c

Selamat

Senin, 17 November 2025

NASIONAL

12 April 2021

20:43 WIB

KPK-LIPI Dorong Implementasi Sistem Integritas Parpol

Hasil kajian mengidentifikasi lima masalah utama penyebab rendahnya integritas partai

KPK-LIPI Dorong Implementasi Sistem Integritas Parpol
KPK-LIPI Dorong Implementasi Sistem Integritas Parpol
Ilustrasi partai politik. ANTARA FOTO/Anis Efizudin

JAKARTA - Kedeputian Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Pusat Penelitian Politik (P2P) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membahas konsep Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). Konsep ini akan didorong untuk diimplementasikan partai politik (parpol).

Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Wawan menjelaskan, KPK berencana mengunjungi DPP (Dewan Pimpinan Pusat) partai untuk berdiskusi mengenai SIPP. Harapannya, mereka bisa mengimplementasikan dorongan KPK untuk menerapkan SIPP.

Wawan menyebutkan, SIPP adalah seperangkat kebijakan yang dibangun oleh partai politik dan disepakati secara kolektif sebagai standar integritas yang harus dipatuhi oleh seluruh kader partai.

"Dalam kunjungan KPK ke partai politik nantinya, kita akan menyosialisasikan SIPP dan Tools of Assessment (ToA) untuk SIPP," kata Wawan dalam keterangan persnya, Senin (12/4).

Dengan penerapan SIPP, kata Wawan, diharapkan partai dapat menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas, meminimalkan risiko korupsi politik dan penyalahgunaan kekuasaan, menjalankan instrumen kepatuhan sistem integritas partai, dan menghasilkan tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel.

Pada tahun 2016 dan 2017 KPK pernah bekerja sama dengan P2P LIPI yang menghasilkan konsep tentang SIPP. Hasil kajian mengidentifikasi lima masalah utama penyebab rendahnya integritas partai.

Pertama, belum ada standar etika partai dan politisi. Kedua, sistem rekrutmen yang belum berstandar.

Ketiga, sistem kaderisasi yang belum berjenjang dan belum terlembaga. Keempat, masih rendahnya pengelolaan dan pelaporan pendanaan partai yang berasal dari negara. Kelima, belum terbangunnya demokrasi internal partai. 

Dalam kajian tersebut, KPK mengajukan lima komponen dan sejumlah sub-komponen dalam SIPP. Pertama, komponen standar etika partai dan politisi, yang terdiri atas sub-komponen dokumen etik, lembaga penegak etik, sistem pengaduan dan whistle-blower system, dan pengaturan konflik kepentingan.

Kedua, komponen standar rekrutmen, yang terdiri atas sub-komponen adanya sistem dan panduan rekrutmen, regulasi, implementasi, serta monitoring dan evaluasi. Ketiga, komponen kaderisasi, yang meliputi sub-komponen adanya sistem dan panduan, regulasi dan basis-data, implementasi, serta monitoring dan evaluasi.

Keempat, komponen pendanaan partai, yang terdiri atas sub-komponen informasi sumber keuangan, alokasi anggaran, dan tata kelola keuangan partai. "Kelima, komponen demokrasi internal partai, yang mencakup penentuan pengurus, pola pengambilan keputusan, penentuan calon legislatif dan pejabat publik, dan desentralisasi kewenangan," kata dia. 

KPK berharap implementasi SIPP secara konsisten oleh partai politik akan meminimalisir persoalan-persoalan yang berkontribusi pada rendahnya integritas partai politik.

Selain mendorong SIPP, pada tahun 2021 ini KPK juga akan melaksanakan beberapa program lain, yakni menyelenggarakan Program Pembinaan Kader Partai Politik Cerdas Berintegritas (PCB), Program Penyelenggara Pemilu Berintegritas, Program Pemilih Pemilu Berintegritas, dan Webinar Politik.

Pendanaan Partai
Menyinggung hasil kajian, Peneliti P2P LIPI Mochamad Nurhasim menyatakan, pendanaan partai merupakan persoalan utama dalam pengelolaan partai di Indonesia. Sebab itu, menurutnya, dalam rangka memperkuat kelembagaan parpol, pola pendaaan parpol haruslah diatur sedemikian rupa. 

Adapun, salah satu gagasan untuk memperbaiki pola pendanaan parpol adalah bahwa perlu kajian mendalam mengenai kemungkinan negara menyediakan dana untuk mendanai seluruh kebutuhan partai. Artinya, partai mengandalkan pendanaannya sebagian besar dari negara. Konsekuansinya, partai harus melaporkan secara rapi dan reguler mengenai pemakaian dana negara tersebut.

"Negara pun berhak mengaudit seluruh proses pembiayaan partai,” ungkap Nurhasim. 

Namun, menurut Nurhasim, usulan menaikkan besaran pendanaan partai bukanlah upaya semata meningkatkan keuangan partai. "Hal ini, haruslah diikuti oleh partai dengan berkomitmen menerapkan SIPP," pungkas Nurhasim. (Herry Supriyatna)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar