c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

23 Januari 2018

19:29 WIB

KPU-KPAI Antisipasi Eksploitasi Anak Dalam Pilkada

KPU dan KPAI sepakat menandatangani MoU demi melindungi hak-hak anak Indonesia

Editor: Nofanolo Zagoto

KPU-KPAI Antisipasi Eksploitasi Anak Dalam Pilkada
KPU-KPAI Antisipasi Eksploitasi Anak Dalam Pilkada
Komisioner KPU Ilham Saputra (kedua kiri) bersama Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto (kedua kanan), Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati (kanan), Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Anak Jasra Putra (kiri) di Gedung KPU, Selasa (23/1). Validnews/ Denisa Tristianty.

JAKARTA – Kesadaran dan pengetahuan politik diperlukan dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Makanya, jelang masa kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada tanggal 15 Februari-6 Juni 2018, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ingin agar tak ada lagi partai politik (parpol) yang melibatkan anak di bawah umur.

KPAI dan KPU ingin bersama-sama melindungi hak-hak anak Indonesia dan meminimalisir eksploitasi anak dalam kampanye pemilihan umum. 

“Bagaimana keberadaan anak dalam politik, khususnya dalam pemilu atau pemilihan. Kami mencoba untuk kerja sama meminimalisir eksploitasi anak, kemudian nanti juga akan ada MoU. Misalnya, media sosial pasangan calon pemilihan itu tidak eksploitasi anak. Itu nomor satu,” kata Komisioner KPU RI Viryan kepada Validnews usai pertemuan KPU RI-KPAI, di Gedung KPU RI Selasa (23/1) pagi.

Poin dua dari MoU itu, terkait perhatian dua pihak agar pemilih kategori anak yaitu pemilih pemula haknya terpenuhi. Selanjutnya poin ketiga, terkait pelibatan secara tepat dan efektif terkait ibu dan anak dalam pemilu.

Viryan mencontohkan ibu-anak melakukan sosialisasi bahwa pemilu itu akan menentukan masa depan mereka, dan di situ menggunakan anak. “Itu tidak boleh,” tegas dia.

Keberadaan anak di dalam kampanye melalui poster, iklan, itu dikatakannya merupakan contoh konkret yang digunakan selama ini. Partisipasi KPU Daerah juga diharap lebih jeli dalam melihat potensi itu terjadi, dan mencegah hal tersebut terjadi.

Pengetahuan politik di dalam keluarga Indonesia mayoritas masih dianggap tabu, sama halnya seperti pengetahuan seks. Padahal itu semua sangat dibutuhkan oleh anak-anak Indonesia demi tumbuh kembang dengan baik.

“Seperti yang saya katakan tadi. Anak itu juga dapat digunakan suatu partai untuk menaikkan elektabilitas. Ada satu partai yang lagunya dinyanyikan oleh anak-anak, diindikasikannya bahwa partai itu akan popular ke depan. Pemilu-pemilu sebelumnya juga ada kasus yang seperti itu,” terang dia.

Tetapi, ia enggan menyebutkan partai itu walaupun sudah diketahui adanya eskploitasi anak. Tak hanya parpol, ia juga mengingatkan bahwa ada pasangan calon yang diperintahkan oleh orang tua anak agar harus dipilih. Pendidikan politik dianggap penting oleh Viryan sebagai tugas KPU saat ini dan masa depan.

“Oh, iya. Kan kami standing position meningkatkan partisipasi pemilih. Salah satunya dengan pendekatan sosialisasi berbasis keluarga, dan tidak mau ada gambar anak. Tadi saya juga sudah sampaikan kepada KPAI,” kata dia.

Selama ini, KPU hanya menerima peringatan dan teguran dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) melalui Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Melalui kerja sama baru ini, ia berharap MoU dapat dilakukan dalam waktu tidak sebentar.

“Pilkada dan pemilu (Pilpres) idealnya. Ya (tidak setengah-setengah),” kata dia.

Masih di tempat sama, Komisioner KPU Bidang Teknis Penyelenggaraan Ilham Saputra menyatakan kerja sama ini merupakan wujud kepedulian KPU dalam mengupayakan pengawasan sosial media tidak melibatkan anak-anak di bawah umur.

Apalagi, ia menyebutkan KPU sudah memiliki Program Sosialisasi Keluarga di bawah kepemimpinan Komisioner Wahyu Setiawan sebagai Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Pengembangan SDM.

“Jangan sampai, ke depannya KPU digugat lagi. Padahal, itu bukan kami yang melakukan, tetapi parpol atau paslon yang terdaftar,” kata Ilham.

Ilham juga memaparkan jumlah pemilih pemula berjumlah 10 jutaan jiwa, selain itu tingginya angka pemilih di bawah usia 18 tahun dan sudah menikah, dia angka 5.765 jiwa. Kemungkinan angka pemilih baru juga dapat terjadi ketika banyaknya anak-anak seketika menikah mendekati hari pemilihan.

KPU meminta KPAI konsentrasi dengan dua hal tersebut lantaran dapat disalahgunakan parpol atau paslon di banyak daerah demi meningkatkan jumlah pemilih.

Posko Online
Komisioner KPAI Putu Elvina mengatakan sudah melakukan kerja sama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dalam menyaring informasi terkait anak.

“Proses-proses demokrasi ini memang diperlukan oleh anak-anak agar diketahui. Dengan Kemenkominfo juga sudah ada kerja sama KPAI, termasuk mengatasi hoax dan menangkal radikalisme ya. Karena pengawasan media sosial juga agar menangkal radikalisme,” kata Putu menjawab pertanyaan Validnews.

Mengenai langkah konkret KPAI membantu KPU mengawasi Pilkada Serentak 2018, Komisioner KPAI Margaret Lailatul Maimunah menjawab pertanyaan satu ini.

“Kami akan buka posko online, mulai 17 Februari sampai hari pemilihan (26 Juni 2018). Kami juga akan melakukan pendataan sampling, komunikasi dengan Bawaslu juga,” ungkap Margaret.

Terkait partisipasi anak akan terus dipantau KPAI. Komisioner KPAI Bidang Hak Sipil dan Partisipasi Jasra Putra bahkan mengatakan KPAI juga akan menurunkan tim ke lapangan.

“Rencana sembilan provinsi yang akan jadi sampling kami. Terutama pemilihan gubernur, tapi tidak menutup kemungkinan untuk pemilhan di kabupaten/kota. Karena belajar dari pemilihan umum 2014, potensi melanggar hak anak itu banyak ketika kampanye terbuka,” ucap Jasra.

Seperti peristiwa Pilkada DKI Jakarta pada tahun 2017 lalu. Massa kampanye, kata Jasra, ada orang tua membawa anak dan ada orang tua memakaikan kaus partai politik (atribut kampanye) kepada anak. Itu semua tentu sudah menyentuh eksploitasi anak karena dimanfaatkan demi meramaikan hajat kampanye suatu parpol.

“Ada juga menjadi viral itu, ada anak SD yang mirip dengan salah satu calon gubernur, yaitu Pak Ahok. Awalnya dielu-elukan, ketika kalah itu di-bully oleh kawan-kawannya. Efek ini harus kami tangkal, dan tidak terjadi di Pilkada 171 daerah,” kata dia.

Hal itu diakuinya sangat meresahkan banyak orang tua, meski di sisi lain juga banyak pula orang tua yang membiarkan anak-anak mereka terlibat dan dilibatkan dalam kampanye terbuka parpol.

“Anak-anak itu peniru ulung. Di TV, di media sosial, mereka harus diberitahukan dengan baik. Mudah-mudahan pasangan calon, tim sukses parpol dan termasuk penyelenggara pemilu bisa melindungi dan memaksimalkan anak-anak terhindar dari hal-hal itu,” ucap Jasra. (Denisa Tristianty)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar