c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

11 Desember 2019

08:09 WIB

KPK Minta Presiden-DPR Tegaskan Aturan Pencabutan Hak Politik

Perlu UU batasi hak eks napi korupsi di Pilkada. KPK pelaksana UU

Editor: Agung Muhammad Fatwa

KPK Minta Presiden-DPR Tegaskan Aturan Pencabutan Hak Politik
KPK Minta Presiden-DPR Tegaskan Aturan Pencabutan Hak Politik
Logo KPK. Antara/Benardy Ferdiansyah

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Presiden Joko Widodo dan DPR serius dalam memberantas korupsi. Terutama terkait polemik tidak dimasukkannya aturan larangan mantan terpidana perkara korupsi maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

"Mestinya Presiden bersama DPR serius melihat ini. Jadi, kalau memang serius membatasi terpidana kasus korupsi menjadi calon kepala daerah maka mestinya Presiden dan DPR yang harus membuat undang-undangnya membatasi tersebut," ucap Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/12).

Ia menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui peraturan KPU sebenarnya sudah berupaya membatasi hak mantan terpidana korupsi menjadi kepala daerah.

"Tetapi kemudian dibatalkan di Mahkamah Agung dan salah satu pertimbangan saya kira pada saat itu adalah karena soal pembatasan terkait dengan Hak Asasi Manusia," ujar Febri seperti dikutip dari Antara.

Oleh karena itu, kata dia, jika ingin menciptakan Pilkada yang lebih berintegritas, maka ‘bola’-nya saat ini ada di tangan Presiden dan DPR. Kedua lembaga tersebut apakah mau membatasi mantan terpidana korupsi maju pilkada atau membiarkan.

"Jadi, bisa dikatakan "bola"-nya ada di tangan Presiden dan DPR sebenarnya kalau kita bicara soal bagaimana merumuskan pilkada yang lebih berintegritas dengan misalnya membatasi calon terkait narapidana kasus korupsi," ujar dia.

KPK, lanjut Febri, semaksimal mungkin berupaya menjalankan kewenangan sebagai lembaga penegak hukum. Terutama melaksanakan undang-undang menuntut pencabutan hak politik kepada setiap kepala daerah yang terlibat korupsi.

Kalau ada kepala daerah yang terlibat dalam kasus korupsi, sambung dia, KPK akan menuntut pencabutan hak politik. Seperti dikenakan lima tahun setelah putusannya selesai dilaksanakan.

Tujuannya, publik tak ada beban memilih para terpidana kasus korupsi selama jangka waktu tertentu. “Domain kewenangan penindakan KPK tentu hanya sebatas itu," tuturnya.

Sebelumnya, KPU membuat PKPU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PKPU No. 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

KPU hanya mengatur larangan bagi dua mantan terpidana ikut dalam pilkada, yaitu bukan mantan terpidana bandar narkoba dan bukan mantan terpidana kejahatan seksual terhadap anak, yang tertuang dalam pasal 4 ayat H.

KPU menambahkan satu pasal dalam PKPU yang mengimbau partai politik untuk mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi. Aturan ini dituangkan dalam pasal 3A ayat 3 dan 4.

Pasal 3A ayat 3 disebutkan bahwa dalam seleksi bakal calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengutamakan bukan mantan terpidana korupsi.

Lalu dalam Pasal 3A ayat 4 disebutkan bahwa bakal calon perseorangan yang dapat mendaftar sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota diutamakan bukan mantan terpidana korupsi. (Leo Wisnu Susapto)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar