26 Oktober 2020
19:41 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G) menerima laporan siswa dan guru lebih dari 20 sekolah di 19 provinsi belum mendapat bantuan kuota data internet. Koordinator P2G, Satriwan Salim, menyebutkan seluruh laporan diterima pada 24–25 Oktober lewat WhatsApp.
"Kami menerima laporan dari para guru jaringan P2G yang tersebar di 19 provinsi bahwa para siswa dan guru belum dapat bantuan kuota internet bulan September," kata Satriwan dalam siaran pers yang diterima, Senin (26/10).
Laporan berasal dari SD di Kabupaten Bekasi, Kabupaten Tanah Datar, dan SD Luar Biasa di Kabupaten Bintan. Kemudian dari SMP di DKI Jakarta, Kota Blitar, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Garut, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sintang, dan Kota Batam.
Lalu, dari SMA di DKI Jakarta, Kabupaten Bogor, Kota Makassar, Kota Tarakan, Kota Pekanbaru, Kota Palangkaraya, Kabupaten Garut, Kabupaten Semarang, Kota Palembang, Kabupaten Pati, Kabupaten Sangihe, Kabupaten Karawang, Kabupaten Jembrana, Kota Kendari, Kota Depok, Kabupaten Bandung, dan Kota Banda Aceh.
Sementara, laporan jenjang SMK berasal dari Kabupaten Berau dan Kabupaten Ende. Satriwan menilai banyaknya siswa dan guru belum menerima bantuan kuota data internet sejak September menunjukkan Kemendikbud tak serius melaksanakan program itu.
"Kemendikbud tidak benar-benar serius dalam melaksanakan program yang memakan dana jumbo sebesar Rp7,2 triliun untuk empat bulan sampai Desember," ungkap Satriwan.
Dia mengatakan, laporan P2G tentang masih banyak siswa dan guru belum menerima bantuan ini sebenarnya sudah disampaikan akhir September lalu. Tetapi laporan yang kini diterima pun relatif dari tempat yang sama, bahkan jumlahnya bertambah.
"Artinya, Kemendikbud tidak serius dalam menindaklanjuti temuan-temuan keluhan bantuan kuota bulan September. Padahal mendapatkan bantuan kuota ini merupakan hak dasar siswa dan guru agar PJJ, khususnya daring, tetap terlaksana," imbuhnya.
Kendala teknis menjadi masalah utama dalam verifikasi dan validasi, tetapi Kemendikbud dinilai seharusnya bisa membereskannya. Banyak orang tua mendatangi wali kelas dan kepala sekolah untuk menanyakan pencairan bantuan kuota data internet anak mereka.
Saat ini baru sekitar 35 juta dari total 58 juta siswa dan guru penerima bantuan tersebut. Satriwan berpendapat serapan tersebut berpotensi membuat anggaran Rp7,2 triliun tidak terpakai secara maksimal, bahkan dituding bisa jadi sia-sia.
"Dana fantastis Rp7,2 triliun ini kalau dihitung-hitung melebihi anggaran pendidikan gabungan beberapa provinsi, yang meng-cover semua urusan pendidikan di daerah tersebut. Sungguh akan terbuang begitu saja jika tak dimanfaatkan maksimal," ujar dia.
P2G meminta Kemendikbud mengakumulasi bantuan kuota dari September hingga Oktober bagi yang belum menerima. Orientasi kerja sama antara Kemendikbud dan operator seluler harus mengutamakan pendidikan di masa pandemi, bukan bisnis semata.
Oleh karena itu, Satriwan berpendapat bantuan kuota untuk siswa dan guru seharusnya tidak hangus dengan bergantinya bulan seperti kuota yang berlaku umumnya. Tetapi harus tetap berlaku sampai Desember sebagaimana berjalannya program tersebut.
"P2G meminta agar Kemendikbud memperpendek dan menyederhanakan teknis administrasi penyaluran kuota. Termasuk perbaikan-perbaikan atas kendala teknis yang dijumpai bulan September lalu," ungkap Satriwan.
Dia pun meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengawasi secara ketat semua proses penggunaan anggaran Rp7,2 triliun itu. Mulai dari kerja sama Kemendikbud dengan operator seluler sampai pada proses pendistribusian agar tepat sasaran. (Wandha Nur Hidayat)