18 Desember 2020
13:57 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan, penetapan pantun sebagai warisan budaya tak benda dunia perlu ditindaklanjuti dengan upaya pelestariannya. Salah satunya, dengan membiasakan penggunaan pantun di seluruh sekolah.
Menurut dia, pantun memang sudah diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Namun, selama ini mungkin belum mendapat sorotan khusus. Penetapan sebagai warisan budaya oleh UNESCO menjadi momentum untuk lebih menonjolkan pantun.
"Jadi akan masuk dalam pendidikan, walaupun tidak perlu membentuk satu pelajaran khusus mengenai pantun. Tetapi kami mendorong para guru untuk lebih aktif mengangkat tradisi lisan ini dalam kegiatan sehari-hari," ujar Hilmar dalam telekonferensi, Jumat (18/12).
Misalnya, dia mencontohkan, guru bisa mengajak para siswanya mengarang satu pantun setiap hari di sekolah, baik dari tingkat SD, SMP, maupun SMA. Kemudian pantun yang sudah dibuat siswa itu diungkapkan satu per satu sebelum mereka memulai pembelajaran.
Hilmar berpendapat mengarang pantun dapat membuat siswa terbiasa belajar bermain dan menyenangi kata-kata untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam hati atau pikirannya. Pantun pun bisa diungkapkan dalam bentuk yang jenaka, lucu, atau bahkan serius sekalipun.
Baca juga: UNESCO Tetapkan Pantun Warisan Budaya Tak Benda Dunia
Selain manfaat itu, terbiasa menggunakan pantun juga dianggap dapat memberi kontribusi yang luar biasa besar untuk proses pengembangan karakter anak. Pasalnya, pantun dipandang sebagai tradisi yang inklusif dan tanda kehalusan serta keindahan dalam berbahasa.
"Melatih anak bermain dan menyenangi kata, mengetahui rima dan bunyi. Pokoknya bikin saja dulu, nanti pelan-pelan akan jadi suatu kebiasaan, dan tentu kalau sudah menjadi bagian dari pergaulan sehari-hari itu bisa kita bayangkan betapa indahnya," urainya.
Lebih jauh, Hilmar berharap tokoh masyarakat dan pejabat lembaga atau kementerian juga lebih terbiasa menggunakan pantun. Baik dalam acara-acara formal maupun percakapan sehari-hari, sehingga tradisi ini ke depannya akan lebih populer lagi di masyarakat.
Riset Lanjutan
Dia mengatakan riset mengenai tradisi lisan ini perlu lebih diperkuat lagi, sebab selama ini hanya lazim dipahami sebagai pengucapan yang berima. Padahal sebetulnya ada nilai-nilai tertentu yang terkandung di dalamnya yang justru jadi elemen terpenting dari pantun.
"Sederhananya begini, kalau kita misalnya mendengar orang membuka acara dengan pantun itu seperti langsung ada suasana kesejukkan tertentu yang muncul dalam situasi seperti itu. Itu memang efektif," ucap Hilmar.
Pantun pun disebut bisa menjadi cara mediasi yang sangat membantu dalam perbedaan pendapat atau perdebatan yang keras. Manfaat dan nilai pantun yang lebih utuh diharapkan bisa dikenal lebih luas dalam penggunaannya untuk pergaulan atau interaksi sosial masyarakat.
"Manfaat dari pantun ini banyak sekali yang belum kita ketahui secara utuh bagaimana itu berlaku di masyarakat masing-masing. Saya kira itu menjadi agenda bagi kita untuk betul-betul melakukan riset, mengenali dengan baik," pungkas dia. (Wandha Nur Hidayat)