20 Januari 2020
17:52 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat, Mulyadi menuding adanya backing yang kuat di kasus Jiwasraya. Sebab menurutnya, para pelaku seharusnya sudah tahu risiko dari kasus ini.
"Kan mereka profesional, rasanya akan tahu akibatnya dari perlakuan itu. Mungkin mereka percaya diri, jadi tidak tertutup kemungkinan ada yang mem-backing personil atau direktur dalam melakukan hal itu," katanya dalam Rapat Kerja Komisi III bersama Jaksa Agung, Senin (20/1).
Mulyadi menganalisa, para pelaku percaya diri melakukan pelanggaran lantaran adanya perjanjian impunitas. Dia menilai kuat adanya dalang di balik kasus Jiwasraya ini.
"Saya kira juga jelas ada dalang di balik ini semua. Nah kami minta Pak Jaksa untuk terus berusaha mengungkapnya, di luar persoalan teknis hukum," ucap Mulyadi.
Menanggapi itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengaku siap mengungkap kasus Jiwasraya ini sampai ke dalangnya. Ia menyampaikan, pihaknya sedang menuju untuk mengungkap dalang dan backing dari Jiwasraya.
"Tentu kalau dalang kami siap akan tuntaskan semuanya. Kami sedang menuju ke sana. Kami siap untuk ungkap sampai ke akarnya," tegas Burhanuddin.
Jaksa Agung menjelaskan, peran yang lambat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga ikut menyebabkan kasus Jiwasraya berlarut-larut. Ia memaparkan ada perbedaan penanganan dari OJK terkait kasus Jiwasraya ini.
"Memang ada nilai yang diketahui OJK. Tapi yang saya pertanyakan kenapa OJK lambat sekali kepada Jiwasraya ini, tidak seperti kasus Minna Padi pada Desember yang reksa dananya langsung dibubarkan," tutur Burhanuddin.
Sebagai catatan, OJK mengeluarkan surat bertanggal 21 November 2019 yang menyatakan kewajiban pembubaran enam reksa dana Minna Padi Aset Manajemen dengan didasari beberapa undang-undang (UU) dan peraturan.
Namun, untuk kasus Jiwasraya yang sudah diduga melanggar prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi oleh Kejagung, Jiwasraya masih mendapatkan izin dari OJK untuk menjual produk.
Diketahui, Kejaksaan Agung mengatakan Asuransi Jiwasraya diduga melanggar prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi dengan memilih aset-aset berisiko tinggi untuk mengejar keuntungan yang tinggi. Pelanggaran prinsip kehati-hatian dilihat dari penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai Rp5,7 triliun dari aset finansial.
Kejagung juga telah menyidik kasus gagal bayar Jiwasraya ke nasabah sejak 17 Desember 2019 lalu. Kejagung menduga kerugian negara akibat kasus Jiwasraya ini mencapai Rp13,7 triliun. (Gisesya Ranggawari)