28 Juli 2022
20:21 WIB
Penulis: James Fernando
Editor: Nofanolo Zagoto
JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Kota Makassar kembali menggelar sidang gugatan perdata terhadap enam media setempat pada Kamis (28/7). Dalam sidang ini, empat dari enam media menghadirkan Imam Wahyudi, selaku saksi ahli dari Dewan Pers.
Imam menjelaskan kepada majelis hakim dan pihak tergugat dan penggugat bahwa penanganan sengketa pers diatur dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Iman juga menerangkan bahwa mekanisme penyelesaian sengketa pers atau keberatan atas penerbitan berita oleh media massa (karya jurnalistik) berada pada wilayah etika profesi.
Hal ini disampaikan Imam untuk merespons pertanyaan kuasa hukum penggugat yang bertanya apakah produk jurnalistik atau berita dinilai melanggar dapat langsung digugat ke pengadilan menggunakan hukum perdata tanpa melalui Dewan Pers.
"Bila berkaitan dengan delik pers, maka itu penyelesaiannya di Dewan Pers terlebih dahulu. Untuk mengetahui apakah berita yang dimaksud itu melanggar kode etik profesi atau bukan, tentu kewenangan itu ada di Dewan Pers," kata Imam yang juga Anggota Dewan Pers, Ketua Komisi Pengaduan Masyarakat & Penegakan Etika Pers Periode 2016-2019 itu.
Jadi, itu sebabnya penyelesaian tentang karya jurnalistik harus melalui Dewan Pers sebelum masuk ke proses peradilan. Terlebih, penyelesaian melalui beleid itu telah digunakan lintas rezim.
"Seperti yang dijelaskan Prof Bagir Manan dalam bukunya bahwa UU Pers itu adalah lintas rezim, jadi ada pidana, perdata hukum acara dan seterusnya. Oleh karena itu, mestinya mendahulukan mekanisme di Dewan Pers," jelas Imam.
Dalam penerapannya, Dewan Pers akan melakukan verifikasi apakah ada kekeliruan, melanggar kode etik atau tidak. Kemudian, menganalisa temuan itu sebelum mengeluarkan rekomendasi soal ada pelanggaran hukum atau tidak.
"Namun soal gugatan langsung ke PN itu adalah hak warga negara. Tetapi, dampaknya akan panjang, serta tentu merampas hak-hak kemerdekaan Pers," sambung Imam.
Asas Perimbangan
Imam menegaskan, seluruh jenis pemberitaan oleh media massa wajib terverifikasi guna memenuhi asas perimbangan, kecuali berita yang berasal dari sumber yang kredibel dalam bidangnya.
"Misalnya keterangan dari pihak Kepolisian, Kejaksaan dan sebagainya, karena sumbernya itu dianggap kredibel, maka berita itu bisa ditayangkan. Tapi bila ada yang keberatan atas berita tersebut, maka Pers wajib memberikan fasilitas hak jawab dan hak koreksi," tambah Imam.
Sementara berita yang berasal dari konferensi pers dan berkaitan dengan kepentingan umum dapat dikecualikan. Bila, sumber lain yang terkait dengan hal tersebut tidak dapat dihubungi atau sengaja menghindar dari upaya konfirmasi media.
Pada sidang itu, majelis Hakim sempat meminta penjelasan Iman soal mekanisme hak jawab seperti yang tercantum dalam ayat 2 dan 3 UU Pers yang menyebut pers wajib melayani hak jawab dan Pers wajib melayani hak koreksi.
"Jadi hak jawab yang dimaksud itu diberikan setelah berita itu sudah tayang. Berita dinilai merugikan atau terdapat kekeliruan di dalamnya. Tapi Hak Jawab itu bersifat pasif, artinya pihak yang merasa dirugikan yang harus meminta hak jawab itu ke pers," tambah Imam.
Mendengar keterangan tersebut, majelis hakim pun mengakhiri pertanyaannya sekaligus menutup sidang tersebut. Majelis Hakim kemudian mengagendakan sidang selanjutnya pada Kamis 4 Agustus 2022.
Sebagai informasi, enam media di Makassar, yakni Antara News, MakassarToday, KabarMakassar, LPP RRI Stasion Makassar, TerkiniNews dan CelebesNews digugat perdata di PN Makassar dengan No: 1/Pdt G/2022/PN Mks tertanggal 5 Januari 2022.
Gugatan tersebut dilayangkan pihak penggugat lima tahun setelah berita dilansir enam media. Penggugat menilai pemberitaan enam media telah menimbulkan kerugian materi hingga mencapai Rp100 triliun.
Namun, selama proses persidangan, hanya empat media tergugat yang hadir. Dua media, yakni TerkiniNews dan CelebesNews, tidak menggunakan haknya di pengadilan.