02 Oktober 2020
19:15 WIB
JAKARTA - Batik Pagi-Sore yang populer dengan dua motifnya disebut oleh perancang busana Didiet Maulana sebagai bagian dari sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan. Pasalnya, kain ini bisa memberikan dua tampilan sekaligus.
Batik Pagi-Sore merupakan istilah untuk kain batik yang memiliki dua motif. Dalam sebuah kain batik terdapat dua motif di mana keduanya bertemu pada bagian tengah kain secara diagonal ataupun horisontal.
Batik ini cukup diminati masyarakat karena dalam satu hari cukup menggunakan satu kain batik saja. Misalkan pada pagi hari menggunakan motif di sisi kanan dan sorenya di sisi lain, sehingga terkesan mengenakan dua kain yang berbeda.
"Sekarang ini kan di dunia lagi heboh sustainable fashion, di mana kalau bisa kita tidak mengkonsumsi atau mengurangi pembelian busana. Orangtua jaman dulu sudah sadar akan hal ini," kata Didiet dalam acara "Jelajah Virtual Batik Tiga Negeri Lasem", Jumat (2/10) seperti dilansir Antara.
Didiet mengatakan, masyarakat tempo dulu sudah menyadari pentingnya hidup berkelanjutan meski dalam situasi yang berbeda. Bagi Didiet, konsep Batik Pagi-Sore sangat berhubungan erat dengan kampanye fesyen berkelanjutan yang sedang digaungkan seluruh dunia.
"Kain Pagi-Sore adalah salah satu cara mereka untuk menerapkan sustainability fashion. Bayangkan dalam satu kain bisa memberikan dua tampilan, hari ini beda besok beda dan ini sebuah langkah penghematan dan juga langkah yang smart dan brilian," ujar Didiet.
Dikutip dari laman resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Batik Pagi-Sore sudah ada sejak tahun 1930 di Pekalongan, Jawa Tengah. Desain batik ini sangat populer pada masa penjajahan Jepang karena saat itu kesulitan hidup, membuat masyarakat harus menghemat.
Pada saat itu, harga kain batik sangat mahal karena dipengaruhi oleh kain mori dan obat pewarna yang langka. Pasalnya, jalur perdagangan terputus karena dampak perang dunia II.
Warna yang lebih gelap biasanya dipakai di bagian luar pada pagi dan siang, sedangkan warna pastel dipakai pada acara malam hari. Pola Pagi-Sore menggambarkan suasana saat itu di mana kain sangat terbatas, sehingga pembatik memiliki banyak waktu untuk mengerjakan selembar kain dengan ragam hias yang padat.
Tak Sekadar Jargon
Di Hari Batik Nasional, Didiet Maulana berpesan agar masyarakat tidak hanya menggunakan jargon atau tagar tentang batik, namun secara aktif membeli produk dari para pengrajin. Didiet bersama dengan komunitas Kesengsem Lasem, memperkenalkan berbagai macam motif batik yang ada di Lasem secara turun-temurun.
Didiet juga mengatakan pentingnya kontribusi masyarakat untuk melestarikan batik yang merupakan salah satu bentuk budaya Indonesia. Sebab jika daya beli menurun maka akan banyak rumah-rumah batik yang tutup.
"Mari kita bersama-sama memulai membawa batik menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, di rumah aja bisa dengan batik, banyak daster-daster batik, cap dan batik tulis juga ada, dari kita untuk kita," kata Didiet.
Pemilik rumah mode Ikat Indonesia ini mengatakan, menggunakan busana batik tidak perlu menunggu adanya anjuran atau acara tertentu. Dengan mengenakannya setiap hari, masyarakat bisa menjadi influencer bagi orang-orang di sekelilingnya.
"Mulai dari diri sendiri tidak usah menunggu dari orang lain karena apa yang kita mulai akan menjadi viral untuk yang lain dan kita adalah influencer untuk kalangan kita sendiri," ujar Didiet.
Pendeknya, Didiet mengingatkan agar masyarakat tidak hanya sekadar mempopulerkan tagar #banggadenganbatik saja, tetapi sebaiknya bisa mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari.
"Semoga Hari Batik ini tidak hanya dirayakan sebagai perayaan posting aja dengan jargon-jargon dan hastag #banggaberbatik, #banggabuatanlokal, tetapi mari kita wujudkan dengan membeli karya anak bangsa para pembatik-pembatik," tuturnya.
Didiet melanjutkan, keberlangsungan batik ini sangat berpengaruh pada kita semua. “Ini akan membuka pintu-pintu rejeki bagi para pembatik agar masih bisa terus berkarya dan budaya kita terus bisa berlangsung," tandasnya.
Model dengan mengenakan pelindung wajah melakukan peragaan busana pengantin tradisional bermotif batik karya Eko Tjandra di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (6/8/2020). Peragaan busana tersebut dalam rangka mempromosikan batik nusantara. ANTARAFOTO/Zabur Karuru.
Branding Bangsa
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI Restu Gunawan mengatakan, batik mengandung nilai budaya yang tidak dimiliki oleh bangsa lain sehingga menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi Indonesia.
"Orang atau negara lain mungkin saja bisa mengklaim motifnya, tapi ketika menyangkut hubungannya dengan nilai budaya mereka tidak bisa," kata dia saat diskusi daring dalam rangka Hari Batik Nasional yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Sebab, ujar Restu, batik merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang sudah ada sejak lahir. Hal itulah yang sama sekali tidak dimiliki oleh bangsa lain. Meskipun demikian, untuk melindungi batik sebagai warisan masyarakat di Tanah Air, Kemendikbud terus mengupayakan dan mengembangkan dari segi undang-undang.
Perlindungan tersebut mencakup segala nilai yang terkandung dalam batik misalnya motif maupun budaya yang ada. Kemudian termasuk pula upaya pengembangan dan pemanfaatan dalam jangka panjang.
Terakhir, selain mengupayakan perlindungan dari segi undang-undang, Kemendikbud juga melakukan pembinaan kepada sejumlah komunitas dalam merawat dan melestarikan batik di Indonesia.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Yayasan Tjanting Batik Nusantara Pheo M. Hutabarat mengatakan mengusung batik sebagai branding bangsa, maka semua pihak harus bisa menggelorakan masyarakat di Indonesia maupun dunia internasional agar mencintai batik.
"Mencintai batik sebenarnya langsung menjaga kelestarian batik," ujarnya.
Pada momen Hari Batik Nasional yang jatuh pada 2 Oktober, Yayasan Tjanting Batik Nusantara pun berkomitmen melakukan kurasi batik langsung dari para perajin. Dengan demikian, harapannya, masyarakat teredukasi dan secara tidak langsung roda perekonomian para perajin batik juga menggeliat.

Senada, Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengajak masyarakat untuk menjadikan peringatan Hari Batik Nasional, sebagai momentum kebangkitan produk-produk asli Indonesia. Perempuan yang akrab disapa Rerie dalam rilisnya di Jakarta, Jumat, mengatakan, hal itu untuk menyelamatkan perekonomian nasional dari ancaman krisis di masa pandemi.
"Saat ini kita memang dihadapkan pada kondisi perekonomian nasional yang sulit bergerak. Perlu berbagai upaya yang efektif agar perekonomian nasional bisa keluar dari kondisi resesi," kata Lestari.
Karena itu, menurut Lestari Moerdijat, bangsa Indonesia harus bisa memanfaatkan momentum yang ada seefektif mungkin. Peringatan Hari Batik Nasional, kata Rerie bisa dijadikan salah satu momentum kepedulian kita terhadap produk-produk karya anak bangsa.
"Momentum sekecil apa pun yang ada saat ini harus bisa kita manfaatkan untuk mendorong agar perekonomian kita bisa bergerak, tumbuh kembali dan keluar dari krisis. Kecintaan masyarakat terhadap karya anak bangsa bisa jadi pintu masuk untuk menggerakkan perekonomian nasional," ujar Rerie.
Selain potensi ekspor industri kreatif anak bangsa, seperti batik, tenun nusantara dan produk kerajinan lainnya. Menurut dia potensi pasar dalam negeri juga sangat besar dengan jumlah penduduk 230 juta dan hampir 50% terdiri dari penduduk berusia di bawah 29 tahun.
Di sisi lain, Rerie menjelaskan sektor UMKM juga memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM, sebanyak 98,7% usaha di Indonesia merupakan usaha mikro.
"Dengan jumlah tersebut, UMKM mampu menyerap 89,17% tenaga kerja domestik," ucapnya.
Dengan strategi pemasaran yang melibatkan sejumlah komunitas dan memanfaatkan semangat gotong royong yang berkembang di tengah masyarakat, Rerie yakin UMKM bisa kembali menjadi salah satu motor penggerak perekonomian saat ini.
"Tentu saja berbagai upaya tersebut juga memerlukan keterlibatan aktif Pemerintah untuk menciptakan iklim usaha yang sehat bagi para pelaku ekonomi di tanah air," ujar Rerie. (Faisal Rachman)