31 Agustus 2019
10:47 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JEMBER – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang memaparkan beberapa modus korupsi di kalangan mahasiswa. Modus tersebut didapat dari survei beberapa perguruan tinggi di tiga kota besar Indonesia.
"Dari hasil penelitian KPK itu tercatat ada delapan modus yang mengarah pada tindakan korupsi di kalangan mahasiswa," kata Saut dalam kegiatan kuliah umum di Universitas Jember, Jawa Timur, Jumat (30/8) seperti dikutip dari Antara.
Dia menguraikan modus tersebut dimulai dari terlambat kuliah. Kemudian, titip presensi kepada teman, memberikan hadiah atau gratifikasi kepada dosen. Selanjutnya, mark up anggaran, mengajukan proposal palsu, penyalahgunaan dana beasiswa, plagiasi, serta mencontek.
"Saya meminta mahasiswa Unej tidak melakukan korupsi tersebut dan edukasi pencegahan korupsi harus dilakukan sejak dini, sehingga mahasiswa bisa menjadi bagian dari pencegahan korupsi dengan membentuk lembaga pemantau korupsi," tuturnya.
Ia menjelaskan memberantas korupsi di Indonesia adalah tugas yang berat. Sehingga KPK memutuskan bekerja sama dan berkolaborasi dengan semua pihak, termasuk perguruan tinggi.
Khusus di lingkungan perguruan tinggi, lanjut dia, ada tiga tahapan strategi pencegahan korupsi. Yakni, membangun kesadaran bagi mahasiswa baru, meningkatkan pemahaman bagi mahasiswa dengan cara memasukkan pendidikan antikorupsi dalam mata kuliah yang sudah ada atau menjadi mata kuliah pilihan.
"Kemudian ketiga yakni memberikan motivasi dan bekal bagaimana mencegah korupsi bagi mahasiswa yang akan lulus," ujar Saut.
Dari lima tugas pokok KPK, katanya, empat tugas lebih bersifat pencegahan dan hanya satu yang bersifat penindakan. KPK, lanjut dia terus memberikan perhatian bagaimana mencegah korupsi melalui perbaikan sistem, meningkatkan peran serta masyarakat, dan pendidikan antikorupsi.
Dia melanjutkan, pendidikan antikorupsi itu wajib diberikan semenjak usia dini. KPK sudah menyusun kurikulum pendidikan antikorupsi dari jenjang TK hingga perguruan tinggi sebagai program jangka panjang.
Kegiatan kuliah umum juga diisi dengan diskusi. Salah satu mahasiswa Unej M Syahidan dari Program Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya mengkritik iming-iming yang biasanya diberikan oleh organisasi mahasiswa yang ada di kampus. Yakni, menjanjikan bantuan berupa kedekatan relasi jika seseorang masuk ke organisasi mahasiswa tertentu.
"Menurut saya, janji itu berpotensi menciptakan situasi korupsi, kolusi dan nepotisme. Alih-alih menghargai jerih payah dan kemampuan seseorang," ujar dia. (Leo Wisnu Susapto)