04 Agustus 2020
12:57 WIB
JAKARTA - Hingga saat ini Indonesia masih dihadapkan dengan masalah-masalah sosial dan ekonomi. Banyaknya gelandangan dan pengemis (Gepeng) yang ada di tempat-tempat keramaian menjadi salah satu buktinya.
Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Lubis mengatakan, guna mengatasi permasalahan sosial tersebut, setidaknya harus dilihat dari dua perspektif, yakni struktur dan kultur.
Dari segi struktur, dia mencontohkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pernah membuat aturan soal larangan dan sanksi bagi masyarakat untuk memberikan uang kepada gepeng. Sayangnya, aturan tersebut hingga sekarang sangat sulit terealisasi.
Selain itu, aturan tersebut juga terbentur dengan adanya kultur di masyarakat. Di mana bersedekah merupakan salah satu hal kebaikan yang dianjurkan oleh agama.
Nah, kultur tersebut yang kerap dimanfaatkan oleh masyarakat kelas bawah. Budaya masyarakat Indonesia dalam memberi ini menjadi salah satu penyebab maraknya pengemis, khususnya di perkotaan.
"Itu bukan hal yang buruk, itu yang baik. Tapi masalahnya pemerintah nggak mengatur dengan rapi. Orang Indonesia, agamanya apapun sangat religius. Penelitian saya tentang spiritualitas, masyarakat mengompensasi ritual agama dengan kebajikan," kata Rissalwan kepada Validnews lewat sambungan telepon, Selasa (4/8).
Oleh karenanya, kata dia, dalam menyelesaikan masalah sosial ini, pemerintah diminta untuk membereskan struktur terlebih dulu. Akan tetapi bukan dengan membuat aturan "konyol", seperti memberlakukan denda kepada masyarakat yang memberi kepada pengemis.
Menurutnya, akan lebih baik jika dibuat aturan yang lebih proaktif dan menggunakan pendekatan intensif. Semisal, masyarakat yang setiap bulan rutin berbagi, bisa mendapat pengurangan biaya pajak kendaraan dari pemerintah setempat.
Selain itu, pemerintah juga bisa mengatur kembali lembaga-lembaga pengelola zakat yang ada di Indonesia, yang saat ini jumlahnya lembaga amil di Indonesia saat ini terlalu banyak.
Lebih baik, kata dia, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) tidak bertugas mengumpulkan uang, tapi menjadi pihak regulator untuk lembaga-lembaga amil lainnya. "Jadi jangan main kavling-kavling. Orang juga pasti berpikiran, 'ah ribet banget si mau ambil zakat ke BAZNAS', lebih baik pinggir jalan aja lagi," tuturnya.
Kemudian dari sisi kultural, harus ada gerakan sosial yang bertujuan untuk membangun pemahaman baru di masyarakat. "Misalnya masyarakat naik mobil atau motor ketemu pengemis minta-minta, kasih mereka kartu (alamat), bilang kamu datang ke sini, saya akan kasih uangnya ke sini. Ini akan jauh membuat akhirnya ngapain di jalan," pungkasnya.
Akan tetapi, Risslawan mengatakan, masalah gepeng ini memang tidak bisa 100% hilang. Bahkan di negara seperti Singapura dan Amerika Serikat saja masih ditemukan.
Tapi paling tidak angkanya bisa ditekan apabila ada upaya serius dari pemerintah dalam membuat kebijakan dan terus sosialisasi. (Maidian Reviani)