c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

NASIONAL

29 Agustus 2017

12:26 WIB

Integritas Hakim di Tangan MA-KY

Peran KY di RUU Jabatan Hakim masih dinilai MA hanya akan menggerogoti independensi badan peradilan

Editor: Nofanolo Zagoto

Integritas Hakim di Tangan MA-KY
Integritas Hakim di Tangan MA-KY
Ilustrasi pengangkatan Hakim Agung/ Validnews/Agung Natanael

JAKARTA – Hakim merupakan penentu akhir proses pencarian keadilan. Makanya banyak yang mengibaratkan hakim sebagai ‘wakil Tuhan’ di bumi. Keputusan sosok dengan sebutan yang mulia di ruang sidang ini juga menjadi ukuran baik buruknya penegakan hukum di sebuah negara.  

Ironisnya, kinerja hakim di Indonesia justru sering mendapat sorotan. Ada saja hakim yang tak mampu menjaga hati nuraninya ketika diiming-imingi janji finansial yang menggiurkan dari pihak yang berperkara. Ya, cukup banyak kasus suap yang melibatkan hakim.

Dalam catatan akhir tahunnya, Komisi Yudisial (KY) lewat Juru Bicara Farid Wajdi, sempat mengatakan kepada media jika sepanjang 2016, terdapat 28 pejabat pengadilan yang kasusnya mencuat ke media yang terdiri dari 23 hakim dan lima nonhakim. KY pun masih mengamati operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sejak Februari hingga awal September 2016, banyak yang berhubungan dengan aparat pengadilan, khususnya hakim.

Untuk mengatasi hal ini bermacam cara sudah dilakukan. Salah satunya dengan usaha perbaikan pada status hakim lewat Rancangan Undang-undang Jabatan Hakim (RUU JH). Termasuk keinginan untuk mensinergikan KY dan Mahkamah Agung (MA) di RUU Jabatan Hakim ini.

Pada perkembangannya, RUU Jabatan Hakim ini malah menjadi polemik di banyak kalangan, termasuk silang pendapat antara MA dan KY. Tapi DPR beranggapan, kehadiran UU ini kelak diharapkan dapat menata hubungan harmonis MA dan KY dalam upaya mereka secara bersama-sama membangun integritas dan kualitas hakim sejak awal. Harapannya, hakim jadi tak gampang goyah dengan iming-iming suap.

“Saya menginginkan sistem rekrutmen melibatkan KY baik hakim tingkat pertama maupun tingkat kedua. Oleh karena itu nanti kita lihat perkembangannya,” kata Anggota Komisi III dari Fraksi Gerindra Supratman Andi Agtas kepada Validnews, di Jakarta, Selasa (29/8).

Keterlibatan KY ini pun dikatanya tak lantas dapat mencampuri proses peradilan. Nantinya KY, kata Supratman lebih melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim. KY banyak dilibatkan karena memang lebih memahami untuk memberikan promosi atau demosi hakim. Mereka juga lebih mengetahui hakim-hakim bermasalah. Jadi, Supratman menilai tugas yang dimiliki KY nantinya akan sangat baik untuk MA.

“Sekarang proses rekrutmen hakim dengan kehadiran KY dalam pelaksanaannya terutama di Hakim Agung sudah cukup bagus. Artinya, hakim yang dilahirkan itu dapat dilihat dari sisi intergritasnya sangat bagus. Harus sama perlakuannya terhadap hakim-hakim yang ada di peradilan pertama dan hakim tinggi,” jelasnya.

DPR juga beranggapan RUU Jabatan Hakim ini juga akan menjadi krusial bagi upaya pembangunan integritas hakim karena RUU ini akan mengatur masalah hakim secara keseluruhan mulai dari proses perekrutan hingga titik kesejahteraannya. Bagaimana mengelola manajemen kehakiman dengan baik serta proses pemberian penghargaan berupa promosi atau demosi kepada hakim menjadi pejabat negara.

KY sendiri berharap banyak pihak tak melihat RUU Jabatan Hakim sekedar persoalan relasi antara KY dan MA. Rancangan regulasi ini merupakan momentum sekaligus alat untuk memperbaiki pengaturan mengenai jabatan hakim secara komprehensif, serta mempercepat reformasi peradilan.

Reformasi peradilan ini berangkat dari perubahan menyeluruh pada manajemen hakim sebagai pejabat negara. Tanpa ada perubahan signifikan di sisi ini, maka dipastikan KY RUU Jabatan Hakim ini dipastikan akan kehilangan "ruh" nya.

Juru Bicara KY Farid Wajdi kepada Validnews juga mengatakan, RUU Jabatan Hakim ini juga bukanlah mengenai bertambahnya kewenangan yang diperoleh KY. Tapi RUU Jabatan Hakim ini lebih pada usaha merespon aspirasi kalangan internal hakim dan tuntutan publik. Farid mengungkapkan, publik berhak mendapatkan hakim yang layak memutus perkara. Artinya, hakim yang dimiliki berintegritas serta berkualitas.

Menurut Farid, banyak pihak, termasuk pula kalangan internal hakim, percaya bahwa beberapa titik strategis perbaikan salah satunya adalah pada proses promosi mutasi serta evaluasi kinerja. Bila terjadi perubahan, maka optimisme terhadap perbaikan dunia peradilan terwujud.

“Keterlibatan KY di beberapa aspek pengelolaan hakim, hal tersebut merupakan salah satu solusi sebagai masalah peradilan, sekaligus realitas praktik manajemen hakim di dunia modern,” ungkapnya.

Saat ini, banyak negara katanya telah menyadari fungsi kekuasaan hakim seharusnya fokus pada memutus perkara bukan untuk urusan lainnya. Oleh karenanya, urusan di luar peradilan seringkali diserahkan pada pihak yang lebih independen. Jadi para hakim dapat berkonsentrasi penuh sebagai pengadil.

Pendapat KY itu justru berseberangan dengan pendapat MA. MA berpandangan, penguatan peran KY di RUU Jabatan Hakim justru hanya akan menggerogoti independensi badan peradilan. Artinya, peradilan akan kembali berada dalam multi atap seperti sebelum reformasi. Dulu peradilan itu berada dalam multi atap, semisal Departemen Kehakiman dan Departemen Agama.

“Sekarang KY akan berperan seperti itu berdasar RUU Jabatan Hakim. Ya, kembali seperti dulu,” ucap Juru Bicara MA, Suhadi kepada Validnews, Senin (28/8).

MA juga tetap mempermasalah kocok ulang hakim Pasal 32 ayat 1 RUU JH yang berbunyi: Hakim agung memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat ditetapkan kembali dalam jabatan yang sama setiap 5 tahun berikutnya setelah melalui evaluasi yang dilakukan oleh Komisi Yudisial.

“Hakim Agung itu setiap lima tahun dievaluasi untuk bisa diteruskan atau tidak. Itu di evaluasi oleh KY dan diputuskan oleh DPR. Dengan demikian sama saja Mahkamah Agung ditempatkan di bawah KY,” terang hakim agung yang juga menjadi Ketua Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) ini.

Kekurangan Hakim
MA juga menyoroti masalah penting lainnya. MA keberatan bila RUU Jabatan Hakim ini mengurangi masa pensiun hakim agung. Adapun DPR memang mengusulkan agar pensiun hakim agung di usia 65 tahun, sedangkan pemerintah sendiri ingin hakim agung pensiun di 67 tahun. Saat ini, hakim agung pensiun di usia 70 tahun berdasarkan Pasal 11 huruf b UU No 3/2009 tentang Mahkamah Agung.

RUU ini juga berniat mengurangi usia pension bagi hakim tingkat banding dari 67 tahun menjadi 63 tahun. Sedangkan Hakim tingkat pertama, dari yang pensiun seharusnya 65 tahun menjadi 60 tahun. MA terus terang tak menyetujui rencana tersebut.

Alasan utamanya karena sudah tujuh tahun MA tidak menerima hakim baru. Kini posisinya mereka semakin tengah kekurangan tenaga hakim karena dalam waktu tujuh tahun belakangan itu, MA telah mempensiunkan banyak hakim.

Permasalahan kekurangan hakim ini pun belum termasuk kebijakan pemerintah lewat Keputusan Presiden (Keppres) mengenai pemekaran wilayah di sejumlah daerah yang berkonsekuensi dengan pembukaan lembaga peradilan. Dari situ juga dibutuhkan hakim yang tidak sedikit jumlahnya.

“Bayangkan saja, kalau 86 kali 5 saja, mulai dari ketua hakim dengan tiga orang anggota. Ya sekitar 500 orang hakim yang dibutuhkan,” tandasnya. 

Jumlah kebutuhan itu belum termasuk jumlah kekurangan hakim yang masih harus ditutupi MA. Ketua MA Hatta Ali dalam sidang pleno pembacaan Laporan Tahunan MA pada bulan Februari 2017 lalu sempat mengakui bila Mahkamah Agung (MA) saat ini masih kekurangan 4.858 hakim. Sebab berdasarkan beban kerja, kebutuhan hakim pengadilan tingkat pertama dan banding sebanyak 12.847 orang.  jumlah hakim yang ada saat ini baru 7.989 orang.

Tahun memang ada penerimaan sebanyak 1684 calon hakim. Namun Suhadi mengatakan calon hakim itu baru dapat bertugas itu dalam tiga tahun ke depan karena harus melewati pelatihan terlebih dahulu. Jadi bila aturan ini diberlakukan, Suhadi memastikan hakim MA akan berkurang sebanyak 40 persen.

“Jadi, kalau usia (pensiun.red) dikurangkan, misalnya 70 tahun menjadi 65 tahun Hakim Agung, 63 tahun Hakim Tinggi, Hakim Tingkat Pertama 65 tahun jadi 60 tahun. Kami akan semakin kekurangan hakim. Apalagi dalam dua-tiga tahun akan banyak sekali yang pensiun,” papar Suhadi.

Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dio Ashar Wicaksana menilai harus ada pembeda antara kebutuhan hakim untuk mengisi kekosongan tersebut dengan rekrutmen berdasarkan RUU JH. Dia mengatakan proses seleksi yang tengah dilakukan MA saat ini tak masalah bila berjalan seperti sebelumnya. Namun, bila RUU JH disahkan, maka MA harus mengikuti regulasi yang berlaku.

Yang disayangkannya justru soal pola rekrutmen hakim oleh MA yang seringkali tak transparan. Selama ini MA selalu mengumumkan hasil akhirnya saja. Padahal, kata Dio publik ingin mengetahui pertimbangan-pertimbangan terhadap sistem yang dilakukan.

“MA hanya mem-publish hasil akhir dan saat membuka proses pendaftaran saja. Tidak seperti itu yang diharapkan. Harusnya semua proses ada publikasinya. Jadi setiap proses itu ada proses transparansi,” imbuhnya.

Makanya dia berharap keterlibatan KY dalam pola pengelolaan hakim ini dapat memberikan check and balance. Lantaran, Indonesia memerlukan suatu sistem agar mencegah adanya praktek pembuatan sewenang-wenang. Karena itu, keterlibatan KY ini dalam rangka akuntabilitas.

Mappi kata Dio juga pernah menegaskan kepada komisoner KY yang baru agar dapat membuat hubungan KY dan MA menjadi lebih bersinergi. Hubungan harmonis MA dan KY ini pernah terjadi pada tahun 2011 dan tahun 2012 lalu. Dua lembaga ini dapat memberikan pengawasan yang maksimal. Bila itu terjadi maka penerapan RUU Jabatan Hakim itu akan maksimal pula.

“Salah satu yang paling penting adalah komunikasi, bagaimana Komisioner KY dapat menjaga komunikasi dengan MA, harus duduk bersama dengan MA bagaimana keterlibatan kedepan keterlibatan KY kedepan itu harus dibicarakan bersama antar Pimpinan,” tutur Dio.

Dia juga mengingatakan agar pembahasan RUU JH ini, jangan terpaku dengan pemikiran antara eksekutif dan legislatif saja melainkan dapat mempertimbangkan masukan dari masyarakat. (James Manullang, Nofanolo Zagoto)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar