14 Mei 2019
13:04 WIB
JAKARTA – Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Syamsul Anwar, menjelaskan bahwa jika ada ibu hamil dan menyusui tetap ingin berpuasa saat Ramadan, sah-sah saja. Namun, Syamsul menambahkan, diperbolehkan asal tidak menimbulkan mudarat bagi diri dan janin yang dikandung atau bayi.
"Allah lebih menyukai kemudahan daripada kesukaran. Karena itu, Majelis Tarjih dan Tajdid menetapkan puasa ibu hamil dan menyusui diganti fidiah yang lebih meringankan," kata Syamsul seperti dilansir Antara, Selasa (14/5).
Syamsul menambahkan bahwa ibu hamil dan menyusui tidak wajib berpuasa selama Ramadan dan bisa mengganti puasa dengan membayar fidiah. Alasannya, ibu hamil dan menyusui mendapat keringanan tidak berpuasa.
"Alquran menyatakan berpuasa wajib bagi yang mampu tanpa bersusah payah," katanya.
Syamsul mengatakan ibu hamil dan menyusui termasuk kategori yang akan bersusah payah jika harus berpuasa. Karena itu, mereka tidak wajib berpuasa selama Ramadan, tetapi wajib membayar fidiah atau memberi makan fakir miskin satu orang dengan jumlah sebanyak hari yang ditinggalkan puasanya.
Mengenai alasan ibu hamil dan menyusui tidak diwajibkan mengganti puasa di hari lain, Syamsul menjelaskan, hamil perlu waktu sembilan bulan, sedangkan menyusui bisa sampai dua tahun. Kemungkinan tidak akan ada waktu bagi ibu hamil dan menyusui untuk mengganti puasanya di hari lain.
"Itu baru satu kehamilan. Bagaimana kalau ada kehamilan kedua, ketiga, dan seterusnya?" (Syahrul Munir)