07 Mei 2019
20:38 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Panitia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) banyak yang meninggal dunia dalam Pemilu Serentak 17 April lalu. Atas kondisi ini, Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Oesman Sapta mengusulkan agar pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) dibuat terpisah, tak serentak seperti Pemilu 2019.
"Saya pesan kepada Menteri Dalam Negeri agar Pilpres dan Pileg perlu ada pemikiran agar ke depannya dipisah," katanya, dalam keterangan tertulis yang diterima media, Selasa (7/5).
Oesman menjelaskan, usulan tersebut karena ada beberapa hal yang perlu diperbaiki pasca-Pemilu Serentak. Meskipun secara keseluruhan pelaksanaannya berlangsung sukses.
Menurutnya, demokrasi yang dibangun di Indonesia baru 21 tahun, sehingga apabila ada sedikit ada gejolak merupakan hal biasa dan bisa diatasi aparat keamanan.
"Negara seperti Amerika Serikat saja butuh sekitar 200 tahun membangun demokrasi, mulai 1787 hingga saat ini masih dalam proses. Demokrasi Indonesia baru 21 tahun sehingga apabila ada gejolak biasa saja dan bisa diatasi aparat keamanan," ujarnya.
Selain itu, dia menilai pelaksanaan Pemilu Serentak 2019 berhasil, tertib, aman dan damai dengan evaluasi regulasi agar pelaksanaan pemilu ke depan lebih baik. Dia juga mengajak kepada semua pihak agar menghormati instrumen-instrumen hukum dan konstitusi yang dianut negara kita.
"Kita harus apresiasi bahwa pelaksanaan pemilu paling rumit dan terbesar di dunia yang baru kita laksanakan ini kita nilai berhasil. Selain itu pemilu serentak 2019 juga berjalan tertib, aman, lancar dengan berbagai catatan dan evaluasi," katanya.
Menurut dia, penyelenggara Pemilu seperti KPU, Bawaslu, dan DKPP sudah menjalankan tugasnya dengan baik tanpa ada intervensi sedikitpun dari pemerintah.
Karena itu dia meminta jangan ada pihak-pihak mencoba melakukan kebohongan yang berusaha mendelegitimasi kinerja penyelenggara pemilu. Semua pihak harus menahan diri hingga tanggal 22 Mei 2019.
Sementara itu, Ketua Komite I Benny Rhamdani menyatakan penyelenggaraan Pemilu telah dilaksanakan secara independen, tidak ada intervensi dari pemerintah maupun aparatur penegak hukum (TNI/Polri) dan BIN.
Menurut dia, meskipun Pemilu 2019 adalah pemilu paling rumit yang pernah diadakan di Indonesia dan dianggap berhasil namun perlu dilakukan evaluasi terhadap hal-hal yang dianggap belum optimal dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Khususnya mempertimbangkan kembali ketentuan serentak.
"Komite I akan mengevaluasi dan mengkaji mendalam serta mendorong agar Pemerintah, DPR RI, dan DPD RI bisa duduk bersama untuk melakukan perbaikan secara regulatif terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu melalui mekanisme yang diatur undang-undang," ujarnya.
Dia juga mengajak semua pihak, seperti kontestan pemilu dan seluruh elemen masyarakat untuk menghormati proses tahapan Pemilu serta menghimbau agar segala bentuk perbedaan pendapat diselesaikan dengan menggunakan koridor hukum.
Pernyataannya tersebut dikatakannya dalam rapat kerja Pimpinan DPD RI, Komite I DPD RI dengan Kemendagri, Kemenkumham, Kejagung, BIN, TNI dan Polri, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (7/5).
Hadir dalam Rapat Kerja Evaluasi Pemilu Serentak 2019 tersebut antara lain Ketua DPD RI Oesman Sapta, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, Akhmad Muqowam, Pimpinan Komite I Benny Rhamdani, Fahira Idris, Fachrul Razi.
Selain itu juga dihadiri Mendagri Tjahjo Kumolo, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, Kapolri Tito Karnavian, Wakil Kepala BIN teddy Lhaksamana, Asisten Jaksa Agung Asep Nana Mulyana, dan Inspektur Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Jhoni Ginting. (Fuad Rizky)