26 Februari 2020
19:13 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengucurkan dana penelitian sebesar Rp514,2 miliar, untuk 4.014 proposal dari 11 Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Dari seluruh proposal tersebut, penelitian di bidang kesehatan menjadi yang paling banyak.
Menristek/Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro memaparkan, proposal penelitian di bidang kesehatan mencapai 1.125 judul, dengan anggaran Rp161,6 miliar. Kemudian terbanyak kedua adalah bidang sosial, dengan anggaran Rp95 miliar, dan ketiga dengan anggaran Rp75,9 miliar untuk penelitian di bidang pangan dan pertanian.
"Jadi kalau kita lihat ini adalah persebarannya. Kesehatan dan pangan sebagai bidang ilmu yang lebih spesifik itu mendominasi. Tentunya ditambah bidang sosial yang memang juga cabang ilmunya cukup banyak," kata Bambang di Hotel Atlet Century Park, Jakarta, pada Rabu (26/2).
Anggaran penelitian di bidang lainnya, yaitu material maju Rp56,5 miliar, energi dan energi terbarukan Rp35,23 miliar, teknologi informasi dan komunikasi Rp26 miliar, kebencanaan Rp25,5 miliar, kemaritiman Rp13,9 miliar, dan transportasi Rp10,3 miliar.
Bambang berharap, semua penelitian tidak hanya berhenti pada tahapan riset. Tetapi juga sampai ke hilirisasi riset dengan menggandeng dunia industri. Jadi, hasil riset dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dapat dikembangkan demi kemandirian negara dan penguatan makro ekonomi.
Kemenristek/BRIN, dia menegaskan, akan mengawasi pelaksanaan penelitian 4.014 proposal tersebut untuk kemudian mengukur level akhirnya. Apakah hasil penelitian itu sampai pada prototype, menghasilkan paten, di tahapan dasar, atau sampai di tahapan terapan.
"Tentunya kita bisa liat nanti, apakah riset ini berpotensi dihilirisasi di kemudian hari. Kalau hilirisasi, tidak harus dilakukan oleh orang atau pihak yang sama, yang penting dari hasil riset tersebut pihak lain atau pihak luar bisa melihat," ujar Bambang.
Khusus untuk penelitian bidang kesehatan, Bambang mengungkapkan saat ini Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dalam pembicaraan dengan Biofarma untuk mencoba memproduksi vaksin terhadap virus korona. Penelitian dilakukan terhadap senyawa yang disebut kurkumin yang diduga potensial mencegah atau mengobati virus korona.
"Tentunya ini membutuhkan penelitian, tapi yang paling penting upaya ini sudah dimulai. Dan kita harus terus melakukan upaya penelitian sehingga kita lebih antisipatif dalam menghadapi berbagai kemungkinan penyakit atau outbreak yang terjadi di masa mendatang," ujarnya. (Wandha Nur Hidayat)