01 Desember 2020
19:57 WIB
JAKARTA - Pandemi covid-19 menyebabkan penyediaan obat antiretroviral (ARV) bagi penderita HIV/ADIS di Indonesia menjadi terbatas. Pasalnya, 90% produk jadi atau bahan dasar ARV di Indonesia berasal dari India.
Menurut Konsultan Kesehatan bidang HIV/AIDS Hendra Widjaja, di-lockdown-nya negara tersebut, larangan pandemi menyebabkan impor produk ini ke Indonesia menjadi ditunda keberangkatannya.
Ia mengungkapkan, Indonesia sebenarnya sudah memproduksi obat ARV sendiri. Namun, beberapa obat yang sekarang dipakai ini merupakan kombinasi dan yang bagus memang diimpor dari India.
"Jadi kita ikut terdampak dan dalam pengiriman transit di Singapura. Singapura pun juga lockdown," kata Hendra dalam acara Peringatan Hari AIDS Sedunia 2020 oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Selasa (1/12).
Hendra juga mengungkapkan, adanya pandemi membuat layanan ARV di rumah sakit (RS) banyak dipindahkan ke puskesmas. Kemudian, RS yang berfokus pada covid-19 juga kesulitan ketika butuh ambulan untuk rujukan pasien HIV/AIDS.
Oleh sebab itu, ketersediaan ARV yang terbatas di beberapa tempat ini membuat orang dengan HIV/AIDS (ODHA) harus bolak balik ke puskesmas. "ARV diminum seumur hidup, sehingga kita harus menjamin kontinuitas obat ARV dalam layanan kesehatan kita," ungkap dia.
Maka dari itu, untuk mengatasi krisis ini, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menurutnya telah melakukan beberapa langkah, yakni melakukan relokasi dan redistribusi barang, supaya obat ini tetap ada di seluruh Indonesia.
Kemudian, juga mencari alternatif pengiriman obat yang sudah diorder. Apabila sebelumnya menggunakan pesawat dan kargo, mungkin ke depan harus juga melakukan pengiriman melalui kapal dan laut.
Lalu, bekerja sama dengan lintas sektor dan lintas program, seperti Kementerian Keuangan, Bea Cukai, ekspedisi pengiriman barang, internal Kementerian Kesehatan, untuk bisa mengakselerasi kedatangan obat.
"Kemudian, memperbaiki sistem supply planning jika terjadi pandemi. Kita tidak tahu bagaimana pandemi covid ini, tidak bisa diprediksi bagaimana akan berakhir, kita memelukan sistem supply planning lebih baik," kata dia.
Terakhir, mengganti penggunaan obat dengan tetap mempertimbangkan keadaan klinis pasien. Menurutnya, kerap kali terjadi obat ini di beberapa tempat mengalami kesulitan dalam pendistribusiaan.
"Terpaksa kita berikan tetap sama obatnya, tapi dalam bentuk pecahan sehari sekali. Sekarang sekali sehari menjadi empat tablet," ungkapnya.
Diketahui, tanggal 1 Desember diperingati sebagai Hari HIV/AIDS sedunia, yang kerap ditandai dengan penggunaan pita merah. (Maidian Reviani)