c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

05 Maret 2024

21:00 WIB

Agar Makan Siang Gratis Tak Salah Sasaran

Tujuan program makan siang gratis yang baik bisa berbenturan dengan kesediaan anggaran dan potensi penyelewengan

Penulis: James Fernando

Editor: Leo Wisnu Susapto

Agar Makan Siang Gratis Tak Salah Sasaran
Agar Makan Siang Gratis Tak Salah Sasaran
Sejumlah siswa menunjukkan makanan gratis saat simulasi program makan siang gratis di SMP Negeri 2 Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (29/2/2024). Antara Foto/Sulthony Hasanuddin

 JAKARTA – Akhir Februari 2024, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang menggelar simulasi program makan siang gratis. Simulasi program usungan calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka di kampanye piplres itu dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Curug pada Kamis (29/2). Dana yang digunakan berasal dari anggaran dari Pemkab Tangerang.

Ada empat menu disuguhkan pada simulasi itu. Semua menu dipatok seharga Rp15 ribu per porsi, sama seperti penghitungan pemerintah yang dipaparkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto saat acara itu. 

Prabowo dalam pelbagai kesempatan menguraikan alasan gagasannya itu. Rencana makan siang gratis itu ditujukan untuk meningkatkan gizi anak guna meningkatkan konsentrasi dan prestasi, menyamakan peluang serta dukungan bagi keluarga berpenghasilan rendah.

Sasarannya, makan siang akan diberikan kepada 22,3 juta balita, 7,7 juta murid TK, dan 28 juta siswa SD, dan mereka yang menjadi siswa madrasah/SMP sebanyak 12,5 juta orang mulai 2025. Program ini diinisiasi  setelah pemerintahan baru bekerja nanti dengan anggaran lebih dari Rp400 triliun per tahun.

Prabowo Subianto berjanji saat kampanye, berencana menyediakan makan siang dan susu gratis kepada 78,5 juta siswa di sekitar 400.000 sekolah di seluruh negeri. Program ini menargetkan kekurangan gizi dan pertumbuhan terhambat atau stunting.

Program yang dijadwalkan berjalan hingga tahun 2029 itu ditaksir membutuhkan dana hingga Rp450 triliun. Menurut perwakilan tim kampanye Prabowo, anggaran yang diperlukan untuk pengadaan makan siang gratis dan pemberian susu pada tahun pertama mencapai Rp100 triliun hingga Rp120 triliun.

Meski rencana ini akan dilaksanakan oleh pemerintahan baru, hal ini sudah diulas di rapat kabinet yang dipimpin Presiden Jokowi. Juga, muncul pula simulasi di Kabupaten Tangerang itu, yang dihadiri Menko Airlangga.

Pemenuhan Gizi
Gagasan memenuhi gizi anak untuk menekan stunting atau tengkes, cukup relevan. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, angka stunting di Indonesia 21,6%, menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 24,4%, dan tahun 2024 pasang target sebesar 14%. 

Kemenkes dalam buku Panduan Hari Gizi Nasional 2024 menguraikan, stunting dapat terjadi sejak sebelum lahir. Hal ini dapat dilihat dari prevalensi stunting berdasarkan kelompok usia hasil SSGI 2022, dimana terdapat 18,5% bayi dilahirkan dengan panjang badan kurang dari 48 cm. Karenanya, amatlah penting memenuhi gizi ibu sejak hamil. 

Idealnya, bayi harus mendapatkan ASI eksklusif pada enam bulan pertama kehidupannya. Setelah bayi berusia enam bulan, pemberian ASI tetap dilanjutkan disertai dengan pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) yang memenuhi syarat tepat waktu, adekuat dan kaya protein hewani, aman dan diberikan dengan cara yang benar. Dan, anak juga harus dipantau pertumbuhannya setiap bulan.

Hasil survei menunjukkan, risiko terjadinya stunting meningkat sebesar 1,6 kali dari kelompok umur 6-11 bulan ke kelompok umur 12-23 bulan (13,7% ke 22,4%). Hal ini menunjukkan kegagalan dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) sejak usia enam bulan, baik dari segi kesesuaian umur, frekuensi, jumlah, tekstur dan variasi makanan.

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia adalah 2.100 kkal dan 57 gram protein. Data Food and Agriculture Organization (FAO) menyimpulkan, konsumsi telur, daging, susu dan produk turunannya di Indonesia termasuk rendah di dunia. 

Disebutkan, konsumsi telur warga Indonesia berada di antara 4-6 kg/tahun. Konsumsi daging kurang dari 40 g/orang, serta konsumsi susu dan produk turunannya berada pada kisaran 0-50 kg/orang/tahun.

Tetapi, berdasarkan Susenas tahun 2022, konsumsi protein per kapita Indonesia sudah berada diatas standar kecukupan konsumsi protein nasional yaitu 62,21 gram. Namun, masih cukup rendah untuk sumber protein hewani, 4,79 gram, sedangkan telur dan susu sebanyak 3,37 gram. 

Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, konsumsi daging di Indonesia masih tergolong sedikit. Penyebabnya adalah harganya terbilang mahal.

Penyimpangan
Namun, untuk memenuhi stándar gizi dengan makan siang dan susu gratis, bukan lah hal mudah. Apalagi jika menyangkut anggaran negara yang akan digunakan. 

Beragam reaksi pun muncul terhadap hal ini. Utamanya menyoroti asal dana yang akan digunakan untuk memenuhi program itu. Salah satunya Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) yang menolak usulan pendanaan program makan siang gratis menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Mereka menilai, dana masih minim dan tidak mencukupi kebutuhan sekolah.

"Sekolah bisa tidak dapat membeli ATK (alat tulis kantor), membayar listrik, air, guru honorer, dan lain-lain karena habis buat makan siang gratis," kata FSGI dalam rilis tertulis, Minggu (3/3).

FSGI merinci, dana BOS untuk jenjang PAUD hanya mencapai Rp700.000 per anak per tahun. Diikuti jenjang SD sebesar Rp900.000, jenjang SMP Rp1,1 juta, jenjang SMA Rp1,5 juta, jenjang SMK Rp1,6 juta, dan jenjang SLB Rp3,5 juta. Total dana BOS yang dikucurkan pemerintah saat ini mencapai Rp59,08 triliun per tahun.

Sementara itu, dana BOS Afirmasi hanya diterima sedikit sekolah. Umumnya dana yang diterima sekitar puluhan juta per sekolah, jarang mencapai ratusan juta. 

Jika anggaran makan siang gratis dibebankan pada dana BOS, baik itu BOS Reguler, BOS Kinerja, maupun BOS Afirmasi, maka pembiayaan pendidikan akan tergerus. FSGI menyebutkan, tujuan dana BOS untuk mencapai pendidikan berkualitas jelas tidak akan tercapai.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mempersoalkan hal sama. Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) P2G, Feriyansyah sejatinya mendukung gagasan ini. Karena, beberapa negara sudah menerapkan jauh-jauh hari. Apalagi, program ini positif untuk kesehatan anak-anak.

Namun, bila program ini memakai dana BOS, dinilai tidak tepat. Lantaran, implikasi dari dana BOS sendiri belumlah efektif. Seperti, masih banyak digunakan untuk belanja selain kepentingan sekolah.

Jika hal itu tak jua dibereskan, ditambah beban anggaran digunakan untuk program ini, dikhawatirkan hanya memunculkan penyimpangan.

“Lalu bagaimana dengan nasib pendidikan dan tujuan program makan siang gratis untuk anak-anak ini,” urai Feriyansyah, kepada Validnews, Senin (4/3).

Kekhawatiran lain juga muncul karena, program ini akan menggunakan pihak ketiga atau vendor. P2G menilai, ini membuka peluang besar untuk penyelewengan. Tujuan memperbaiki gizi anak malah tak tercapai.

Dia mengusulkan, skema makan siang gratis pembiayaannya tidak diambil dari anggaran pendidikan termasuk BOS. Apalagi, APBN yang sekarang saja, belum mampu menyejahterakan guru, memperbaiki fasilitas sekolah dan memajukan kualitas pendidikan kita. 

Untuk sekolah jenjang SD data BPS menunjukkan 60,60% ruang kelas dalam kondisi rusak pada tahun ajaran 2021/2022. Mestinya hal ini menjadi fokus perhatian pemerintah.

Merujuk penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2021, praktik korupsi di sektor pendidikan termasuk dalam lima besar korupsi. Bersama dengan korupsi anggaran desa, pemerintahan, transportasi hingga perbankan.

Dari 240 kasus korupsi di sektor pendidikan pada periode 2016-2021, korupsi dama BOS tergolong yang terbanyak. Jumlahnya mencapai 52 kasus. Sebanyak 37 kasus atau 71% di antaranya terjadi di level sekolah dan selalu melibatkan kepala sekolah. Ada 14 kasus lainnya terjadi di level dinas pendidikan. 

Modus paling banyak adalah laporan fiktif. Total, ada 113 tersangka dari kasus korupsi dana BOS. Sebanyak 87 orang di antaranya kepala sekolah, bendahara sekolah dan pihak lain di sekolah. Ada juga pegawai dinas pendidikan, Kejaksaan, kepala daerah dan swasta.

Peneliti ICW Almas Sjafrina menilai, bila bertumpu dengan anggaran dana BOS, bisa saja hanya memberikan peluang korupsi baru kepada oknum-oknum tertentu.

Kemungkinan Ada Aktor Baru
Almas juga menduga, ada potensi aktor korupsi baru jika dana BOS digunakan untuk program makan siang gratis. Karena, hampir tak mungkin pemerintah tak melibatkan rekanan untuk melaksanakan program ini. Entah penyedia jasa makanan atau pembelian bahan baku.

Peneliti ICW ini mempertanyakan mekanisme yang akan dilakukan seperti apa. Sebab, sektor barang dan jasa juga termasuk salah satu sektor korupsi dengan jumlah yang tinggi. Modus yang dipakai adalah penggelembungan harga.

“Kalau tidak dipikirkan dengan baik, penerima manfaat akan dirugikan,” kata Almas, kepada Validnews, Senin (4/3).

Kekhawatiran sama dirasakan oleh Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Dia menyerukan, meski belum pasti sumber anggaran yang akan digunakan oleh pemerintah ini, biaya makan siang gratis senilai Rp15 ribu per anak atau Rp450 triliun per tahun ini harus diawasi secara ketat. 

Menurut Bhima,  perencanaan dan pengawasan merupakan dua hal yang harus dijalankan untuk melaksanakan sebuah program dengan anggaran besar. Kedua hal tersebut dapat dimanfaatkan untuk mencegah tindak pidana korupsi ini.

“Anggaran ini rentan untuk dikorupsi karena berkaitan dengan pengadaan barang yang cukup masif. Karena itu (program ini.red) belum tentu efektif. Harus ada ukuran yang jelas sebelum nanti angkanya diterapkan,” kata Bhima, kepada Validnews, Senin (4/3).

Tak hanya masalah korupsi, ada potensi kolusi yang harus diwaspadai karena rentan terjadi dalam program ini. Bila menggunakan pihak ketiga, harus ada transparansi dan dapat ditelusuri latar belakang penyedia barang dan jasa ini.

Baiknya, juga harus terang disebutkan, apakah vendor itu memiliki kedekatan dengan pemerintah baik di pusat maupun daerah, ataupun dinas dan instansi pelaksana. Hal ini untuk memastikan program makan siang ini melibatkan para pelaku UMKM di seluruh Indonesia.

Untuk meredam risiko korupsi dan kolusi itu, pemerintah seharusnya melaksanakan program ini secara bertahap, dimulai dari tingkat kabupaten dengan indikator angka stunting atau gizi buruk yang tinggi.

"Jadi dimulai dulu dari beberapa daerah khususnya Maluku, Papua hingga NTT biar pengawasannya lebih gampang. Apalagi anggaran makan di sana tidak mungkin Rp15 ribu, karena harga bahan bakunya berbeda dengan di Jawa. Ini untuk tahu apakah anggaranya benar Rp15 juga atau tidak,” ucap Bhima, Senin (4/3).

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku belum punya kekhawatiran soal program makan siang dan susu gratis itu. Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan menuturkan, pihaknya belum bisa menilai bagaimana celah dan potensi korupsi dari program ini. Sebab, program ini belum dirancang secara detil baik oleh oleh pemerintah maupun dari pengusung usulan. 

Sebagai langkah awal dalam menelisik ada tidaknya potensi korupsi, biasanya  KPK akan melakukan analisa kebocoran anggaran dari program pemeirntah. Kemudian, memberikan masukan kepada pemerintah agar program itu tidak rentan dikorupsi oleh oknum tertentu.

“Karena ini signifikan dan bagian dari fokus sektor ya akan kita review,” tutur Pahala, kepada Validnews, Senin (4/3).

Namun yang pasti hingga saat ini, lembaga anti-rasuah ini belum dimintai pendapat maupun diajak membahas soal rancangan anggaran makan siang gratis ini. Bila sudah ada rancangan yang jelas, KPK baru bisa melakukan pengawasan dan pencegahan korupsi dalam program ini, kata Pahala. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar