c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

NASIONAL

13 Juni 2024

19:52 WIB

Analis: Ada Risiko Greenwashing Dari Pertumbuhan PLTU Captive

Total, ada rencana pembangunan PLTU captive dengan kapasitas 21 GW di seluruh Indonesia, yang setara setengah dari total kapasitas pembangkit nasional 2023, sebesar 40,7 GW

<p>Analis: Ada Risiko <em>Greenwashing </em>Dari Pertumbuhan PLTU <em>Captive</em></p>
<p>Analis: Ada Risiko <em>Greenwashing </em>Dari Pertumbuhan PLTU <em>Captive</em></p>

Ilustrasi Greenwashing. dok.Shutterstock/petrmalinak

JAKARTA - Analis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Ghee Peh mengingatkan para pemangku kepentingan, terkait risiko greenwashing dari rencana investasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) captive.

“Kami meyakini, PLTU captive akan menjadi pendorong utama permintaan batu bara Indonesia di masa mendatang,” ujar Peh dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Kamis (13/6).

Untuk diketahui, PLTU captive adalah pembangkit listrik batu bara yang dioperasikan dan dipakai di luar jaringan listrik oleh pelaku industri. Pembangkit ini, biasanya dioperasikan oleh perusahaan tertentu untuk menyuplai kebutuhan listriknya sendiri.

“Meski Pemerintah Indonesia mendorong produksi nikel dan aluminium untuk mendukung transisi energi, penting juga untuk menyadari potensi risiko greenwashing dari rencana investasi PLTU captive,” kata Peh.

Asal tahu saja, greenwashing adalah sebuah strategi untuk membuat orang percaya suatu perusahaan berbuat lebih banyak untuk melindungi lingkungan daripada yang sebenarnya dilakukan. Dengan kata lain, greenwashing merupakan taktik yang digunakan oleh perusahaan untuk ‘menipu’ konsumen agar percaya produk, layanan, atau misi organisasi mereka yang menyatakan kepedulian pada lingkungan. Padahal, tidak benar-benar berdampak bagi kelestarian lingkungan atau bahkan sebaliknya.

Dalam laporan sebelumnya, Peh mengungkapkan terdapat total rencana pembangunan PLTU captive dengan kapasitas 21 GW di seluruh Indonesia, yang setara setengah dari total kapasitas pembangkit nasional 2023 sebesar 40,7 GW.


Ilustrasi greenwashing. Shutterstock/Ivan Marc 


Peh juga menghitung, PLTU captive yang saat ini sudah beroperasi mencapai 13 GW atau setara 32% dari total kapasitas 2023 (40,7 GW). Tambahan kapasitas 21 GW diperkirakan menaikkan porsi PLTU captive hingga 52% dari total kapasitas pembangkit listrik Indonesia pada 2023.

“Indonesia hanya mempunyai waktu kurang dari tujuh tahun untuk memenuhi komitmen Perjanjian Paris, yakni memangkas emisi CO2 hingga 32 persen pada 2030. Prospek pertumbuhan masif PLTU baru kemungkinan akan menimbulkan kekhawatiran di antara anggota Just Energy Transition Partnership (JETP),” ujar Peh menjelaskan.

Lantaran memiliki intensitas karbon yang tinggi, Peh meyakini PLTU captive yang dioperasikan oleh pelaku industri, dapat menghambat komitmen dekarbonisasi dan transisi energi yang ditetapkan dalam kesepakatan JETP senilai US$20 miliar.

Kapasitas Terpasang
Pemerintah Indonesia juga melalui dokumen penurunan emisi nasional (Nationally Determined Contributions/NDC) yang merupakan mandat Perjanjian Paris, memiliki komitmen untuk menurunkan emisi CO2 32 persen pada 2030. “Rencana investasi baru di sektor batu bara diragukan akan membantu upaya Indonesia mencapai target tersebut tepat waktu,” kata Peh.

Sebelumnya, menurut laporan dari Global Energy Monitor (GEM) dan Centre for Research on Energy and Clean Air (CREA), dalam kurun waktu 10 tahun, dari 2013 sampai 2023, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara captive tumbuh sekitar 10 kali lipat.

Kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia sekitar 1,4 gigawatt pada 2013, sepuluh tahun kemudian, atau pada 2023, kapasitas terpasang PLTU captive di Indonesia mencapai 10,8 GW dari 117 unit. Dari total kapasitas terpasang PLTU captive, lebih dari separuh tepatnya 67 persen atau 7,273 GW di antaranya dipakai untuk industri nikel.

Analis CREA Katherine Hasan mengatakan, pengembangan PLTU captive di Indonesia tercatat lima kali lebih cepat dibandingkan negara-negara lain di dunia dalam 10 tahun terakhir. "Negara ini tidak mampu menghilangkan pembangkit listrik ini dari perencanaan transisi energi ramah lingkungan," ucapnya.

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar