaskan Indonesia dari bentuk kolonialisme baru.
Dia berpendapat permintaan IMF untuk memaksa Indonesia tetap mengekspor komoditas nikel merupakan salah satu bentuk regulasi imperialisme. Sebab, dia menilai tak seharusnya negara lain memaksakan kehendak kepada suatu negara dalam membuat kebijakan tertentu.
Oleh karena itu, dia mengatakan akan tetap berusaha mempertahankan hak Indonesia, memperoleh nilai tambah dari komoditas dan melakukan pembatasan ekspor nikel secara bertahap.
Untuk diketahui, dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia memberikan catatan terkait rencana hilirisasi nikel di Indonesia. Dalam dokumen tersebut, IMF menyebut kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut.
Selain itu, kebijakan juga perlu dibentuk dengan mempertimbangkan dampak-dampak terhadap wilayah lain.
Atas dasar itu, IMF mengimbau Indonesia untuk mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap pembatasan ekspor nikel dan tidak memperluas pembatasan ke komoditas lainnya. Kebijakan Indonesia terkait nikel juga pernah mendapat penolakan dari Uni Eropa.
Uni Eropa menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan berhasil memenangkan gugatan pada Oktober 2022 lalu.
WTO menilai kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia telah melanggar Pasal XI.1 GATT 1994 dan tidak dapat dijustifikasi dengan Pasal XI.2 (a) XX (d) GATT 1994. Namun, Airlangga menegaskan Indonesia akan terus mengajukan banding.