11 Juli 2019
18:11 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Sebanyak lima unit alat bantu penangkapan ikan rumpon ilegal yang diduga milik nelayan Malaysia di perairan Ambalat (perbatasan Indonesia-Malaysia) diamankan, pada Rabu (11/7). Rumpon-rumpon itu terjaring oleh Kapal Pengawas Perikanan Hiu 07 yang dinakhodai Capt. Jendri Erwin Mamahit.
“Rumpon-rumpon di perairan Indonesia tanpa izin. Berdasarkan identitas yang didapati, rumpon-rumpon tersebut diduga kuat dimiliki oleh warga Malaysia," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP0 Agus Suherman seperti dikutip dai Antara, Kamis (11/7).
Ia mengemukakan bahwa pemasangan rumpon oleh oknum warga Malaysia di perairan Indonesia disinyalir untuk meningkatkan hasil tangkapan. Hal tersebut, lanjutnya, tentu dapat merugikan nelayan Indonesia, karena ikan-ikan akan berkumpul di area rumpon dan kemudian ditangkap oleh nelayan Malaysia. Rumpon-rumpon tersebut telah dibawa dan diserahkan ke Stasiun PSDKP Tarakan, Kalimantan Utara.
Sejak Januari hingga Juli 2019, sebanyak 81 rumpon ilegal yang terdiri dari 76 milik warga Filipina dan 5 milik warga Malaysia berhasil amankan oleh Kapal Pengawas Perikanan KKP.
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 26/Permen-KP/2014 tentang Rumpon, setiap orang yang melakukan pemasangan rumpon di wilayah pengelolaan perikanan (WPP-RI) wajib memiliki surat izin pemasangan rumpon (SIPR).
Sebelumnya, Menteri KKP Susi Pudjiastuti, mendorong petinggi Polri untuk dapat mengusut secara tuntas pelaku berbagai aktivitas ilegal di laut Nusantara sebagai upaya mendukung kedaulatan nasional.
Hal tersebut disampaikan saat ia mengisi kuliah umum kepada para peserta Sekolah Staf dan Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri tahun ajaran 2019 di Jakarta pada Jumat (28/6).
Pengawasan Ketat
Pelaksana Tugas Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Agus Suherman menyatakan, KKP terus bersikap tegas dalam menangani dan menindak pelaku penangkapan ikan destruktif atau bersifat merusak, seperti menggunakan alat tangkap tidak ramah lingkungan hingga menggunakan bom dalam menangkap ikan.
"Dalam penanganan pelaku destruktif fishing yang menggunakan bom ikan, sepanjang 2019 hingga kini telah berhasil diproses sejumlah enam kapal, yang tersebar di beberapa lokasi yaitu Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Utara," kata Agus, Sabtu (6/7), dikutip dari Antara.
Selain itu, ujar dia, upaya KKP dalam menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan juga dilakukan menertibkan rumpon ilegal yang dipasang di perairan Sulawesi utara oleh oknum warga Filipina.
Setidaknya, ungkap Agus, selama enam bulan pertama di tahun 2019, telah ditertibkan sebanyak 76 rumpon. Upaya penertiban alat penangkapan ikan yang merusak dan tidak ramah lingkungan juga dilakukan di beberapa daerah seperti Banten, Lampung, dan Sumatera Utara.
Selama Januari hingga Juni 2019, menurut catatanya, sebanyak 42 alat tangkap trawl berhasil ditertibkan dan nelayan secara sukarela berganti alat tangkap ramah lingkungan jaring gillnet dan pancing rawai.
Sementara dalam operasi pengawasan di Sukabumi, pengawas perikanan berhasil menertibkan hingga sebanyak 120 unit alat tangkap benih lobster.
Selain pengawasan kegiatan perikanan, Direktorat Jenderal PSDKP bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), telah berhasil mendorong pembayaran kerugian sebesar Rp45 miliar atas kerusakan ekosistem terumbu karang di perairan Kepulauan Bangka Belitung yang diakibatkan oleh kandasnya MV. Lyric Poet dan MT. Alex.
Dalam rangka mengatasi kegiatan destruktif fishing di perairan Indonesia itu, KKP melalui Direktorat Jenderal PSDKP meningkatkan intensitas pengawasan khususnya pada area-area yang memiliki kerawanan tinggi terjadinya destruktif fishing.
Lokasi-lokasi yang telah diidentifikasi yaitu, Nias, Anambas, Lampung, Madura, Lombok, Sumbawa, Kendari, Konawe, Pangkajene Kepulauan, Maluku Utara, Banggai, Balikpapan, dan Raja Ampat. (Fajar Setyadi)