26 November 2020
12:29 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) tengah merancang program penyiapan naskah khotbah Jumat. Namun dipastikan, naskah ini nantinya sifatnya alternatif sehingga tidak ada keharusan untuk menggunakannya.
Staf Khusus Menteri Agama (Menag) Kevin Haikal mengatakan, naskah tersebut diharapkan bisa menjadi alternatif bagi para khatib Jumat saat akan menyampaikan khotbah. Naskah khotbah juga disusun untuk menambah referensi bagi para khatib, utamanya bagi mereka yang membutuhkan.
Ia menjelaskan, penyusunan naskah khotbah Jumat semata-mata memiliki tujuan untuk memperkaya khazanah bagi para khatib. Bukan malah menunjukkan ketakutan berlebihan atau paranoid. Apalagi dianggap sebagai bentuk ketidakpercayaan kepada para ulama, kiai atau habib.
"Sebab, penyusunan naskah khotbah ini pun melibatkan mereka, para ulama, kiai, dan habib,” kata Kevin Haikal melalui keterangannya, Kamis (26/11).
Menurut Kevin, ada beberapa negara, seperti Arab Saudi dan Uni Emirat Arab mengatur ketat materi ceramah yang disampaikan khatib. Bahkan, teksnya pun juga disediakan pemerintah setempat. Namun, Menag Fachrul Razi menyatakan tidak ingin menerapkan hal seperti itu di Indonesia.
“Kemenag menyiapkan naskah khotbah sebagai opsi jika dibutuhkan, sekaligus guna memperkaya khazanah keislaman, utamanya yang berkenaan dengan tema-tema terkait dinamika keberagamaan, sosial, dan persoalan ekonomi umat masa kini,” ucapnya.
Selain merespons perkembangan zaman, materi khotbah juga mengandung pesan wasathiyah atau moderasi beragama. Sumber rujukan yang digunakan otoritatif dengan penjelasan yang komprehensif.
Ia menegaskan, penilaian bahwa pemerintah paranoid, apalagi tidak percaya kepada para ulama hingga pada akhirnya membentuk teks khotbah, tidaklah berdasar dan mengada-ada.
"Ini perlu diluruskan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman dan kegaduhan di masyarakat, jangan sampai disalahtafsirkan,” tegasnya.
Kemenag juga membuka diri bagi siapa saja yang ingin memahami lebih jauh tentang program tersebut. Ia berharap, masyarakat yang belum memahami tujuan dari program ini juga tidak bicara kepada publik dengan tafsirnya sendiri.
Kevin menjelaskan, gagasan sejenis ini sebelumnya juga telah digulirkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Saat Pilkada Serentak 2018, Bawaslu menyampaikan saran agar masjid jangan dijadikan sebagai mimbar politik dan diisi dengan muatan-muatan negatif. Namun harus diisi, dengan sesuatu yang menentramkan.
"Untuk itu, Bawaslu saat itu mengajak pemuka agama untuk bersama-sama menyusun kurikulum materi khotbah yang jauh dari politik, suku, ras, dan agama," jelasnya.
Sebelumnya, Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin juga menjelaskan, pelibatan ulama, praktisi, dan akademisi penting untuk menghasilkan naskah khotbah Jumat yang berkualitas dan relevan dengan dinamika sosial. Sebab, ada sejumlah tema yang akan disusun, antara lain akhlak, pendidikan, globalisasi, zakat, wakaf, ekonomi syariah, dan masalah generasi milenial.
Kamaruddin yakin, jika naskah yang disusun Kemenag terjaga kualitasnya, maka akan digunakan oleh masyarakat. “Meski bukan keharusan, kalau naskah Kemenag bermutu, baik dari sisi pesan maupun redaksi, pasti akan digunakan oleh masyarakat dan masjid-masjid di Indonesia,” ujarnya. (Maidian Reviani)