JAKARTA - Pakar kesehatan pernapasan IPB University, Desdiani mengungkapkan, anomali suhu udara berpengaruh terhadap lonjakan kasus flu dalam beberapa minggu terakhir. Saat ini, suhu udara rata-rata di Indonesia pada September 2025 mencapai 26,91°C, sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata suhu klimatologis 26,56°C.
“Anomali suhu ini merupakan yang tertinggi ketujuh sejak 1981 dan berpotensi meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap infeksi saluran pernapasan,” terang Desdiani dikutip dari laman resmi IPB University, Sabtu (8/11).
Dia melanjutkan, belakangan ini fluktuasi suhu diurnal atau perbedaan suhu antara siang dan malam hari juga cenderung semakin besar. Variabilitas suhu per jam bahkan mencapai 4–5°C. Contohnya, suhu saat jam 12.00 mencapai 37°C, lalu turun menjadi 32,5°C satu jam kemudian.
Dia menjelaskan, kondisi itu membuat sistem pertahanan saluran pernapasan menurun. Dampaknya, virus influenza lebih mudah masuk dan menginfeksi tubuh.
"Saat tubuh belum sempat beradaptasi dengan perubahan suhu yang cepat, risiko terinfeksi virus influenza meningkat,” tambahnya.
Dia juga berkata, lonjakan kasus flu turut dipengaruhi oleh perubahan iklim, urbanisasi, dan polusi udara yang memperkuat penyebaran penyakit. Peningkatan jumlah bangunan dan berkurangnya ruang hijau juga menyebabkan suhu mikro di daerah padat penduduk menjadi lebih tinggi.
Di saat yang sama, polutan seperti aerosol menurunkan kualitas udara dan memperlemah daya tahan tubuh. Kondisi ini mempercepat penyebaran virus influenza tipe A dan B yang menjadi penyebab utama wabah musiman.
Menurut Desdiani, kondisi ini menunjukkan perubahan iklim dan penurunan kualitas udara bukan sekadar isu lingkungan, tapi juga masalah kesehatan publik. Oleh karena itu, mitigasi lingkungan harus menjadi bagian dari strategi pencegahan penyakit menular.
Di samping itu, dia menyampaikan vaksinasi influenza tahunan merupakan langkah penting untuk mencegah kasus flu berat dan komplikasi. Vaksinasi efektif menurunkan risiko rawat inap, pneumonia, dan kematian, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, ibu hamil, dan individu dengan penyakit kronis atau imun lemah.
“Vaksin bukan hanya melindungi individu, tetapi juga membantu membangun kekebalan komunitas, sehingga dapat menekan potensi wabah luas,” pungkas Desdiani.