10 Februari 2018
17:16 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA - Deklarasi Tolak dan Lawan Politik Uang dan SARA Pilkada Serentak 2018 telah berlangsung di Ball Room Hotel Royal, Kuningan, Jakarta, Sabtu (10/2). Sejumlah stakeholder penyelenggara Pilkada Serentak 2018 turut hadir, bahkan juga diikuti oleh jajaran pemerintah.
Pilkada demokratis masih digaungkan dalam deklarasi kali ini, bahkan itu disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam menyampaikan empat arahan dari Presiden Joko Widodo terkait penyelenggaraan Pilkada Serentak 2018 di 171 daerah.
"Presiden telah sampaikan empat arahan dalam penyelenggaraan pilkada. Pertama, dalam konsolidasi demokrasi, mari kita tingkatkan partisipasi pemilih," kata Tjahjo di hadapan seluruh stakeholder Pemilu.
Arahan kedua Presiden, lanjut Tjahjo, adalah melawan dan menolak politik uang. Arahan ketiga Presiden Jokowi, yaitu memilih pemimpin daerah yang amanah.
"Kenapa kita lawan (politik uang dan politik SARA)? Karena itu pertama, racun demokrasi, kedua itu merusak peradaban dan demokrasi, dan ketiga, merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mari kita lawan politik uang dan SARA!," tegas dia.
Lalu, arahan keempat presiden dikatakannya adalah meminta semua pihak mencegah dan menjauhkan pilkada dari politik uang dan politik SARA. Pemerintah, kata dia, berkomitmen mencegah politik uang dan politik SARA. Tentu, ini merupakan catatan tersendiri pemerintah yang juga diisi oleh kader-kader partai politik dari partai koalisi pemerintah.
Meski berbagai persoalan memungkinkan dapat terjadi di 171 daerah Pilkada Serentak 2018, lagi-lagi ia mengingatkan supaya tidak ada kecurangan terjadi.
"Pada Pilkada Serentak 2018, di mana sudah ada aroma pilpres dan pilegnya, kita target angka partisipasi 80%," ucap dia.
Menurut dia, kepala daerah juga harus mampu membangun dan menggerakkan ekonomi, serta mampu memajukan daerah masing-masing.
Pilkada serentak pertama, tahun 2015, menjadi refleksi baginya ketika Indonesia kembali menggelar hajat yang sama. Sebab, dari catatannya, partisipasi pemilih tahun 2015 sebesar 70%. Angka partisipasi ini kemudian naik pada Pilkada Serentak 2017 mencapai angka 74%.
"Mari semua calon kepala daerah adu program, adu konsep dan hindari fitnah, politik berbau SARA, dan ujaran kebencian," kata dia.
Pemerintah juga dikatakannya telah mempercayakan pelaksanaan pilkada kepada penyelenggara pilkada, yaiti KPU, Bawaslu dan DKPP. Kepercayaan terhadap partai politik supaya dapat turut mencegah politik uang dan SARA pun diungkapkannya sebagai Menteri Dalam Negeri.
Senada dengan Tjahjo, Ketua Bawaslu RI Abhan mengatakan politik uang merupakan kerawanan yang harus dijaga betul. Sebab, ia menerangkan hal itu banyak ditemukan di daerah Pilkada tahun sebelumnya dan Pilpres 2014.
Praktik bagi-bagi uang maupun barang, seperti sembako hingga pembangunan sarana publik, kata dia, merupakan contoh kasus maraknya pelanggaran pemilu terkait politik uang.
"Hasil Indeks Kerawanan Pemilu atau IKP Bawaslu menunjukkan pelaporan atau peristiwa praktik politik uang dinilai sangat rawan di 7 (tujuh) di daerah Pilkada. Sebaran pada ketujuh provinsi ini merupakan terbanyak ketiga dibanding indikator kerawanan tinggi lainnya," kata Abhan saat berpidato.
Dari data IKP Bawaslu, potensi politik SARA, berada di delapan provinsi, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua yang termasuk daerah dengan tingkat kerawanan tinggi.
Sementara 9 provinsi lain yang akan menyelenggarakan pilkada termasuk dalam daerah dengan tingkat kerawanan sedang dan rendah dari aspek politik identitas.
"Kerawanan aspek politik identitas didominasi oleh tingginya kerawanan pada indikator substansi materi kampanye dalam berbagai bentuk dan media, adanya hubungan kekerabatan antara calon, dan substansi materi kampanye dalam berbagai bentuk dan media," kata dia. (Denisa Tristianty)