28 Juni 2018
15:53 WIB
Editor: Leo Wisnu Susapto
JAKARTA – Ahli hukum kesehatan Wila Chandrawila Supriadi menuturkan malapraktik yang dilakukan oleh dokter tanpa menimbulkan kecacatan atau kematian pada pasien bukan termasuk dalam perkara pidana.
"Kalau ada kematian atau cacat, baru itu pidana. Tidak ada kematian, tidak ada cacat, tidak ada pidananya," ujar Wila dalam diskusi tentang hukum kedokteran di Jakarta, Kamis (28/6).
Wila memberitahu apabila tindakan malapraktik hanya kerugian maka kasus ini masuk dalam hukum perdata. Sedangkan tindakan malapraktik medik hingga saat ini tidak pernah diatur dalam peraturan khusus. Dalam hal ini setiap kasus tersebut diatur dalam peraturan hukum.
“Jika ada peraturan khusus maka peraturan umum tidak dipakai,” ujar Wila.
Dalam dunia kedokteran terdapat risiko medik yang harus dipahami baik oleh pasien, keluarga pasien hingga penegak hukum. Setiap risiko upaya pengobatan harus dipahami dengan baik sebelum proses pengobatan dijalankan.
Dokter tidak dapat dipidanakan akibat risiko medik apalagi jika memiliki kelengkapan surat izin praktik dan menjalankan segara prosedur dengan benar.
Wila mengkritik institusi kepolisian yang dinilai masih memproseskan perkara pidana pada kasus malapraktik yang tidak menimbulkan kecacatan dan kematian.
Dia juga menerangkan bahwa malapraktik terjadi apabila ada kelalaian atau ketidakhati-hatian dari seorang dokter dalam menjalankan tugasnya. Wila juga menegaskan bahwa kelalaian berbeda dengan risiko medik dari sebuah tindakan medis.
"Risiko medik pasti ada di buku, ada bukunya. Risiko medik itu bencana medik, bencana dalam hukum tidak bisa dihukum," ujar Wila.
Perlu diketahui bahwa penilaian sebuah kelalaian yang dilakukan dokter ialah melalui saksi ahli yang sejawat atau dalam tingkatan yang sama dengan dokter yang bersangkutan.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia Profesor Dr Ilham Oetama Marsis mengusulkan agar dokter tidak dipidana penjara mengingat seorang dokter masih bisa memberikan jasa pelayanan kesehatan.
"Misalnya seorang dokter dipenjara 10 bulan, 12 tahun, dia tidak bisa dimanfaatkan untuk pelayanan. Sayang jadinya," kata Marsis pada kesempatan yang sama.
Marsis mengambil contoh beberapa negara di luar negeri tidak memberikan hukuman pidana kepada dokter.
"Di beberapa negara di luar mereka tidak mengenal pelanggaran pidana, maka dari itu ada yang namanya mediasi yang mungkin saya usulkan kenapa itu tidak diberlakukan," kata Marsis.
Ahli hukum kesehatan dari Universitas Katolik Parahyangan Profesor?Wila Chandrawila Supriadi mengambil contoh negara Belanda yang tidak memberikan hukuman pidana kepada dokter.
"Di Belanda tidak ada dokter yang dipidana. Yang ada hanya ganti rugi," kata Wila.
Marsis menerangkan bahwa apa yang dilakukan oleh dokter itu sesuatu yang mempunyai kaitan dengan akibat.
"Akibat yang dilakukan dokter itu tidak bisa diduga, berbeda dengan profesi lain kalau melakukan tindakan produk atau hasilnya ada parameternya," jelas Marsis.
Dia menekankan yang terpenting bagi profesi dokter ialah bekerja sesuai dengan standar profesi, standar etika, standar kompetensi, dan standar pelayanan yang ada. Jika dokter sudah melakukan tugasnya sesuai dengan standar yang ditetapkan, segala sesuatu hasil tindakan yang tak bisa diduga merupakan risiko medis. (Annisa Dewi Meifira)