28 Januari 2020
15:44 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Imam Masjid Cut Meutia, KH. Amin Mustofa menolak keras wacana Kementerian Agama (Kemenag) untuk mengatur teks khotbah Jumat. Menurutnya, hal itu tidak bisa dilakukan karena setiap daerah memiliki keberagaman masing-masing.
"Tidak bisa itu dilakukan (aturan teks khotbah), masa semuanya disamakan, setiap daerah itu harus beda. Itu tidak elok," kata Amin Mustofa kepada Validnews, Selasa (28/1).
Dia menyebut, Masjid Cut Meutia sudah lebih dulu memiliki aturan terkait dengan khotbah. Jadi, tidak perlu ada aturan dari pemerintah untuk mengatur karena seharusnya setiap masjid punya aturannya masing-masing.
Menurutnya, Masjid Cut Meutia melalui Yayasan Cut Meutia, selalu mengatur teks khotbah dengan larangan menghina personal orang lain, memprovokasi, dan menyebarkan ajaran yang tidak sesuai Alquran dan Hadis.
"Sebelum Kemenag punya rencana gitu, kami dari dulu sudah mengatur itu. Tapi kan setiap masjid beda-beda, harus juga disesuaikan dengan letak wilayahnya. Masa di Cut Meutia khotbah tentang pertanian, kan tidak ada petani di sekitar sini," jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyarankan kepada pemerintah untuk memberikan aturan batasan mana saja yang tidak boleh dilanggar. Jadi, nantinya setiap masjid di Indonesia bisa mengikuti batasan itu.
"Lebih baik pemerintah menentukan saja batasan mana yang tidak boleh dilanggar. Sebutkan saja batasan-batasannya, jadi semua masjid mengacu ke batasan itu. Kalau diatur teksnya kan jadi rancu," papar Amin Mustofa yang juga pengurus yayasan.
Sebelumnya, Kepala Kemenag Kantor Wilayah Kota Bandung Yusuf Umar menuturkan, bahwa wacana pengaturan teks khotbah Jumat oleh pemerintah tersebut merupakan instruksi dari Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi.
Salah satu dasarnya adalah kesimpulan dari Menag usai mengunjungi Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). Di UEA, khatib-khatib masjid berkhotbah sesuai dengan teks yang disediakan pemerintah.
Wacana itu, kabarnya akan ditunda setelah mendapatkan banyak penolakan dari publik. Penolakan itu disuarakan baik dari lembaga legislatif yaitu DPR RI sampai Dewan Masjid Indonesia (DMI). (Gisesya Ranggawari)