c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

15 Maret 2019

09:26 WIB

Trauma, 200 Pelajar Nduga Tak Mau Ujian Nasional Di Kampung Sendiri

Anak-anak Nduga yang berstatus pelajar itu kini mengungsi ke Wamena, bahkan ibu-ibu hamil ada yang terpaksa melahirkan di hutan-hutan

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Trauma, 200 Pelajar Nduga Tak Mau Ujian Nasional Di Kampung Sendiri
Trauma, 200 Pelajar Nduga Tak Mau Ujian Nasional Di Kampung Sendiri
Ilustrasi anak-anak Papua. ANTARA FOTO

JAYAPURA - Para aktivis di Papua mengaku prihatin dengan persoalan yang terjadi di berbagai kampung dan distrik di kabupaten Nduga dalam empat bulan terakhir ini. Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem menyebutkan, keadaan ini akhirnya membuat warga menjadi takut dan mengungsi.

"Kami sangat prihatin dengan kondisi Nduga saat ini. Banyak aspek yang mulai terbengkalai," kata Theo Hesegem, Direktur Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua, di sekretariat Aliansi Demokrasi Papua (AlDP) di Padang Bulan, Distrik Abepura, Kota Jayapura, Papua, Kamis (14/3).

Theo mengatakan, peristiwa kekerasan yang bermula dengan penembakan terhadap para pekerja jalan dan jembatan Trans Papua dari PT Istaka Karya ini ternyata berbuntut panjang. Aksi pembantaian yang dilakukan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata pimpinan Egianus Kogoya yang merupakan bawahan dari Purom Okiman Wenda itu mulanya menewaskan 17 pekerja PT Istaka Karya. Sementara, empat lainnya dikabarkan hilang dan satu personel TNI tewas.

"Kami juga menyampaikan kesedihan bahwa dampak dari peristiwa Nduga, masyarakat sebagai umat Tuhan yang harus beribadah dengan tenang sudah tidak bisa lagi melaksanakan ibadah minggu, jemaat tidak ada dan gereja kosong. Warga semua lari dan bersembunyi, bahkan mengungsi," terang Theo.

Kondisi seperti ini juga membuat aktivitas belajar mengajar dan pelayanan kesehatan di sejumlah kampung dan distrik kabupaten Nduga tidak berjalan maksimal, bahkan bisa dikatakan lumpuh total.

"Anak-anak Nduga yang berstatus pelajar kini mengungsi ke Wamena, bahkan ibu-ibu hamil ada yang melahirkan di hutan-hutan, pelayanan kesehatan juga tidak dapat. Ini patut disayangkan," ujar Theo.

Sementara, perwakilan Majelis Rakyat Papua (MRP) Raga Kogeya menyebut, sekitar 2.000 lebih pengungsi asal Nduga telah tinggal di sanak keluarga di Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Mereka tinggal dalam 'honai' atau rumah adat. Diperkirakan satu honai bisa berjumlah hingga 30-an orang dengan makanan seadanya.

"600 orang di antaranya merupakan anak-anak sekolah. 200 orang dari antara 600 lebih itu adalah pelajar yang akan mengikuti ujian nasional (UN), tetapi mereka tidak mau ujian di Kenyam, Nduga, mereka mau di Wamena, kabupaten Jayawijaya. Karena mereka masih trauma," kata Raga.

Karena trauma, diamatinya bahkan masih takut jika melihat aparat keamanan. Anak-anak sekolah itu tinggal di sanak keluarga di Wamena. Mereka tiap subuh berjalan kaki untuk ke pergi ke sekolah darurat yang pihaknya dirinya. Bersama mereka, kata Raga, ada juga 80-an guru yang juga dari Nduga. 

Sementara itu, Direktris AlDP Latifah Anum Siregar berpendapat, persoalan Nduga ini sudah menjadi bencana atau krisis kemanusiaan.

"Ini sudah menjadi krisis kemanusiaan. Karena ribuan orang sudah mengungsi tetapi tidak dilihat seperti itu. Pemerintah harus segera menanganinya, jangan dibiarkan hal ini terus begini," katanya.

Sebelumnya, pada awal Februari 2019, Wakil Bupati (Wabup) Nduga Wentius Nimiangge mengklaim jika kondisi keamanan di beberapa wilayah, khususnya ibu kota kabupaten setempat sudah berangsur kondusif. Roda pemerintahan dan pendidikan mulai berjalan normal.

"Kondisi keamanan sudah berangsur kondusif di ibu kota dan pendidikan juga sudah terlaksana. Ujian itu adalah agenda nasional, jadi semua sekolah harus siap memberikan materi serta bertanggungjawab," katanya, seperti diwartakan Antara.

Menurut Wentius, meski secara keseluruhan di beberapa wilayah belum sepenuhnya kondusif, pihaknya mengimbau agar masyarakat yang mengungsi ke daerah lain, seperti Wamena dapat segera kembali dan beraktivitas seperti biasa.

"Untuk UN, bagi sekolah yang tidak ada gangguan di wilayahnya bisa digelar di daerahnya masing-masing dan yang masih ada gangguan seperti dari Yuguru sampai di Mbua diarahkan ke Kenyam," ujarnya. (Nofanolo Zagoto)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar