05 Oktober 2020
11:44 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Sutradara film “Sejauh Kumelangkah”, Ucu Agustin, menyomasi Kemendikbud, TVRI, dan PT Telkom Indonesia. Hal ini lantaran mereka menayangkan film tersebut tanpa kontrak, izin, dan sepengetahuan pembuat dan pemegang hak cipta.
Film itu ditayangkan Kemendikbud di TVRI dan UseeTV milik PT Telkom Indonesia sebagai bagian dari program Belajar dari Rumah (BDR). Ucu menilai tindakan ini melanggar hak cipta sebagaimana diatur Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
"Ironisnya, tindakan tersebut dilakukan oleh institusi pemerintah dan juga BUMN yang seharusnya melindungi hak cipta," kata Ucu dalam siaran pers yang diterima, Senin (5/10).
Adapun pasal-pasal yang dilanggar yaitu Pasal 5 ayat 1 huruf e, Pasal 9 ayat 1 huruf c dan d, serta Pasal 113 ayat 2. Selain itu, ketiga pihak tersebut juga dianggap melanggar Pasal 52 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Melalui kuasa hukumnya, Ucu mendesak para pelanggar mengganti rugi US$80.000 secara tanggung-renteng. Jumlah itu termasuk untuk menanggung biaya produksi yang masih berutang dan penggantian ganti rugi yang berpotensi dituntut Al Jazeera Internasional.
Ucu mengatakan, film tersebut telah dikontrak Al Jazeera International (AJI) yang mengharuskan film ditayangkan perdana di platformnya secara eksklusif dengan masa hold back 6 bulan. Jadi Ucu sedang terikat kontrak ini ketika Kemendikbud menayangkan filmnya.
"Kami memberikan waktu tujuh hari kepada Kemendikbud, TVRI, dan Telkom untuk menjawab somasi. Jika tidak ada jawaban dan atau pelaksanaan tuntutan somasi, maka dengan terpaksa harus menempuh langkah-langkah hukum yang tersedia," ujarnya.
Dia menjelaskan, pelanggaran bermula ketika staf ahli Kemendikbud meminta rekomendasi film dokumenter Indonesia untuk program BDR ke In-Docs. Pihak In-Docs, yang juga salah satu eksekutif produser, merekomendasikan film “Sejauh Kumelangkah”.
"In-Docs kemudian berkali meminta draf kontrak supaya semua pihak bisa secara transparan mengetahui skema kerja sama penayangan film di program BDR di TVRI, termasuk untuk keperluan memberi tahu pihak AJI, tapi tak sekalipun permintaan ditanggapi," ujarnya.
Kemudian Kemendikbud menayangkan film itu di TVRI dan UseeTV pada 25 Juni 2020, meski tanpa kontrak, izin, dan pemberitahuan kepada Ucu dan In-Docs. Film ini, lanjut Ucu, bukan hanya diberi logo Kemendikbud dan TVRI, tetapi juga mengalami perubahan.
"Telah dimutilasi dan dimodifikasi sedemikian rupa hingga pesan dalam film terkait isu disabilitas netra banyak terpotong dan hilang, serta tidak tersampaikan dengan baik," ungkap Ucu.
Dia menuturkan Kemendikbud lalu secara sepihak mengirim uang Rp1.500.000 kepada In-Docs melalui rekening pribadi, bukan rekening resmi Kemendikbud. Untuk itu, Kemendikbud diminta membuka rincian penggunaan anggaran program BDR kepada publik.
Selanjutnya, dalam somasi itu, Ucu meminta Kemendikbud mengawasi ketat program BDR di TVRI. Selain itu, dia mendesak program ini dievaluasi agar lebih inklusif bagi siswa penyandang disabilitas. Misalnya, dengan menambahkan bahasa isyarat dan close caption.
"Kemendikbud juga didesak untuk menjadikan film “Sejauh Kumelangkah” sebagai bahan mengampanyekan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah dan untuk meningkatkan kesadaran terhadap isu disabilitas di Indonesia," ucapnya.
Ucu pun mendesak ketiga pelanggar meminta maaf secara terbuka kepada publik atas pelanggaran penayangan film. Secara khusus Kemendikbud diminta melakukan kampanye publik tentang hak cipta dan pentingnya perlindungan terhadap pekerja seni.
Sementara kepada TVRI dan Telkom, Ucu meminta mereka membuat tayangan edukasi terkait hak cipta selama 30 hari dengan durasi setidaknya 30 detik setiap tayangan. Ketiga pihak dinilai seharusnya menjadi institusi negara yang terdepan melindungi hak cipta.
"Terkait ini, kami juga mendesak Kemendikbud melakukan penguatan komunitas film dan komunitas seni termasuk di dalamnya untuk para pekerja seni dan utamanya para pembuat atau pekerja film," kata Ucu.
Cari Jalan Tengah
Menanggapi masalah ini, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud, Evy Mulyani, mengatakan, Kemendikbud akan mencari jalan tengah dan solusi. Termasuk dengan melakukan mediasi dan memfasilitasi permintaan Ucu dan kuasa hukumnya.
"Kami menghormati hukum yang berlaku dan berharap situasi ini dapat berproses secara kondusif sehingga tidak berpengaruh pada upaya kami untuk terus menghadirkan layanan pendidikan dan kebudayaan bagi masyarakat di masa pandemi," kata dia kepada wartawan, Senin (5/10).
Evy justru menyebutkan In-Docs telah turut mendukung pembelajaran jarak jarah melalui program BDR Kemendikbud di TVRI. Menurut dia, program yang berjalan hampir enam bulan ini sangat bermanfaat bagi siswa, orang tua, dan guru yang terkendala akses internet. (Wandha Nur Hidayat)