15 Maret 2025
08:11 WIB
Alasan Prabowo Setuju Cabut Moratorium PMI Ke Arab Saudi
Indonesia cabut moratorium kirim PMI ke Arab Saudi segera setelah MoU dengan Kerajaan Arab Saudi pada Maret 2025.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi pekerja migran Indonesia antre di pintu imigrasi. AntaraFoto/Aswaddy Hamid.
JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto menyetujui moratorium kerja sama penempatan pekerja migran Indonesia di Arab Saudi dengan sejumlah alasan.
“Presiden segera mencabut moratorium mengingat ada potensi devisa yang masuk ke Indonesia mencapai Rp31 triliun,” ungkap Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding saat memberikan keterangan pers di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (14/3).
Pernyataan itu dia utarakan usai menemui Presiden Prabowo guna membahas dibukanya kembali kerja sama penempatan pekerja migran Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi.
Karding menjelaskan, potensi devisa remitansi yang masuk mencapai Rp31 triliun dari penempatan sekitar 600 ribu orang pekerja migran ke Arab Saudi. Terdiri dari 400 ribu orang pekerja domestik lingkungan rumah tangga dan 200 ribu hingga 250 ribu orang dari pekerja formal.
Pengiriman pekerja migran Indonesia itu akan disahkan melalui nota kesepahaman yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi dalam waktu dekat di Jeddah, Arab Saudi.
Jika nota kesepahaman dapat ditandatangani sesuai rencana pada Maret ini, pemberangkatan tahap awal pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi dilakukan mulai Juni dengan kuota yang disesuaikan dari pemerintah Indonesia.
Presiden Prabowo, usai mendapatkan laporan ini, pun meminta untuk segera disiapkan skema pelatihan untuk pekerja.
Baca: Moratorium TKI Suburkan Perdagangan Orang
Moratorium penempatan pekerja migran Indonesia ke Arab Saudi telah dilakukan Pemerintah Indonesia sejak tahun 2015 sampai sekarang. Kebijakan itu dilakukan karena adanya penyelundupan sedikitnya 25 ribu orang pekerja setiap tahun yang berangkat ke Arab Saudi secara ilegal atau nonprosedural.
Karding juga menyampaikan Presiden setuju menghentikan moratorium karena Kerajaan Arab Saudi menjamin pelindungan PMI dan gaji yang lebih baik.
Karding menjelaskan, hasil perundingan dengan Kementerian Tenaga Kerja Arab Saudi, para pekerja akan mendapat jaminan gaji minimal angka 1.500 Riyal Saudi atau setara Rp7,5 juta.
Selain itu, pekerja juga mendapat berbagai pelindungan kesehatan, jiwa, hingga ketenagakerjaan, serta adanya integrasi data untuk memantau pekerja yang direkrut secara nonprosedural.
"Jadi yang unprocedural otomatis akan masuk datanya nanti dan kita kontrol bersama. Jadi kami integrasi data mereka dengan data kita, jadi insyaallah ke depan jauh lebih baik," kata Karding.
Karding menjelaskan Pemerintah Indonesia melakukan moratorium kerja sama penempatan PMI di Arab Saudi sejak 2015 dan kini kerja sama itu akan dibuka kembali karena adanya perbedaan kepemimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS) yang menjanjikan pelindungan terhadap PMI.
"Selama ini memang kita ketahui di Arab Saudi itu pelindungannya minim yang jadi pertimbangan moratorium. Di bawah Raja baru MBS ini, pelindungan mereka jauh lebih baik, sekarang maju," kata Karding.
Terkait skema kerja sama, Karding menyebutkan model yang diterapkan serupa dengan yang berlaku di Hong Kong dan Taiwan. Yakni, perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI) akan bekerja sama dengan agensi di Arab Saudi.
Setiap PMI yang telah menyelesaikan kontrak dua tahun akan mendapatkan bonus umroh dari Pemerintah Arab Saudi.