24 April 2020
21:00 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup & Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH-SDA MUI) Hayu Prabowo menyebutkan, krisis lingkungan hidup merupakan salah satu bentuk krisis moral. Sebab manusia memandang alam sebagai objek yang dimanfaatkan.
"Krisis moral karena manusia memandang alam sebagai objek untuk dimanfaatkan, bukan sebagai objek untuk dipelihara," kata Hayu dalam diskusi yang diadakan Badan Restorasi Gambut (BRG) via konferensi video di Jakarta, seperti dilansir Antara, Jumat (24/4).
Menurut dia, aktivitas manusia yang mengejar keuntungan ekonomi dan mengabaikan kepentingan lingkungan hidup pada akhirnya berdampak langsung pada manusia itu sendiri.
Dia mengajak masyarakat untuk bercermin dengan kejadian alam dalam beberapa tahun terakhir yang diwarnai dengan kekeringan sampai banjir besar di beberapa daerah.
Karena sudah menjadi krisis moral, katanya, perlu pendekatan moral keagamaan. Keadaan ini membuat agama menjadi sangat relevan dalam usaha menjaga kelestarian lingkungan.
"Agama juga kita pandang bukan ibadah ritual semata, melainkan menjadi sarana sekaligus kekuatan untuk membangun dan menanamkan nilai-nilai kebaikan dan pembaharuan kehidupan umat," katanya.
MUI disebutnya sudah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 39 Tahun 2016 yang menyatakan haram hukumnya melakukan aksi pembakaran hutan dan lahan.
Dalam diskusi yang sama, Kepala Kelompok Kerja Edukasi dan Sosialisasi BRG Suwignya Utama menegaskan, sebagai lembaga negara yang dibentuk untuk membantu upaya restorasi gambut setelah kebakaran hutan dan lahan masif pada 2015, BRG menyadari betul pentingnya peran agama dalam upaya pelestarian lahan gambut.
Sejauh ini BRG sudah melakukan pendekatan dengan membuat program Da'i Peduli Gambut dan Gereja Peduli Gambut sejak 2018 untuk membantu menyampaikan pesan pelestarian. Kedua program itu sudah melibatkan 257 da'i dan 104 orang pendeta untuk membantu edukasi di desa-desa peduli gambut yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Di dalam pendekatan sosial tersebut, ada pendekatan keagamaan. Bagaimana restorasi gambut yang perlu melibatkan banyak orang dan di dalamnya melibatkan stakeholder. Oleh karena itu, di situ ada pendekatan moral keagamaan," kata Suwignya dalam diskusi tersebut.
Peneliti konservasi biologi Fachruddin Mangunjaya juga menegaskan bahwa peran agama penting dalam melakukan usaha konservasi lingkungan. Kedekatan para pemuka agama dengan umat akan membantu dalam proses penyampaian pesan.
"Para pemimpin agama akan menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti, melalui simbol, melalui nas kalau di Alquran," kata akademisi Universitas Nasional (Unas) tersebut.
Selain itu, pendekatan lewat agama bisa dilakukan karena pemuka agama biasanya terus berada di tengah masyarakat. Berbeda halnya dengan aktivis atau peneliti yang akan pulang ke asal mereka setelah melakukan suatu tugas.
"Sementara pemuka agama, seperti da'i biasanya terus berada di lapangan dan dikenal di masyarakat," kata pria yang juga menjabat Ketua Pusat Pengajian Islam (PPI) Unas itu. (Nofanolo Zagoto)