21 Oktober 2020
15:02 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menemukan dua dugaan maladministrasi dilakukan oleh Polda Metro Jaya dalam penanganan pasca-demonstrasi terkait penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
"Ada dua dugaan, tidak memberikan akses kepada penasihat hukum dan melampaui kewenangan ketika tidak akan memberikan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) kepada pelajar yang ikut demo," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Rabu (21/10).
Menurut Teguh, sejak 8 Oktober 2020 Ombudsman Perwakilan Jakarta telah melakukan pemantauan di Polda Metro Jaya. Hingga kini proses pemantauan masih berjalan.
Teguh sampaikan, Ombudsman Jakarta Raya menemukan, Polda Metro Jaya tidak memberikan akses bagi penasihat hukum pada 43 orang yang diselidiki. Walaupun, mendapatkan pendampingan hukum dari penasehat yang disediakan oleh Polda Metro Jaya.
Menurut Teguh, seharusnya para tersangka memiliki keleluasaan untuk memilih pengacaranya sendiri. Dan, untuk itu perlu dibuka akses kepada para pengacara atau kelompok masyarakat sipil lain untuk melakukan pendampingan.
"Keterbukaan ini juga menjadi penting karena para tersangka diduga merupakan pihak-pihak yang dianggap merusak fasilitas publik dan ditengarai dibiayai oleh pihak-pihak tertentu," urai Teguh.
Menurut dia, dengan membuka pengawasan terhadap proses penyelidikan ke masyarakat, Polda Metro Jaya (PMJ) bisa menyampaikan seluruh proses pemeriksaannya secara transparan dan akuntabel.
Dengan keterbukaan ini, lanjut Teguh, dapat diketahui apakah benar, ada pihak ketiga yang membiayai. Atau, ini emosi massa di lapangan, atau massa yang terorganisasi dengan tujuan tertentu.
"Ini untuk mengikis praduga-praduga yang berkembang di masyarakat dengan transparansi proses tersebut," kata Teguh.
Selain itu, Ombudsman Jakarta Raya juga menyayangkan adanya tindakan kepolisian di bawah koordinasi Polda Metro Jaya yang mengancam akan mempersulit dikeluarkannya SKCK kepada para pelajar yang melakukan aksi demonstrasi UU Cipta Kerja.
Namun, dalam pelbagai tindakan, Ombudsman Jakarta Raya memberi apresiasi pada Polda Metro Jaya.
Pertama, terkait penanganan para demonstran. Polda Metro Jaya langsung memisahkan antara yang ‘diamankan’ untuk kemudian dipulangkan kembali ke orang tuanya. Sebagian ada yang dilanjutkan ke proses penyelidikan.
Kedua, adanya proses pencegahan penularan covid-19 terhadap para peserta unjuk rasa. Baik yang diamankan maupun yang diselidiki dengan melakukan tes cepat.
Ketiga, tidak terjadi tindak kekerasan selama proses pengamanan dan penyelidikan di Polda Metro Jaya.
Lalu keempat, pemberian konsumsi bagi para peserta demonstrasi diberikan dalam jangka waktu yang baik dengan kualitas yang baik.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya telah menetapkan sebanyak 131 tersangka dalam ricuh unjuk rasa pada 8 Oktober dan 2020 dan 13 Oktober 2020, dari 131 orang tersebut sebanyak 69 telah ditahan.
Dari 69 orang yang ditahan tersebut, Polda Metro Jaya telah menetapkan 20 orang sebagai tersangka dalam kasus perusakan dan pembakaran sejumlah fasilitas umum seperti halte TransJakarta dalam ricuh unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja di Jakarta beberapa waktu lalu.
Adapun pasal yang dipersangkakan, terhadap 131 tersangka itu, yakni Pasal 212 KUHP tentang perlawanan terhadap petugas. Kemudian, Pasal 218 KUHP tentang melanggar aturan tidak berkerumun, Pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang dan barang dan Pasal 406 KUHP tentang perusakan. (Leo Wisnu Susapto)