c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

28 Juli 2023

20:10 WIB

Akademisi: Satgas PPKS Di Lingkungan Kampus Masih Sangat Dibutuhkan

Data yang diterima Komnas Perempuan RI periode 2015-2021 mencatat, sebanyak 35% dari total laporan kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus

Akademisi: Satgas PPKS Di Lingkungan Kampus Masih Sangat Dibutuhkan
Akademisi: Satgas PPKS Di Lingkungan Kampus Masih Sangat Dibutuhkan
Guru Besar Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof. Dr. Alfitri, M.Si. dok. ist

PALEMBANG – Kekerasan seksual di dunia pendidikan masih saja menjadi problem yang seolah tak pernah habis untuk dibahas. Teranyar, kabar bukan datang dari kasus, tetapi justru dari informasi yang menyebutkan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Indonesia (UI), dikabarkan menghentikan penerimaan laporan kasus kekerasan seksual terhitung Senin (24/07). 

Selanjutnya, mereka hanya akan menyelesaikan kasus-kasus yang masih berjalan atau sedang ditangani. Keputusan tersebut diklaim diambil karena absennya dukungan dan tanggung jawab universitas dalam menyediakan sumber daya memadai untuk biaya operasional satgas.

Kondisi ini disayangkan oleh sejumlah pihak, baik dari dalam maupun luar lingkungan kampus tersebut. Pasalnya, membentuk dan menjalankan Satgas PPKS di lingkungan perguruan tinggi telah diamanatkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) lewat Permendikbud No. 30 Tahun 2021. Mendikbud Nadiem Makarim menjelaskan, beleid tersebut merupakan upaya untuk memberikan perlindungan terhadap civitas academica.

Layanan penanganan kekerasan di ranah perguruan tinggi atau sederajat, memang telah isu mendesak dan perlu jadi perhatian. Menilik data kasus yang diterima Komnas Perempuan RI periode 2015-2021, sebanyak 35% dari total laporan kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus. 

Tak heran jika perang terhadap kasus kekerasan seksual tak hanya dibebankan pada Satgas PPKS universitas. Dinas PPPA di provinsi dan kabupaten/kota pun perlu bekerja sama dengan pihak kampus untuk melakukan upaya pencegahan serta memberikan fasilitas, sosialisasi, kampanye, dan literasi lainnya terkait Undang-Undang No. 12 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di kalangan mahasiswa, dosen, dan civitas akademika lainya.

Meski begitu, peran besar universitas sebagai institusi yang berpotensi menjadi lokasi kekerasan atau pelecehan seksual tetap tidak boleh dinafikan begitu saja, baik dalam mencegah atau menangani perkara. Guru Besar Universitas Sriwijaya (Unsri) Prof. Dr. Alfitri, M.Si. berpendapat, kampus seharusnya menjadi rumah kedua yang aman bagi penghuninya.

“Kampus mestinya jadi tempat di mana para penghuninya terbebas dari ancaman kekerasan seksual. Universitas punya peran penting dalam mengajarkan nilai-nilai humanis pada mahasiswa,” ucapnya, Jumat (28/7). 

Karena alasan itulah, dia menilai Satgas PPKS di tiap perguruan tinggi punya peran penting. Menurut Alfitri, tanggung jawab Satgas PPKS tak hanya terbatas pada penyelesaian laporan atau kasus yang terjadi. Tetapi juga dalam mengedukasi dan mengarahkan bagaimana pencegahan kekerasan seksual dapat dilakukan.

Berkaca dari pengalaman terdahulunya yang sempat menjadi bagian dari Satgas PPKS di Unsri, sosok yang kini menjabat Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) ini menegaskan, upaya preventif terhadap kekerasan seksual di kampus harus dilakukan secara masif. Hal ini dikarenakan peluang terjadinya kasus kekerasan seksual yang sangat besar.

“Harus masif dan harus aktif antisipasinya. Tak hanya brosur dan poster, tapi juga antisipasi ruang pertemuan antar pihak. Misalnya, jangan sampai membiarkan dua orang berduaan, menyediakan CCTV, sehingga ruang gerak kekerasan seksual bisa dibatasi,” ucapnya. 

Universitas, dalam hal ini rektorat, lanjutnya, juga tidak dapat melempar tanggung jawab begitu saja. Sebaliknya, rektorat di perguran tinggi, harus berkomitmen mendampingi serta memberi ruang dan sarana bagi satgas untuk berjalan. Termasuk dengan terus memfasilitasi pendanaan, serta mengawal dan mengevaluasi politik anggarannya secara berkala.

Sebelumnya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menekankan seluruh perguruan tinggi, perlu menunjukkan komitmennya untuk menghapus segala bentuk kekerasan seksual di kampus. Kebijakan tersebut bisa dilakukan melalui implementasi Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.

"Seluruh perguruan tinggi agar mengimplementasikan Permendikbudristek PPKS sebagai komitmen nyata penghapusan segala tindak dan bentuk kekerasan seksual di kampus," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA Ratna Susianawati beberapa waktu lalu.

Melihat maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus, Ratna Susianawati berharap seluruh pihak dapat melakukan upaya sinergi dan kolaborasi agar kejadian tersebut tidak terulang kembali.
 
"Dinas PPPA yang ada di provinsi dan kabupaten/kota diharapkan dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk melakukan upaya pencegahan dan memfasilitasi, sosialisasi, kampanye, dan literasi terkait Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual di kalangan mahasiswa, dosen, dan sivitas akademika lainnya," kata Ratna Susianawati.

Program Holistik Mahasiswa
Alfitri juga menyoroti pentingnya universitas membangun rasa saling menghargai hak sesama dalam diri mahasiswa. Hal ini dapat menjadi salah satu cara untuk meredam potensi mereka melakukan kekerasan atau pelecehan seksual di kampus. 

Idealnya, universitas memiliki rencana menyeluruh yang mendukung pertumbuhan dan pengembangan mahasiswa sebagai individu. Tak sebatas soal akademis, namun juga hal-hal yang terkait perilaku dan mental. Dengan begitu, peserta didik tak hanya hadir sebagai pribadi yang cerdas, namun juga beradab.

Terkait pembangunan karakter dalam diri mahasiswa, Alfitri memang secara khusus memiliki cita-cita untuk Universitas Sriwijaya. Dalam program Holistic Student Empowerment Initiative yang diusungnya pada ajang Pemilihan Rektor Unsri 2023 mendatang, dia meramu strategi agar kampus tempatnya berkarir tersebut, dapat mendukung kesejahteraan dan kesuksesan mahasiswa dalam berbagai aspek kehidupan.

Program tersebut meliputi pembentukan student life center, pengembangan program ekstrakurikuler, layanan kesehatan mental dan fisik, pelatihan kepemimpinan, dan partisipasi aktif dalam kehidupan kampus dan komunitas. Berbagai lembaga universitas dilibatkan dalam program terintegrasi ini, termasuk layanan bimbingan konseling hingga Satgas PPKS. Tujuan untuk mendukung kesejahteraan dan kesuksesan mahasiswa dalam berbagai aspek kehidupan.

Sebagai informasi, Alfitri sendiri akan bersaing dengan dua calon rektor lainnya yang lolos ke tiga besar Pemilihan Rektor Universitas Sriwijaya. Acara Pemilihan Rektor Universitas Sriwijaya tersebut akan diselenggarakan pada Kam is, 3 Agustus 2023 nanti. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar