08 Juni 2023
10:09 WIB
Editor: Leo Wisnu Susapto
BOGOR - Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi), Bima Arya memandang, perlu ada advokasi terkait peraturan pemerintah dalam mengatur lebih sistematik terkait pengelolaan sampah dari daerah hingga pusat.
Bima Arya dalam keterangan tertulisnya di Bogor, Rabu (7/6) mengatakan, pendekatan soal persampahan belum komprehensif, totalitas, sistemik dan masif.
Menurut dia, perpres (peraturan presiden) belum maksimal untuk membangun gerakan yang terstruktur, sistematis dan masif.
Komitmen anggaran saja masih minim, sedangkan rata-rata setiap APBD kota tidak sampai 1-2% menganggarkan untuk pengelolaan sampah.
“Perlu intervensi dan kolaborasi pusat dan daerah bahkan pemerintah dan swasta,” lanjut dia seperti dikutip dari Antara.
APEKSI bersama CSEAS Indonesia dengan dukungan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) dilaksanakan dalam rangkaian HUT ke-23 Apeksi di Palembang, Sumatra Selatan, pada 6 Juni 2023. Serta, telah mengadakan dialog kebijakan nasional bertajuk 'Peningkatan Pengelolaan Sampah Perkotaan Menuju Kota Berkelanjutan.
Oleh karena itu, Bima menyatakan, Apeksi akan mendorong advokasi Perpres yang lebih baik. Karena terbukti, intervensi pusat dalam operasional itu efektif. Namun, perlu kajian dan masukan dari bawah.
"Dinas LH harus ikut merumuskan kebijakan nasional yang mendorong upaya di tingkat kota. Diskusikan seperti apa bentuk Perpres yang lebih baik, untuk pendanaan, kelembagaan dan regulasi yang lebih tajam dan praktis bagi daerah. Apeksi siap membuat kajian lebih serius, dan melahirkan policy brief untuk Presiden, Kementerian/Lembaga di Pusat dan termasuk kepada Kepala Daerah," ungkap Wali Kota Bogor ini.
Bima Arya mengemukakan, masalah sampah memang belum jelas penyelesaiannya.
"Hari ini kita bangga sekali Indonesia jadi satu dari 20 negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Diprediksi pada 2045, sangat mungkin Indonesia masuk lima besar ekonomi dunia. Tapi di saat yang sama, ada satu masalah yang belum jelas penyelesaiannya adalah soal sampah," lanjut dia.
Dia menyebutkan, sekitar 70% lebih sampah ditimbun di tempat pembuangan akhir (TPA), 15% tidak terangkut, yang didaur ulang mungkin 10-15% saja.
Dia mengemukakan, kondisi ini menjadi indikasi bahwa negara sedang mengalami darurat sampah. Belum lagi ada berapa kota yang TPA-nya bermasalah, tidak punya TPA, ditolak warga dan lain sebagainya, serta adanya kesukaran dalam mencari lahan TPS di kelurahan atau RW.