c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

01 September 2018

17:31 WIB

Pendidikan Anak Papua Perlu Perhatian

Yayasan-yayasan pendidikan swasta harus berjuang menyelenggarakan pendidikan bagi putra-putri Papua di wilayah pedalaman dan pesisir pantai

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Pendidikan Anak Papua Perlu Perhatian
Pendidikan Anak Papua Perlu Perhatian
Ilustrasi aktivitas belajar mengajar di Papua. ANTARA FOTO/Indrayadi TH

TIMIKA – Badan Pengurus Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Tillemans Keuskupan Timika meminta pemerintah daerah setempat lebih serius memperhatikan pendidikan anak-anak asli Papua. Terutama di wilayah pegunungan dan pesisir pantai.

Pastor Marthin Koyau selaku Ketua Badan Pengurus YPPK Tillemans Keuskupan Timika di Timika, Sabtu (1/9), mengatakan kehadiran sekolah-sekolah yayasan di Papua seperti YPPK, YPK (Yayasan Pendidikan Kristen), YAPIS (Yayasan Pendidikan Islam) dan YPPGI (Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Gereja Indonesia) semenjak tahun 1970-an sangat membantu pemerintah dalam upaya mencerdaskan generasi Papua.

"Sekolah-sekolah yayasan baik yang ada di pedalaman maupun di wilayah pesisir itu sebetulnya sekolah negeri yang berlabel yayasan. Namun karena dulu belum ada petugas pemerintah (dinas pendidikan dan kebudayaan) maka saat itu pemerintah memberikan uang kepada tenaga guru melalui yayasan yang ada itu. Maka itu, pemerintah daerah jangan cuci tangan," kata Pastor Marthin, seperti diwartakan Antara.

Ia menyoroti semakin berkurangnya perhatian dan dukungan pemerintah daerah di Tanah Papua terhadap yayasan-yayasan pendidikan swasta (YPPK, YPK, YAPIS dan YPPGI) saat ini di tengah melimpahnya anggaran yang dialokasikan ke Papua.

Di sisi lain, katanya, yayasan-yayasan pendidikan swasta itu terus bergelut dan berjuang untuk tetap survive menyelenggarakan pendidikan bagi putra-putri Papua di wilayah pedalaman dan pesisir pantai yang penuh dengan berbagai kesulitan.

Pastor Marthin menyebut di wilayah Mimika-Agimuga, kini terdapat sekitar 8 ribu anak (TK-SLTA) yang bersekolah di sekolah-sekolah YPPK.

Dari jumlah itu, hanya 1.855 anak yang bersekolah di wilayah perkotaan. Sisanya, yaitu sekitar 6.147 anak yang hampir seluruhnya dari Suku Amungme dan Kamoro bersekolah di wilayah pesisir pantai dan pedalaman.

Menurut Pastor Marthin, sekolah-sekolah YPPK yang tersebar di kampung-kampung pesisir dan pedalaman Mimika itu masih bisa beraktivitas belajar-mengajar lantaran adanya topangan dari Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK).

LPMAK merupakan lembaga nirlaba yang hingga kini mengelola dana kemitraan dari PT Freeport Indonesia untuk pemberdayaan masyarakat lokal Amungme dan Kamoro serta lima suku kekerabatan di Mimika.

"Terima kasih kepada LPMAK yang telah menyediakan dana untuk diberikan kepada yayasan untuk digunakan membayar tenaga guru kontrak untuk ditempatkan di sudut-sudut pedalaman dan pesisir pantai yang terisolasi. Tanpa dukungan LPMAK, kami tidak sanggup memikul dan mengemban tugas berat ini," kata Pastor Marthin yang dua tahun lalu menggantikan Pastor Almarhum Nato Gobay sebagai Ketua Badan Pengurus YPPK Tillemans Keuskupan Timika.

Kehadiran 75 guru kontrak yang dibiayai oleh LPMAK itu, katanya, sangat membawa dampak besar bagi pendidikan generasi muda Suku Amungme dan Kamoro di Mimika.

"Dulu sebelum ada kebijakan pengadaan guru kontrak, anak-anak asli yang bersekolah hanya sekitar 3 ribu orang, tapi sekarang sudah meningkat drastis lebih dari 6 ribu orang. Itu berarti kehadiran guru-guru kontrak di sekolah-sekolah pedalaman dan pesisir Mimika sangat penting," tuturnya.

Pastor Marthin menilai tanpa kehadiran guru-guru kontrak yayasan tersebut maka sudah pasti sekolah-sekolah di wilayah pedalaman dan pesisir Mimika akan lumpuh total.

"Kami tidak minta pemerintah memperhatikan guru-guru yang ada di sekolah-sekolah kota. Kami hanya mengusulkan, tolong pemerintah daerah memperhatikan nasib guru yang ada di gunung-gunung dan pesisir pantai. Berikan kami uang untuk bisa membayar hak-hak guru-guru itu. Kami bisa membantu pemerintah untuk menempatkan guru-guru di sudut-sudut terpencil agar sekolah-sekolah pedalaman bisa tetap beraktivitas," kata Pastor Marthin.

Sudah hampir dua tahun berjalan sejak Januari 2017, Pemkab Mimika melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menghentikan pembayaran insentif bagi guru-guru honor dan kontrak yayasan, honor sekolah.

Kebijakan tersebut memicu gelombang protes dan aksi demonstrasi besar-besaran ratusan guru kontrak dan honor yayasan, honor sekolah di Mimika.

Aksi protes guru-guru kontrak dan honor yayasan, honor sekolah di Mimika itu berujung pada kasus perusakan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Mimika pada Juni lalu. Kini, empat pelaku perusakan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Mimika itu tengah menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Timika. (Nofanolo Zagoto)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar