01 Juli 2020
10:37 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Ada yang berbeda dari Gelaran Jakarta Fashion Week tahun ini. Kali ini acara fashion tahunan tersebut menggelar audisi model secara semi-virtual, untuk mencegah penyebaran virus corona.
Dalam siaran persnya, Rabu (1/7), audisi ini diselenggarakan hingga ke lima kota besar di Indonesia seperti Yogyakarta, Surabaya, Medan, Bandung, dan Jakarta. Audisi diadakan untuk mencari para model yang akan berjalan di catwalk Jakarta Fashion Week.
Jakarta yang merupakan salah satu episentrum penyebaran virus Corona, menjadi lokasi audisi dengan peminat terbesar. Namun, predikat zona merah Jakarta, tak meredupkan semangat para peserta dan pantia Jakarta Fashion Week untuk terus mencari bakat muda berkualitas.
Audisi di Jakarta dilakukan dengan memanfaatkan teknologi Preliminary Stage secara semi-virtual. Audisi ini bakal menyaring lebih dari 600 peserta yang sudah terdaftar melalui aplikasi Jakarta Fashion Week.
Peserta yang terpilih, mendapat panduan dan tautan khusus untuk mengirimkan sampel video mereka ke alamat surel Jakarta Fashion Week. Nantinya dewan juri akan memilih sejumlah peserta yang dinilai berpotensi untuk melakukan audisi langsung di Senayan City pada 1-5 Juli 2020. Audisi ini akan dilakukan dengan penjadwalan dan prosedur kesehatan yang ketat.
Setiap peserta akan dikirimkan instruksi kedatangan masing-masing. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tidak ada lagi pendaftaran di tempat.
Sejumlah model menampilkan rancangan busana saat "Road to Indonesia Fashion Week 2020" di Jakarta, Rabu (12/2/2020). Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) rencananya akan menyelenggarakan Indonesia Fashion Week 2020 pada 1-5 April 2020 di Jakarta Convention Center, dengan tema 'Tales of the Equator' -Treasure of the Magnificent Borneo yang mengangkat budaya suku Dayak, Kutai dan Banjar di Kalimantan. ANTARAFOTO/Wahyu Putro A
Kelaziman Baru
Sebelumnya, perancang busana Musa Widyatmojo memprediksi, jelang masa kelaziman baru (new normal), akan terjadi sejumlah tren yang akan mengubah kebiasaan dan gaya hidup. Termasuk di dunia fesyen dan mode. Menurutnya, mencoba pakaian sebelum dibeli (fitting) dan bilik ganti (fitiing room) di butik atau mal, hingga pergelaran busana (fashion show) akan menjadi berbeda di fase normal baru ini.
"Misalnya seperti di departement store, kita biasanya fitting (sebelum beli pakaian). Sekarang new normal-nya adalah tidak ada lagi fitting room. Customer tidak boleh mencoba baju karena bisa saja menjadi sarana (penularan) virus," kata Musa pertengahan bulan lalu.
Asal tahu saja, membeli pakaian tanpa fitting sendiri sudah mulai diterapkan di sejumlah butik di New York, Amerika Serikat. Opsi ini kemudian dialihkan menjadi window shopping melalui platform digital.
Lebih lanjut, selain mengubah kebiasaan konsumen, hal ini tentu mendorong pelaku bisnis fesyen untuk lebih kreatif dan beradaptasi dengan cepat agar dapat bersaing di industri ini.
"Jadi, brand akan membuat standar yang lebih bagus. Mau tidak mau kita (produsen) harus ciptakan sesuatu dengan sistem dan standar baru dan kuat. Itu jadi tantangan tentang apa yang kita lakukan sebagai retailer, maupun pembuat koleksi," ujar Musa.
Selain membeli pakaian tanpa fitting, pergelaran busana (fashion show) secara virtual pun diprediksi akan mulai diperkenalkan dan dilakukan oleh rumah-rumah mode dunia. Ia menyebut, sejumlah fashion show virtual pun akan segera dihelat. Beberapa di antaranya adalah Hermes yang akan berpartisipasi dalam Paris Men Fashion Week (5/7), dan Gucci melalui Milan Fashion Week Digital (17/7).
Menurut desainer yang sudah 30 tahun berkecimpung di dunia fesyen Tanah Air itu, fashion show virtual merupakan perubahan yang tak terelakkan menyusul dampak dari pandemi covid-19 ini.
Ia berharap, fashion show virtual dapat mengembalikan esensi dari perhelatan tersebut; yakni untuk memperkenalkan produk, brand, dan mempererat hubungan bisnis antara produsen dan klien (konsumen).
"Itu penyesuaian yang harus terjadi. Melakukan fashion show juga harus sesuai kemampuan brand, bukan hanya sebagai social event, melainkan business (fesyen itu sendiri)," cetusnya. (Faisal Rachman)