c

Selamat

Rabu, 19 November 2025

NASIONAL

29 Januari 2021

21:00 WIB

Lakon Siaga Pengawal Penderita

Aturan tak membolehkan. Cacian dan tudingan arogan lebih banyak diterima

Lakon Siaga Pengawal Penderita
Lakon Siaga Pengawal Penderita
Ilustrasi ambulans. ANTARAFOTO/Rivan Awal Lingga

TANGERANG – Hari (21) memarkirkan motor matiknya di warung samping Puskesmas Cipondoh, Kota Tangerang, Selasa pagi lalu (26/1). Saban hari, usai mengantar penumpang, pengemudi ojek online atau daring ini selalu datang ke warung itu untuk menyeruput kopi pagi.

Kemudian, salah satu grup percakapan dia buka. “Belum ada yang minta dikawal,” lirihnya sambil melanjutkan menyeruput kopi.

Tak lama, ponselnya bergetar. Dia membaca pesan, dari grup percakapan yang sama. Pesan tersebut membuatnya bergegas. Dia menjelaskan singkat, harus segera mengawal ambulans.

Ya, selain sebagai pengemudi ojek daring, Hari masuk dalam komunitas relawan patroli dan pengawalan (patwal) ambulans di Puskesmas Cipondoh. Tak setiap hari, dia menjadi relawan. Selasa itu, dia bertugas dan mengawal ambulans Puskesmas Kunciran Lama. Dia mengajak Validnews mengikutinya.

Suara klakson motor Hari terus berbunyi di jalan. Tujuannya, agar pengguna jalan lain mendengar dan mengetahui ada kendaraan prioritas yang mesti didahulukan. Sigap, dia menggerakkan motornya ke kanan dan ke kiri, membelah jalan KH Hasyim Ashari yang kondisinya saat itu ramai lancar. Meski jalanan tak begitu padat, ada saja pengendara yang ogah memberikan jalan.

Usai tugas pertama, dia menuju Puskesmas Pondok Bahar. Pria dengan tinggi badan kurang lebih 175 centimeter itu melakukan hal yang sama ketika mengawal ambulans dari Puskesmas Cipondoh.

Setelah melewati keramaian di pasar, laju ambulans terbilang mulus-mulus saja sampai tujuan, Puskesmas Pondok Bahar. Jarak yang ditempuh ambulans itu mengantar pasien terbilang pendek, sekira enam kilometer saja. Namun, waktu yang dibutuhkan kisaran 20 menit. Bisa dibayangkan, saat kemacetan terjadi, tanpa bantuan relawan pengawal ambulans seperti Hari.

Dua tugas rampung, dia kembali menuju warung yang sama.

Terantuk Sadar
Apa yang dilakukan Hari dan grup WhatsApp-nya menjadi kebutuhan belakangan ini. Banyaknya kematian dan penanganan cepat penguburan, membutuhkan kelancaran jalan. Banyak rumah sakit, usaha pemakaman punya jaringan pengawalan. Ketika membutuhkan patwal, si sopir ambulans tinggal menginformasikan di grup percakapan.

Jam kerja relawan patwal ambulans ini juga tak ditentukan. Ada yang dari pagi hingga sore, malam, dan ada juga yang bersiaga hingga 24 jam. Tergantung kesibukan masing-masing pihak terlibat.

Bagi Hari, menjadi relawan bukan satu hal yang tiba-tiba. Awalnya, saat di jalan, dia kerap tergugah saat melihat ambulans tidak diberi lewat oleh pengguna jalan lain. Dia mengaku terbayang, bila dia atau keluarga ada di dalam ambulans yang melintas itu.

Dia mencari tahu ke kalangan kawan sesama pengendara ojek daring. Ternyata, ada yang berkecimpung di sana. Saat ditawarkan, dia langsung mengiyakan bergabung.

Sesama relawan pengawal ambulans, M Triyadi (22) memiliki kisah berbeda. Pria yang kerap disapa Tri ini pertama kali menjadi relawan pengawalan sekitar tahun 2019.

Sebelumnya, Tri pernah merasakan arogansi pengendara di jalan. Kala itu, orang tua Tri sedang dalam ambulans dan butuh mendapatkan perawatan petugas kesehatan sesegera mungkin. Namun, kondisi jalanan macet total. Tak ada yang mau memberikan ruang.

Dari pengalaman itu, Tri memutuskan agar bisa melakukan sesuatu guna membantu ambulans mengangkut pasien. Menjadi relawan itu jalan yang dia pilih. Meringankan beban orang-orang yang membutuhkan pertolongan, meski terkesan sepele, membuatnya senang.

Tri menguraikan ada standar operasional prosedur (SOP) yang harus ditaati relawan. Pertama, kelengkapan dan keamanan berkendara. Helm, jaket, sarung tangan, hingga sepatu wajib dipakai. Kedua, adalah memahami sistem tata cara pengawalan. Maksimal pengawal yang boleh mengawal adalah lima orang atau lima motor. Dua motor di depan ambulans dan tiga motor di belakang atau sebaliknya.

Formasi tersebut bukan tanpa alasan, motor patwal yang ada di depan ambulans bertugas untuk membuka jalan. Sementara, motor patwal yang di belakang bertugas untuk menjaga agar kendaraan lain tidak merangsek atau mengganggu laju mobil ambulans. Jarak motor yang di depan dengan ambulans sekitar 5–7 meter. Begitu juga motor yang berada di belakang ambulans.

Pahit Mengawal
Di sisi lain, sebagai relawan pengawal ambulans, motor Hari dan lainnya tak dilengkapi alat yang biasanya digunakan kendaraan pengawal resmi. Tak ada rotator, strobo dan sirene. Karenanya, bentrok di jalan, kerap tak terabaikan. Warga banyak mempertanyakan keabsahan kegiatan mereka memotong lalu lintas dan lainnya, untuk memuluskan perjalanan ambulans.

Terhadap hal ini, mahasiswa tingkat akhir jurusan hukum di perguruan tinggi swasta di Tangerang Selatan itu mengaku sadar hukum. Penggunaan aksesoris seperti strobe dan sirene tak boleh sembarangan dipasang pada kendaraan pribadi.

Polisi, ambulans, pemadam kebakaran, dan lainnya, adalah pihak yang sah menggunakannya. Warga sipil atau pemilik kendaraan pribadi dilarang menggunakan aksesori tersebut.

Aturan yang soal pemasangan aksesoris pada kendaraan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Aturan yang sama juga menyebutkan perihal ambulans rumah sakit.

Penggunaan lampu isyarat disertai sirine sesuai Pasal 134 dan 135, boleh dipasang pada kendaraan yang mendapatkan hak utama. Seperti kendaraan pemadam kebakaran, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas. Namun, untuk pengawalan di luar otoritas hukum, sama sekali tak diperbolehkan.

Terhadap banyaknya pihak yang kontra, Hari dan Tri mengamini. Keduanya mengaku itu adalah hal yang dihadapi saban hari. Mereka tak berharap menerima pujian atau bayaran. Malah, mereka lebih sering menerima cacian. Banyak pengguna jalan yang menganggap mereka arogan.

Adapun tentangan dari banyak tersebut, dinilai mereka, karena ketidaktahuan bahwa yang dilakukan tidak peroleh bayaran.

Sopir ambulans, Fredy (36), sebaliknya menilai, kehadiran relawan patwal membantu beban kerjanya. Apalagi pada saat kondisi lalu lintas sedang padat merayap. Fredy tak perlu memutar otak terlalu keras untuk melalui kemacetan kala membawa pasien.

Selain membantu mengurai kemacetan, Fredy menilai relawan patwal ambulans bisa berguna sebagai penunjuk jalan. Ada kalanya dia tak tahu alamat detail tujuan ambulans yang dibawanya.

“Dengan adanya mereka (patwal), kita merasa terbantu. Bila sopir terbantu, otomatis pasien yang berada di dalam ambulans juga ikut terbantu. Akhirnya kita bisa sampai tepat waktu,” kata Fredy. (Herry Supriyatna)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar