14 April 2020
17:39 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Sejumlah mantan narapidana, termasuk yang pernah terlibat kasus terorisme menyumbang 1.350 masker untuk Provinsi Jawa Tengah. Pemberian masker yang terdiri dari 1.000 masker kaus dan 350 masker batik itu merupakan hasil kerja sama Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Surakarta dengan Yayasan Gema dan Yayasan Prasasti Perdamaian dalam rangka kepedulian terhadap pamdemi covid-19 yang tengah terjadi.
"Kita bekerja bersama melawan covid-19. Kami berharap ini juga bisa membangun kerja sama dengan masyarakat untuk melakukan pembinaan, pendampingan dan pengawasan terhadap klien Pemasyarakatan sehingga proses reintegrasi sosial berjalan dengan baik,” ujar Pelaksana tugas (Plt) Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Nugroho, Selasa (14/4) yang mengapresiasi pemberian masker itu.
Nugroho mengungkapkan saat ini banyak Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pemasyarakatan yang memproduksi alat pelindung diri (APD) buatan narapidana yang tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia.
Beberapa APD yang diproduksi antara lain masker, pelindung wajah, penutup kepala, pakaian dekontaminasi, dan apron. Tak hanya itu, beberapa perlengkapan penunjang juga diproduksi, seperti cairan disinfektan, cairan antiseptik, penyanitasi tangan, bilik sterilisasi, tiang infus hingga tandu.
Sebelumnya, narapidana telah diberikan pelatihan selama mengikuti program pembinaan kemandirian.
Sumbangan 1.350 masker tersebut telah diterima langsung oleh Gubernur Jawa Tengah,Ganjar Pranowo dan Wakil Gubernur, Taj Yasin, di Gradhika Bhakti Praja Semarang, pada Senin (13/4).
"Saya tidak pernah menghitung jumlahnya. Satu pun kalau itu diberikan dengan ikhlas dan ingin disumbangkan untuk kemanusiaan, buat saya itu seperti sejuta masker bahkan mungkin lebih. Terpenting adalah ketulusan hati, niat yang baik dan ini bagian dari sakitnya bangsa, sakitnya negara, deritanya rakyat, kita semua menanggung bersama,” ujar Ganjar dalam acara pemberian sumbangan masker tersebut.

Kepala Bapas Surakarta, Kristiana Hambawani, pada kesempatan berbeda, mengungkapkan bahwa eks narapidana teroris yang terlibat dalam produksi masker sangat antusias terhadap kegiatan tersebut. Ia juga berharap ke depan kegiatan serupa dapat dilanjutkan dan dikembangkan.
“Ini hasil nyata kerja sama Bapas Surakarta dengan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (Pokmaslipas), khususnya Yayasan Gema dan Yayasan Prasasti Perdamaian. Kami sangat apresiasi atas kegiatan ini dan berterima kasih kepada mitra yang telah bekerja sama. Semoga kegiatan baik ini dapat diteruskan,” ujar Kristiana, dikutip dari Antara.
Dikejar Polisi
Sementara, di Sulawesi Tenggara, Kepolisian gabungan dari satuan khusus Detasemen 88 Mabes Polri dan personel Polda Sulawesi Tenggara mengejar seorang terduga teroris yang lolos dari sergapan satuan elit tersebut.
Kabid Humas Polda Sultra AKBP Laode Proyek di Kendari, Selasa, mengatakan bahwa Densus 88 menciduk empat orang di tempat berbeda di Kabupaten Muna atas tuduhan teror. Pelaku ditangkap pada hari Senin (13/4) pagi di tempat berbeda, kemudian digiring ke Mako Polres Muna, selanjutnya ke Polda Sultra.
Informasi yang dihimpun menyebutkan dalam penyergapan empat pria, disita senjata api dan kendaraan roda empat. "Benar empat orang telah diamankan dari Raha, Kabupaten Muna. Seorang lolos dari penangkapan. Penyidikan sepenuhnya kewenangan Mabes Polri," kata Laode Proyek.
Keempat orang yang dibekuk di tempat yang berbeda namun dalam wilayah Raha, Kabupaten Muna berinisial JJ, AM, AL, dan FJ. Sementara, seorang lainnya berinisial AW lolos dari penangkapan.
Terkait kasus terorisme, Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua Barat Asep Sutandar memastikan, narapidana kasus itu, tak diberikan pembebasan bersyarat. Asep menyebutkan, asimilasi diberikan kepada para narapidana yang tersebar di sejumlah Lapas, yakni Lapas Manokwari, Kota Sorong, Fakfak, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Manokwari, Teminabuan, Lembaga Pemasyarakatan (LPP) Manokwari serta Lapas Kaimana.
"Secara keseluruhan, narapidana yang memperoleh asimilasi di Papua Barat sebanyak 215 orang. Kami berharap, warga binaan yang memperoleh asimilasi memanfaatkannya secara baik, berbaur dengan masyarakat secara normal serta tidak mengulangi perbuatan mereka," ujar Asep.
Dia menjelaskan bahwa salah satu syarat dalam pemberian asimilasi ini adalah warga binaan pada tindak pidana umum. Asimilasi tidak berlaku bagi narapidana (napi) khusus korupsi serta narkoba terutama bandar dan pengedarnya.
"Syarat lain, yang bersangkutan sudah menjalani dua per tiga masa pidana hingga 31 Desember 2019. Selanjutnya syarat normatif yang lain, menunjukkan perilaku baik selama menjalani proses pembinaan di lapas masing-masing," katanya lagi. (Rikando Somba)