c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

04 Agustus 2022

21:00 WIB

Aplikasi Super Pemangkas Inefisiensi

Ada 24 ribu aplikasi pemerintah, namun banyak yang malah tak efisien dan habiskan anggaran.

Penulis: James Fernando, Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Leo Wisnu Susapto

Aplikasi Super Pemangkas Inefisiensi
Aplikasi Super Pemangkas Inefisiensi
Ilustrasi aplikasi buatan pemerintah. ValidNewsID/Arief Rachman

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati curhat di hadapan delegasi pertemuan non-utama gelaran “G20: Festival Ekonomi Keuangan Digital di Bali” pada Senin (11/7/2022). Dia mengungkapkan, ada sekitar 24.000 aplikasi tersebar di berbagai kementerian dan lembaga (K/L) dan di pemerintah daerah.

Mirisnya, puluhan ribu aplikasi itu tidak beroperasi secara multifungsi. Alih-alih membuat efisien, ujungnya memboroskan anggaran negara. 

"Bayangkan kita punya 24.000 aplikasi dan setiap kementerian/lembaga itu punya 2.700 database sendiri-sendiri," ujar Sri Mulyani. 

Menkeu Sri Mulyani menekankan, jumlah itu harus dipangkas dengan gerakan intergovernmental connection atau integrasi data. Data yang terkumpul akan disederhanakan dalam satu database. 

Integrasi ini akan menghemat biaya operasi pemerintah secara lebih efisien, efektif. Serta, mengurangi risiko serangan cyber security

Dia menegaskan, tak semua instansi harus membuat aplikasi. Yang penting adalah terkoordinasi. 

“Itu digitalisasi government dan juga supaya seluruhnya itu bisa jauh lebih efisien," jelas Sri Mulyani.

Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Dedy Permadi mengamini. Dia menguraikan, aplikasi yang berbeda-beda di setiap K/L dan unit-unitnya, menyebabkan duplikasi data pemerintah secara masif. 

Mirisnya, malah tujuannya jauh panggang dari api; efisiensi pelayanan publik jadi terhambat.

Karena itu, menyambung gagasan yang disebutkan Menkeu Sri Mulyani, Dedy mengatakan, ragam aplikasi tersebut akan disatukan dalam ‘SuperApp’. 

Wacana pembuatan SuperApp Aplikasi Generik Pemerintahan Terintegrasi ini, sebut Dedy, menjalankan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2019 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (Perpres SPBE). Konsep tersebut merupakan suatu terobosan mewujudkan sistem pemerintahan berbasis elektronik, yang terpadu dan mendorong birokrasi dan pelayanan publik berkinerja tinggi.

“Konsep SuperApp dihadirkan untuk menjawab tantangan pelayanan publik melalui penyediaan layanan dan fitur untuk memudahkan komunikasi antar instansi yang terintegrasi dalam satu sistem, secara efisien, dan mengoptimalkan pemanfaatan anggaran,” urai Dedy kepada Validnews, Jumat (29/7). 

Merealisasikan wacana ini, Kemenkominfo tengah melakukan koordinasi dan komunikasi dengan K/L melalui Tim Koordinasi SPBE Nasional. Bersamaan juga, Kemenkominfo menyiapkan prototipenya, untuk layanan pemerintahan umum dan layanan perizinan.

SuperApp ini direncanakan akan memfasilitasi berbagai fitur layanan dalam satu aplikasi. “Komunikasi terus dilakukan mengingat kompleksitas layanan untuk bisa mengintegrasikan aplikasi dari kementerian/lembaga secara bertahap,” papar Dedy.

Persiapan
Fitur layanan yang akan disiapkan di aplikasi super itu di antaranya meliputi, layanan pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Kemudian, layanan kesehatan, layanan bantuan sosial. 

Ada pula layanan hukum dan keamanan. Layanan pendidikan, layanan pemerintahan umum, serta, dan layanan satu data Indonesia masuk pula. 

“Konsepnya, satu aplikasi untuk semua layanan yang ada di Indonesia, purwarupa-nya tengah disiapkan,” terang Dedy. 

Saat menyiapkan SuperApp ini, tim dari Kemenkominfo belajar dari beberapa negara. Seperti Korea Selatan dengan peringkat satu e-government di dunia. Selanjutnya, belajar di Singapura yang sudah mencoba implementasi single identity untuk memberikan layanan publik secara elektronik. Lalu belajar pula di Belanda yang sudah menerapkan ‘DigiID’ untuk layanannya. Terakhir, berangkat ke Australia yang miliki myGovID menggunakan SSO (Single Sign On) untuk layanan elektroniknya. 

Dedy menjelaskan, rencana awal, untuk mengakses SuperApp, masyarakat akan login atau registrasi melalui mekanisme SSO (single-sign-on). 

Agar lebih moncer, pemerintah memasukkan Enterprise Application Integration (EAI). EAI memiliki satu fungsi yakni, memastikan agar kualitas layanan tak terganggu. Hal ini menurut dia penting, untuk menyeimbangkan kinerja SuperApp agar menjamin keamanan data dan beban traffic akses pengguna.

Keamanan Data
Dedy memaparkan, harmonisasi berbagai aplikasi pemerintah masih terus dilakukan. Nanti, masing-masing bagian di SuperApp, akan saling terhubung melalui Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (SPLP). Beragam bagian akan ada dalam satu ekosistem back-end. Kemudian, akan terwujud sebagai SuperApp dalam front-end.

Persiapan lain, Kemenkominfo tengah menunggu hasil harmonisasi Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang interoperabilitas data. Rapermenkominfo itu telah melewati proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Kini, tengah menunggu persetujuan dari Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Nantinya, seluruh data akan terintegrasi dalam Pusat Data Nasional sebagai infrastruktur SPBE nasional dan yang ini sedang dalam tahap pembangunan di empat lokasi. Yaitu, Kota Batam, Bekasi, Labuan Bajo, dan IKN Nusantara.

Untuk sementara, data masyarakat akan disimpan di PDNS, di Surabaya. PDNS ini telah memiliki standar keamanan dan operasional Tier-IV, atau standar tertinggi pusat data. Kemudian, Kemenkominfo dan BSSN mengamankan data pemerintah dan publik di PDNS tersebut.

Sementara itu terkait dengan keamanan sibernya, Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menjadi pihak yang menjaga domain arsitektur keamanan yang disebut SPBE.

Sistem apps ini juga disebut menjamin kualitas komputasi awan (cloud) hingga hampir 100% (service level agreement atau SLA 99,99%). Skema redundansi sehingga ketersediaan layanan diupayakan selalu available juga disiapkan.

Dirincikan Dedy, kapasitas penyimpanan PDNS masing-masing sebesar delapan Petabytes. Kemudian, kapasitas memory sebesar 100 Terabytes, dan kapasitas prosesor 80.000 vCPU sudah cukup untuk mendukung interoperabilitas data Pemerintah.

Dari utilisasi eksisting oleh total 230 instansi hingga Juni 2022, tercatat total pemakaian PDNS yaitu, prosesor sebesar 41,5%, memori sebesar 69,5%, dan kapasitas penyimpanan sebesar 65%.

Utilisasi PDNS berjalan paralel dengan upaya pembangunan PDN yang direncanakan memiliki total prosesor sebesar 210.000 core, memory sebesar 1.400 Terabytes, dan kapasitas penyimpanan sebesar 200 Petabytes. Proses menuju pembangunan PDN di Batam dan Bekasi telah berjalan, sedangkan pembangunan PDN di Labuan Bajo dan IKN Nusantara diharapkan segera berjalan. Jika semua sesuai rencana, ini memang dijamin hebat.

Kekuatan Sinyal
Kekuatan di pusat data dan kecanggihan yang disebutkan Dedy, dalam realita harus berhadapan dengan kendala. Tantangan yang dihadapi untuk SuperApp adalah kualitas sinyal belum merata. Ini jadi kendala akses bagi user di beberapa daerah tertentu. Selain itu, terdapat pula tantangan kualitas SDM di bidang teknologi digital yang belum merata.  

Rencana ini dicermati Komisi Ombudsman Nasional. Komisioner Ombudsman, Yeka Hendra Fatika mengungkapkan, untuk transformasi digital di pelayanan publik, hal penting adalah masyarakat mudah memahami dan menerimanya.

Yeka mengungkapkan, Ombudsman sama sekali tidak mengetahui terkait wacana itu. Karenanya, komisi ini belum bisa menilai apakah pembuatan super app ini akan benar-benar efektif dan perlu.

Namun, dia mendorong pemerintah menjelaskan kepada publik seperti apa wacana pembuatan dan pemanfaatan aplikasi tersebut. Jangan sampai aplikasi ini tetiba muncul dan membuat banyak masyarakat serta aparatur sipil negara (ASN) merasa kebingungan. 

“Jangan-jangan dibalik rencana itu, patut diduga adalah proyek pengadaan barang dan jasa yang nilainya triliunan. Penting buat Kemenkominfo untuk menjelaskan secara transparan terkait ide-ide ini,” kata Yeka.  

Yeka juga mempertanyakan konsep SuperApp yang akan dibuat, karena menurutnya saat ini berbagai aplikasi yang ada sudah memiliki fungsinya masing-masing. Terlebih saat ini masyarakat masih menyesuaikan diri dengan berbagai layanan publik yang mulai bertransformasi digital.  

Dia juga menyarankan pemerintah untuk mempertimbangkan terkait belum meratanya jaringan internet di daerah.

Faktor Keamanan
Pakar keamanan siber dari Lembaga Riset Siber Indonesia Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha mencermati dari isu berbeda. Dia mengingatkan agar wacana pembuatan SuperApp layanan publik tidak saling tumpang tindih dengan aplikasi yang sudah ada dan saling terintegrasi.

“Jangan sampai tumpang tindih dengan aplikasi SuperApp lain yang sudah ada, kita harus menentukan terlebih dahulu mana yang bisa digabung dan mana yang tidak memungkinkan untuk digabung,” kata Pratama kepada Validnews, Rabu (3/8)

Dia menyarankan agar super App yang dibuat nanti bisa juga lebih dari satu, sesuai dengan fungsinya masing–masing dan terhubung dengan kementerian terkait.

Pratama mengatakan, jika melihat kebutuhan teknisnya kemungkinan sulit untuk super App ini hanya satu aplikasi. Dia perkirakan, mungkin bisa 5-10 berdasarkan kebutuhan. 

Misalnya, ada super App untuk ASN, ada yang khusus untuk identitas warga dan masalah administrasi. Serta yang membantu proses hukum. Mulai dari pelaporan, penyidikan sampai masukan ke pengadilan, lalu banding, kasasi dan proses hukum lainnya.

Diakuinya, ada keraguan ini bakal mulus tercipta. Ego sektoral masing-masing K/L masih kental terasa. Dia meragukan, apakah masing-masing K/L mau mengurangi ego sektoral, termasuk wewenang yang harus dibagi dengan pihak lain. Apalagi, soal pengurusan administrasi lewat SuperApp.

“Pertanyaannya, apakah Kemenkeu dan Kemenkominfo sudah melakukan pendekatan. Kalau hanya dengan bicara di depan media saja, rasanya ini sulit untuk diwujudkan secara ideal,” terang Pratama. 

Pratama menambahkan, secara gagasan, rencana penggabungan aplikasi milik pemerintah dia akui sudah baik. Namun, ada beberapa syarat yang harus diperhatikan mengenai rencana tersebut khususnya masalah keamanannya. 

Saat semua layanan semakin terkoneksi satu dengan yang lainnya maka akan semakin membuka peluang serangan siber. Bahkan dengan efek yang masif, karena data tersentralisasi. 

“Harus ditentukan dulu siapa penanggung jawabnya, apakah nanti akan dibentuk tim gugus tugas? Kalau bisa BSSN dilibatkan dalam proses pembuatannya,” saran dia. 

Pratama memberikan contoh salah satu negara dengan super app adalah negara Estonia. Meski keamanan siber diklaim pemerintah setempat memadai, tetap saja Estonia pernah kebobolan serangan dari hacker Rusia pada 2007. 

Dia pun mengingatkan, sebelum melangkah lebih jauh pada masalah SuperApp, pemerintah harus lebih dulu mempunyai pusat data nasional. Sehingga data-data yang dikelola oleh negara lokasinya bisa berada di tanah air.

Selanjutnya harus dibentuk SDM khusus untuk menangani SuperApp ini. Serta perlunya menggunakan teknologi yang paling mutakhir. Misalnya penggunaan teknologi enkripsi yang canggih lalu pengamanannya harus bagus yang bukan hanya untuk aplikasinya saja, tapi juga untuk pusat data termasuk server, dan orang-orang yang mengelola dan membuatnya.

Pelayanan Publik Terintegrasi
Soal layanan publik yang disasar aplikasi super, pemerintah sebenarnya telah membangun Mal Pelayanan Publik (MPP). 

Pada Juni lalu Wakil Presiden Ma’ruf Amin, minta seluruh kementerian, lembaga, dan juga pemerintah daerah berkomitmen untuk membangun MPP di tiap kabupaten/kota. Targetnya, pada 2024, seluruh kabupaten/kota memiliki MPP. 

Menurut Deputi Bidang Pelayanan Publik Kemenpan RB, Diah Natalisa, MPP merupakan strategi pemerintah untuk peningkatan kualitas pelayanan publik secara berkelanjutan. Pengelolaan MPP dilakukan secara terpadu dan terintegrasi untuk menyediakan layanan yang cepat, mudah, terjangkau, aman, dan nyaman bagi masyarakat. 

“Birokrasi kini bisa diurai dengan MPP dan memanfaatkan sistem satu data agar antar-instansi berkolaborasi menciptakan pelayanan cepat bagi masyarakat,” papar Diah kepada Validnews, Rabu (3/8).

Diah menjelaskan, MPP bukan hanya menyatukan seluruh layanan pemerintahan secara fisik, tetapi, yang utama secara sistem. Jadi butuh pemanfaatan data bersama, menyederhanakan pengelolaan data dan informasi dalam proses pelayanan.

Menurut Diah, pemerintah terus mengupayakan transformasi digital di bidang pelayanan publik. Agar, pemerintah memberikan pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, terukur kepada masyarakat. Prinsip utama transformasi digital pelayanan publik adalah menghadirkan pelayanan yang mampu beradaptasi.

Diah mengakui, bahwa MPP yang dibentuk selama ini masih bergantung pada dokumen fisik atau paper-based services. Namun dia meyakini, pelayanan MPP akan fully digital services, pelayanan sepenuhnya berbasis digital.

Karena itu, butuh strategi untuk digitalisasi MPP. Strategi yang membutuhkan kesiapan infrastruktur, teknologi, sumber daya aparatur dan keuangan, tingkat pengelolaan MPP yang mandiri. Termasuk meningkatkan literasi digital masyarakat. 

Hingga Juni 2022, terdapat 59 MPP yang telah diresmikan dan tersebar di penjuru Indonesia. Direncanakan hingga akhir tahun 2022, sebanyak 56 MPP juga akan siap diresmikan. 

Sebagai program prioritas, diharapkan MPP dapat berdiri di seluruh kabupaten dan kota di Indonesia pada tahun 2024. Sedang soal aplikasi super apakah akan menghilangkan peran MPP ini? Tak satu pun yang bicara menyimpulkannya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar